Rabu, 07 November 2012

HASIL PENELITIAN KETAHANAN KAMPUNG ADAT CIKONDANG

HASIL PENELITIAN KETAHANAN KAMPUNG ADAT CIKONDANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah suatu maha karya yang terlahir dari suatu masyarakat, manusia pada khusunya. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tentu berbeda namun tak bisa di pisahkan. Kebudayaan hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat saling berhubungan satu sama lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari kita tak pernah bisa lepas dari sebuah kebudayaan, manusia selalu berorientasi dari satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Kadang kebanyakan orang bertanya , “Apakah kebudayaan itu ..? tanpa di sadari setiap detik dan setiap waktu kita selalu melihat,menggunakan bahkan merusak hasil kebudayaan itu sendiri. Itulah kita, yang selalu merasa bangga akan apa yang kita lakukan tanpa bisa menyadari dampak dari perbuatan kita sendiri untuk kelestarian kebudayaan tersebut. Kata kebudayaan berassal dari bahasa sanskerta yaitu “ buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Begitupun dalam bahasa inggris, konsep kebudayaan itu sama dengan “Culture” yang berasal dari kata latin “ colore “ yang kemudian di kembangkan menjadi Culture yang berarti segala daya dan perbutan manusia untuk mengolah dan merubah alam. Menurut Kuntjaraningrat : Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. “. Kebudayaan dalam arti sempit yaitu kesenian dan dalam arti luas adalah seluruh dari fikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar ( Koentjaraningrat, 1974 ). EB. Tylor Mendefinisikan kebudayaan sbagai berikut : Kebudayaan adalah konfleks yang mencakup Pengetahuan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat dalam Soerjono , 1977) Sedangkan Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964) Merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya , rasa, dan cipta manusia atau masyarakat. Mengingat pengertian kebudayaan yang amat luas dan beragan segi bahasa maka setidaknya Koentjaraningrat merumuskan kebudayaan dalam 3 wujud , diantaranya : Wujud ide , gagasan, nila, norma dan peraturan. Wujud kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud benda-benmda hasil karya manusia. ( Koentjaraningrat, 1974) Wujud yang pertama adalah ide, sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau dilihat namun dapat dirasakan ,dan ide ini bertempat tinggal di dalam kepala kita masing-masing. Ide tersebut baru dapat Nampak apabila dituangkan dalam sebuah karya , baik itu buku hasil karya, puisi, lagu, film dan lain-lain. Wujud yang kedua adalah kelakuan atau berpola dari masyarakat itu sendiri , misal dalam masyarakat biasanya ada sebuah upacara adat, atau kebiasaan-kebiasaan kegiatan yang sudah menjadi suatu tradisi untuk di lakukan baik itu secara bersama atau individu, dan biasanya kegiatan tersebut lahir dari sebuah masyarakat berdasarkan pada adat istiadat masyarakatat itu sendiri. Wujud yang ketiga adalah hasil karya manusia. Wujud yang ketiga ini sifatnya paling kongkrit, nyata dapat dilihat, diraba difoto karna memenuhi unsur ruang , tempat dan waktu. Ketiga wujud diatas adalah satu kesatuan dari aplikasi sebuah kebudayaan , bentuk dari sebuah kebudayaan , yang apabila di rinci, ketiga wujud tersebut secara khusus dapat di lihat lebih jauh ke dalam unsure-unsur kebudayaan, maka kebudayaan tersebut setidaknya memiliki 7 unsur, diantaranya : Sistem Religi dan upacara keagamaan. Sistem dan Organisasi kemasyarakatan. Sistem Pengetahuan. Bahasa. Kesenian. Sistem Mata Pencaharian Hidup. Sistem tekhnologi dan peralatan. ( Koentjaraningrat, 1974) Kebudayaan memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan kita , karena tanpa kebudayaan , kita tidak akan dapat membentuk suatu peradaban yang sudah kita punya seperti saat ini. apa peran kita bagi kebudayaan yang sudah kita miliki ini, mari kita peranlan secara baik, bagaimana kita mempertahankan kebudayaan, bagaimana kita mengembangkan kebudayaan dan pada masa dewasa ini seiring perkembangan jaman, kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya saring bersalipan , disana sering terjadi pertukaran budaya asli dengan budaya baru atau asing, hal ini lah yang menjadi PR bagi kita, bagaimana kita mempertahankan budaya Sali, memfilter budaya asing yang masuk pada budaya kita dan mengembangkan budaya kita agar mampu bertahan jauh lebih lama beriring dengan waktu berjalan dan jaman yang terus berkembang. Untuk saat ini sangat sedikit kesadaraan masyarakat Indonesia pada khususnya untuk dapat mengembangkan budaya Indonesia sendiri, tidak menentu apa permasalahan yang jelas sehngga budaya Indonesia sangat-sangat kurang di gemari oleh masyarakat Indonesia sendiri, bahkan kita selalu merasa hebat, bangga dan besar kepala dengan budaya asing yang padahal alangkah bodohnya kita apabila kebudayaan asli tersered oleh budaya asing, harkat, derajat dan martabat bangsa kita jatuh karena pola kita sendiri yang senantiasa menganggap kuno, dan tabu akan budaya asli Indonesia yang seharusnya slalu kita pegang dan kembangkan. Inilah diantaranya salah satu bentuk masalah yang penulis angkat, sejauh mana pengaruh budaya asing terhadap kehidupan masyarakat indonesia dan sejauh mana masyarakat Indonesia mempertahankan budaya asli Indonesia di tengah era globalisasi seperti saat ini. Apakah masih ada , masyarakat Indonesia yang masih setia memegang teguh kebudayaan asli ? dan untuk dapat mengetahui, Penulis telah malakukan suatu penelitian. Penelitian yang dilakukan di suatu daerah yang ternyata masih memegang teguh budaya asli meski perkembangan jaman sudah jauh berjalan . Kebudayaan membawa pengaruh besar dalam kehidupan, kebudayaan dapat membentuk karakter suatu masyarakat, moral dan system social dalam kehidupan . Ketahanan budaya asli ibarat lentera ditengah era globalisasi seperti saat ini, sebagai identitas yang kuat bagi jati diri dan wibawa suatu bangsa akan budayanya./tempat asal dan kelahiran peradaban suatu bangsa. Bila budayanya hancur maka sudah dapat di tentukan wibawa dan jati diri bangasa tersebutpun akan hancur dan hilang. Melihat latar belakang diatas, kuat sekali penulis merasa terdorong untuk menyumbangkan fikiran dengan usaha mengangkat salah satu Kebudayaan asli kepermukaan untuk diperkenalkan lebih luas agar dapat di perhitungkan dan di kembangkan keberadaanya melalui sebuah laporan hasil penelitian dengan judul “ Ketahanan Budaya Adat Cikondang di Tengah Era Globalisasi“. B. Identifikasi Masalah Selanjutnya dengan mengkaitkan latar belakang diatas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah kedalam beberapa pertanyaan, yaitu sebagai berikut : 1. Apakah ada Budaya adat Indonesia yang masih bertahan pada era globalisasi seperti saat ini? 2. Apakah ada pengaruh globalisasi terhadap kebudayaan adat khususnya di Indonesia? 3. Apakah ada hubungan kebudayaan dengan masyarakat? 4. Apakah ada peranan masyarakat dalam rangka melestarikan kebudayaan adat? 5. Apakah ada hubungan kebudayaan adat dengan peran masyarakat? 6. Apakah ada hubungan antara kebudayaan adat dengan era globalisasi? C. Perumusan dan pembatasan masalah 1. Pembatasan masalah Agar jangkauan pembahasan Laporan hasil penelitian ini terarah, kami membatasi masalah yang terkandung dalam judul tersebut ada beberapa masalah pokok yang perlu dijelaskan . Yang di maksud dengan ketahanan budaya adat pada laporan hasil penelitian ini ialah , sejauh mana budaya adat ini dapat bertahan dan di pertahankan oleh masyarakat kampung adat cikondang itu sendiri, segala bentuk proses dan tindakan mempertahankan kebudayaan adat baik itu mengenai hukum adat, prinsip, kepatuhan dan bentuk penghargaan terhadap leluhur yang menjadikan kebudayaan adat cikondang masih tetap bertahan secara turun temurun dilaksanakan oleh masyarakat kampong adat cikondang. Namun , penulis batasi pembahasan tersebut dalam bentuk 7 unsur kebudayaan masyarakat adat cikondang,Sebagai perbandingan objek penelitian dan memudahkan sistematika pembahasan. Era Globalisasi yang penulis maksud ialah: secara umum yang terjadi di seluruh dunia, proses penyatuan seluruh proses kegiatan manusia yang sifatnya umum, hal ini tentu saja sangat berdampak bagi bangsa Indonesia khususnya dalam segi kebudayaan. Masih adakah masyarakat Indonesia yang tetap mempertahankan kebudayaannnya sampai sejauh ini? untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis langsung melakukan riset lapangan untuk menjawab pertanyaan diatas, dan agar memudahkan penulis dalam pembahasan. Penulis menggunakan istilah era globalisasi sebagai bentuk perbandingan antara masa dulu dengan masa yang sangat jauh berkembang terutama dalam bidang IPTEK yang sudah mendunia penyebarannya. Istilah ini sudah sangat dikenal oleh umum dan dan bersifat nasional bahkan internasional . 2, Perumusan Masalah ‘ Setelah melihat latar belakang masalah yang penulis kemukakan , maka timbulbeberapa masalah dalam bentuk pertanyaan, yang kemudian menjadi bahasan dalam laporan hasil penelitian ini, masalah masalah tersebut antara lain : Sejauh mana masyarakat kampung adat cikondang dapat mempertahankan kebudayaannnya pada era globalisasi seperti ini ..? Unsur kebudayaan adat apa saja yang masih tetap di pertahankan dan senantiasa dilaksanakan masyarakat adat cikondang dalam mempertahankan kebudayaannya? Perubahan apa saja yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adat cikondang setelah era globalisasi saat ini, yang memang benar-benar dirasakan oleh masyarakat adat cikondang \sendiri.? Usaha-usaha apa saja yang telah di lakukan masyarakat adat cikondang untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan kebudayaannya di era globalisasi saat ini ? \ Dari beberapa masalah tersebut, penulis berusaha mencari jawabannya dengan dengan melakukan riset lapangan atau penelitian lapangan dan kemampuan yang ada dalam laporan hasil penbelitian ini . D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Peneletian Sebagai mahasiswa yang sedang melaksanakan kegiatan perkuliahan, merupakan suatu kebutuhan tersendiri untuk dapat turun langsung ke lapangan, melihat suatu keadaan yang terjadi antara sebab-akibat dan hubungan interaksi masyarakat sebagai objek ilmu social, berdasarkan kepada UUD 1945 dan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu, Pendidikan, penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Yang berkaitan dengan berbagai bidang Mata Kuliah Khusunya di jurusan pendidikan Kewarganegaraan FKIP, Universitas Suryakancana Cianjur, menunbuhdidikan sifat Profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya kelak setelah melakukan banyak kegiatan positif didalam menggali suatu kebenaran di bidang keilmuan . Dengan alasan tersebut, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk menambah dan memperkaya wawasan peneliti, menumbuh kembangkan sifat profesionalisme dan memperdalam berbagai kaitan ilmu social terutama dalam bidang kebudayaan sesuai dengan objek penelitian, untuk bekal menghadapi persaingan SDM yang tangguh dan bermutu di lapangan kerja dunia pendidikan. Adapun tujuan lain yang peneliti ingin dari hasil penelitian ini antara lain : Dengan Laporan hasil penelitian yang sangat sederhana ini peneliti ingin memberikan sedikitnya gambaran akan kearifan budaya local yang mulai pudar karena tertindih budaya asing, khususnya budaya adat sunda yang ternyata masih di pertahankan oleh sebagian masyarakat local di kawasan bandung selatan, tepatnya di kampung cikondang, desa lamajang , kecamatan pangalengan kabupaten bandung. Peneliti ingin berpartisipasi dalam mempertahankan kebudayaan adat ini dengan cara mempublikasikan lewat Laporan hasil Penelitian , yang mudah-mudahan dapat di kembangkan ke dalam litelatur buku, agar penyebarannya lebih efektif. Melalui laporan hasil penelitian ini , peneliti inginkan agar kebudayaan adat tetap bertahan dan dapat di kembangkan melalui kerjasama antara pihak pemerintah, dinas pendidikan dan kebudayaan, mahasiswa, masyarakat dan golongan lain untuk ikut serta dalam memberi sikap positif dan aktif dalam rangka mengembangkan kebudayaan adat Indonesia. Untuk memberikan penjelasan dan informasi betapa kayanya kebudayaan kita sebagai wujud peradaban masyarakat Indonesia, dan menjadi tolak ukur akan wibawa suatu bangsa karena budayannya, maka di era globalisasi yang mana kebudayaan asing lebih dominan meresap dalam kehidupan sehari hari masyarakat Indonesia, dan hal ini dapat mengakibatkan hancurnya budaya asli bangsa kita dan hilangnya martabat bangsa kita, maka peneliti berharap, mudah-mudahan dengan membaca laporan hasil penelitian ini akan timbul kesadaran dari para pembaca akan peran kebudayaan terhadap martabat dan kebesaran suatu bangsa, sehingga timbul rasa simpati dan pandangan berfikir untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 2. Kegunaan Penelitian Masyarakat kampung adat Cikondang, di harapkan dapat terus menjaga kelestarian dan keaslian kebudayaan adat setempat di tengah era globalisasi ini, bahkan sanggup meningkatkan kebudayaan adat ke kancah internasional, khususnya dalam system gotong royong. Pihak lain, sebagai bahan referensi dan dasar pemikiran bagi penelitian kebudayaan lainnya yang lebih mendalam. Peneliti, sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan khusunya dalam bidang kebudayaan yang telah dipelajari dengan penerapan pada praktek dilapangan. E. Waktu Dan Tempat Penelitian 1. Waktu Waktu penelitian lapangan ini di laksanakan selama 7 (tujuh) hari, terhitung dari tanggal 19 Desember – 25Desember 2010 dan penelitian pustaka selama 1 ( satu ) bulan terhitung dari bulan november sampai desember 2010. dengan menyiapkan data dan kajian teori yang di ambil dari berbagai buku panduan penelitian, buku pustaka dan internet yang mendukung berjalannnya proses penelitian. 2. Tempat Penelitian Tempat atau lokasi penelitian ini berlangsung di kampong adat cikondang , tepatnya kampong cikondang , Desa lamajang, kecamatan pangalengan Kabupaten bandung Provinsi jawa Barat. F. Metode dan Tekhnik Penelitian 1. Metode Penelitian Studi ini menyangkut peristiwa peristiwa yang sudah terjadi, Yang berhubungan dengan kondisi dari masa lalu ke masa kini.Oleh karena itu, dalam studi ini penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengolahan data berfungsi untuk menggambarkan karakteristik pelaku dan kegiatan kegiatan yang terjadi selama penelitian dan menggambarkan keadaan lingkungan atau karakteristik tempat penelitian berlangsung. Ada ungkapan bahwa gambaran atau lukisan dapat memberi makna lebih dan sejuta kata. Pelaku atau responden yang menjadi objek dan subjek penelitian, kegiatan atau kejadian yang diteliti, dan konteks lingkungan tempat penelitian dilakukan dilaporken secara deskriptif kualitatif sehingga pembaca dapat memahami dengan baik laporan hasil penelitian. 2. Teknik Penelitian Dalam penulisan Hasil Laporan ini dan untuk pengumpulan data yang relevan penulis menggunakan beberapa tekhnik penelitian dalam pengumpulan data yang diperlukan, diantaranya : 1. Observasi Partisipasi untuk penulisan hasil laporan ini, penulis mengadakan observasi lapangan,ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Secara langsung penulis melakukan pengamatan ke lapangan sebagai objek penelitian dengan banyak melihat dan mendengar informasi langsung dari sumber kejadian dan informasi yang benar-benar dapat dipercaya untuk proses pengumpulan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini pula penulis melibatkan diri langsung secara aktif dalam objek yang diteliti dengan mengikuti beberapa kegiatan masyarakat setempat agar data yang dibutuhkan dapat benar-benar nyata dirasakan untuk memperkuat kebenaran data penelitian. 2. Wawancara Dalam penulisan hasil laporan penelitian ini penulis juga memperolah data dengan mewawancarai beberapa orang dan lembaga yang ada kaitannya dengan keperluan pengumpulan data penelitian. Dengan cara berdiskusi Tanya jawab lisan secara langsung yang didalamnya membahas beberapa masalah yang diperlukan dalam penguatan pengumpulan data penelitian yang diperlukan. 3. Dokumentasi Dalam penelitian tersebut penulis juga menggunakan tekhnik penelitian pengumpulan data dengan dokumentasi, ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang di dapat dari masyarakat setempat menyangkut masalah-masalah yang diteliti dengan cara mengcopy beberapa data untuk keperluan pengumpulan data. BAB II PEMBAHASAN A. Geografis wilayah adat cikondang. Kampung Cikondang secara administratif terletak di dalam wilayah Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kampung Cikondang ini berbatasan dengan Desa Cikalong dan Desa Cipinang (Kecamatan Cimaung) di sebelah utara, dengan Desa Pulosari di sebelah selatan, dengan desa Tribakti Mulya di sebelah Timur, serta di sebelah barat berbatasan dengan desa Sukamaju. Jarak dari Kota Bandung ke Kampung Adat Cikondang ini sekitar 38 Kilometer, sedangkan dari pusat Kecamatan Pangalengan sekitar 11 Kilometer. Dari Kota Bandung ke arah Selatan melewati Kecamatan Banjaran dan Kecamatan Cimaung. Jarak dari ruas jalan Bandung-Pangalengan yang berada di wilayah Kampung Cibiana ke Kampung Cikondang satu kilometer. Sedang dari jalan komplek perkantoran PLTA Cikalong, melewatai bendungan dengan tangga betonnya, selanjutnya melalui Kantor Desa Lamajang sekitar satu setengah kilometer. B. Sejarah Kampung Adat Cikondang Menurut kokolot Kampung Cikondang, konon mulanya di daerah ini ada seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang; “Ci” berasal dari kependekan kata “cai” artinya air (sumber air), sedangkan “kondang” adalah nama pohon tadi.. Masih menurut penuturan salah satu tetua adat, untuk menyatakan kapan dan siapa yang mendirikan kampung Cikondang sangat sulit untuk dipastikan. Namun, masyarakat meyakini bahwa karuhun (Ieluhur) mereka adalah salah seorang wali yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Mereka memanggilnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini membawa berkah dan dapat ngauban (melindungi) anak cucunya. Konon katanya , uyut istri dan uyut pameget ini adalah utusan dari kewalian Cirebon , yaitu Syeh Syarif hidayatullah, (Sunan Gunung Jati ) yang kita kenal sebagai salah datu dari 9 wali songo, beliau lah yang mengutus uyut istri dan uyut pameget. ada penuturan lain bahwa yang di utus oleh kanjeng sunan untuk menyebarkan Agama Islam di Cikondang ini adalah salah seorang syeh , yaitu Syeh Muhammad Tunggal. Kapan Uyut Pameget dan Uyut Istri mulai membuka kawasan Cikondang menjadi suatu pemukiman atau kapan is datang ke daerah tersebut? Tidak ada bukti konkrit yang menerangkan kejadian itu baik tertulis maupun lisan. Menurut perkiraan seorang tokoh masyarakat, Bumi Adat diperkirakan telah berusia 300 tahun. Jadi, diperkirakan Uyut Pameget dan Uyut Istri mendirikan pemukiman di kampung Cikondang kurang Iebih pada awal abad ke-XIIV atau sekitar tahun 1700 Masehi. Pada awalnya bangunan di Cikondang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Konon tahun 1940-an terdapat kurang Iebih enampuluh rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Tidak diketahui apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Namun ada dugaan bahwa kampung Cikondang dulunya dijadikan persembunyian atau markas para pejuang yang berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Belanda. Kemungkinan tempat itu diketahui Belanda dan dibumihanguskan. Selanjutnya, masyarakat di sana ingin membangun kembali rumahnya. Namun karena bahan-bahan untuk membuat rumah seperti Bumi Adat yang berarsitektur tradisional membutuhkan bahan cukup banyak, sementara bahan yang tersedia di hutan keramat tidak memadai, akhirnya mereka memutuskan untuk membangun rumahnya dengan arsitektur yang umum, yang sesuai dengan kemajuan kondisi saat itu. Keinginan ini disampaikan oleh Anom Idil (kuncen) kepada karuhun di makam keramat. Permohonan mereka dikabulkan dan diizinkan mendirikan rumah dengan arsitektur umum kecuali Bumi adat yang harus tetap dijaga kelestariannya sampai kapanpun. Hingga sekarang Bumi Adat masih tetap utuh seperti dahulu karena Bumi Adat dianggap merupakan “lulugu” (biang) atau rumah yang harus dipelihara dan dilestarikan. Sampai sekarang baru ada tujuh kuncen yang memelihara Bumi Adat yaitu : 1. Ma Empuh ( pada abad ke 17 masehi ) 2. Ma Akung ( Pada abad ke-18 Masehi) 3. Ua Idil (Anom Idil) ( Pada abad ke – 19 Masehi) 4. Anom Rukman ( pada tahun 1962-1981) 5. Anom Rumya (Pada Tahun 1982-2001) 6. Aki Samsa ( Pada Tahun 2005-2009) 7. Anom Djuana (Kuncen Sekarang) Ada sebagian pendapat yang mengatakan ,kuncen yang sekarang sebagian kokolot menjelaskan , belum ada kuncen yang cocok dan pas untuk menggantikan kuncen sebelumnya, oleh karena itu di bentuk lah wakil 7 kuncen untuk mengisi kekosongan pemegang juru kunci bumi dan makom adat sebelum kuncen yang benar benar ber hak ada . Namun pada kenyataannya, ketika kami di lapangan kami berhadapan langsung dengan kuncen yang ketujuh ini dan segala tingkah laku kami harus sejalan dengan apa yang telah di tuturkan oleh kuncen ke 7 tersebut. Yang mana yang benar belum ada kepastian lebih lanjut karena ada beberapa perbedaan pendapat dalam masalah pengakuan kuncen ke 7 ini, oleh karena itu kami tetap memasukan nama kuncen tersebut ke urutan kuncen generasi ke 7 karena keberadaannya benar ada ketika hari upacara wuku tahun berlangsung. C. Kekuatan Hukum Tidak Tertulis Kampung Adat Cikondang Beberapa pantangan atau tabu yang berlaku di masyarakat kampung Cikondang, khususnya tabu saat pelaksanaan upacara adat Musiman, antara lain sebagai berikut 1. Melangkahi nasi tumpeng terutama untuk kegiatan upacara. Begitu juga konca, susudi, dan takir. ( Tiga jenis peralatan yang di gunakan sebagai alat mengalasi nasi dan makanan ringan khas adat) 2. Menendang duwegan, terutama duwegan untuk keperluan sajian (sajen), yang melanggar akan mendapatkan musibah. Pernah ada kejadian, si pelanggar mendapatkan musibah tabrakan yang membuat kakinya cacat seumur hidup. 3. Kelompok yang mencari daun pisang Manggala ke hutan untuk keperluan upacara adat tidak boleh memisahkan diri dari rombongan, jika dilakukan sexing kesasar walaupun sebelumnya telah mengetahui dan menguasai situasi dan kondisi hutan di daerahnya. 4. Pergi ke hutan pada hari Kamis. 5. Berselonjor kaki clad arah utara ke selatan. 6. Kencing tidak boleh mengarah ke selatan, harus ke utara. Ke arah barat dan timur kurang baik. 7. Menginjak parako; wadah atau alas hawu (perapian) sekaligus pemisah dengan bagian luar. 8. Menginjak bangbarung (bagian alas pintu). 9. Melakukan kegiatan di hari Jumat dan Sabtu, kecuali hari Sabtu untuk penetapan hari H upacara. 10. Acara menumbuk padi lulugu tidak boleh jatuh pada hari Selasa dan Jumat. Menumbuk padi lulugu harus dilakukan pada tanggal 13 Muharam, jika tanggal ini jatuh pada had tersebut, maka harus digeser pada hari berikutnya; artinya jika jatuh pada hari Selasa maka kegiatan dialihkan pada hari Rabu, begitu juga jika jatuh pada hari Jumat maka kegiatan dilakukan pada hari Sabtunya. 11. Rumah penduduk tidak boleh menghadap ke arah Bumi Adat, kecuali perumahan di seberang jalan desa. 12. Jarah atau berjiarah tidak boleh dilakukan pada hari Jumat dan Sabtu. 13. Wanita datang bulan (haid) dan yang sedang nifas tidak boleh masuk Bumi Adat. Jika ada keperluan yang berkaitan dengan Bumi Adat atau ingin menanyakan sesuatu kepada Anom, disediakan bale-bale di bagian depan Bumi Adat. 14. Di Bumi Adat dilarang ada barang pecah belah dan barang-barang elektronik (modern) seperti radio,listrik,dan televisi. 15. Bumi Adat tidak boleh memakai kaca, dan menambah dengan bangunan lain. 16. Makanan yang dimasak untuk keperluan upacara tidak boleh dicicipi terlebih dahulu. Bagi mereka ada anggapan bahwa makanan yang dicicipi sebelum upacara selesai, sama dengan menyediakan makanan basi. 17. Menginjak kayu bakar yang akan digunakan untuk bahan bakar hawu dalam pembuatan tumpeng lulugu. 18. Daun pisang Manggala yang dipetik dari hutan keramat tidak boleh jatuh ke tanah. 19. Mengambil bahan makanan yang tercecer dan dimasukkan kembali ke tempatnya. 20. Berkata kasar atau sompral. 21. Menyembelih ayam, selain ayam kampung. 22. Empat pesan dari kabuyutan: •Atap rumah tidak boleh menggunakan genting dan rumah harus menghadap ke utara. Maknanya : jangan lupa akan asal muasal kejadian bahwa manusia dari tanah dan mati akan menjadi tanah. Maksudnya jangan sampai menjadi manusia yang angkuh, sombong, dan takabur. •Jika ibadah haji harus menjadi haji yang mabrur yaitu haji yang mempunyai kemampuan baik lahir maupun batin. •Tidak boleh menjadi orang kaya. Maknanya : sebab menjadi orang kaya khawatir tidak mau bersyukur atas nikmat dari Tuhannya. •Tidak boleh menjadi pejabat di pemerintahan. Maknanya : takut menjadi pejabat yang tidak dapat mengayomi semua pihak. D. Tujuh Unsur Kebudayaan Kampung Adat Cikondang 1. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan Seluruh warga masyarakat Kampung Cikondang beragama Islam, namun dalam kehidupan sehari-harinya masih mempercayai adanya roh-roh para leluhur. Hal ini dituangkan dalam kepercayaan mereka yang menganggap para leluhurnya ngauban (melindungi) mereka setiap saat. Leluhur itu pula yang dipercaya dapat menyelamatkan mereka dari berbagai persoalan, sekaligus dapat mencegah marabahaya yang setiap saat selalu mengancam. Pada mulanya masyarakat cikondang memeluk agama hindu-budha , namun perkiraan pada tahun 1700 masehi, datang seorang utusan dari Cirebon untuk mengislamkan masyarakat cikondang, utusan ini datang memegang titah dari syeh syarif hidayatullah atau yang kita kenal sunan Gunung jati yaitu Syeh Muhammad Tunggal, Orang inilah yang mereka anggap sebagai penyebar agama islam di kampong adat cikondang ini yang sampai sekarang makomnya pun masih di keramatkan oleh warga dan keturunan-keturunannya . Namun ada juga yang beranggapan bahwa asal mula kepercayaan masyarakat cikondang adalah sunda wiwitan, yaitu menganmbil jalur ajaran Nabi ada, mereka mempercayai bahwa ada 5 kekuatan dalam kepercaiaan di bawah kekuatan Illahi , yaitu : Nabi Adam, Siti hawa , Babu Hawa ( kayu Cendana, menyan,Piwarangan, artinya dapat di suruh dalam niat baik atau buruk ) ,batu hajar aswat ( mereka beranggapan bahwa batu hajar aswat asal mulanya berwarna putih ( suci) namun karena di turunkan ke bumi atau alam pembuangan, maka batu hajar aswat pun berubah warnanya menjadi Hitam ), jati ngarang ( naga yang dengan panjang badannya di percaya saat ini bertugas mengelilingi bumi ,yang konon ekornya berada di mulut naga tersebut, artinya bumi ini di ikat oleh naga tersebut yang tiap tahunnya mengerutkan adan bumi. Mungkin dalam pergeseran susnan sejarahnya, bisa di gambarkan sebagai berikut : Berawal dari ajaran agama hindu-budha – Sunda Wiwitan- Islam . Leluhur utama mereka yang sangat dipuja adalah Eyang Pameget dan Eyang Istri, kedua eyang ini dipercaya masyarakat setempat sebagai salah satu wali yang bertugas menyebarkan agama Islam di kawasan Bandung Selatan, khususnya di kampung Cikondang. Di tempat inilah akhirnya kedua eyang ini mengakhiri hidupnya dengan tidak meninggalkan jejak; masyarakat setempat mempercayai bahwa kedua eyang ini “tilem”. Adat istiadat yang bertalian dengan leluhur misalnya kebiasaan mematuhi segala pantangan-pantangan (tabu) dan melaksanakan : upacara-upacara adat. Upacara adat tersebut pada hakekatnya merupakan komunikasi antara masyarakat dengan leluhurnya yang dianggap sangat berjasa kepada mereka yaitu sebagai orang yang membuka atau merintis pemukiman Cikondang. Dalam upacara tersebut warga menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada leluhurnya. 2. Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan Dalam keorganisasiannya , masyarakat cikondang mengenal beberapa pembagian tugas , karna masyarakat cikondang beranggapan bahwa mereka pada dasarnya hidup secara bersamaan , gitong royong , berdiri sama tinggi duduk sama rendah , (papak ) , seperti ibarat 5 jari tangan , yang bila dalam keorganisasian terlihat perbedaan namun dalam pelaksanaanya mereka bekerja secara bersama sama , ada tiga bagian : A. Kuncen Jabatan kuncen di Bumi Adat kampung Cikondang memiliki pola pengangkatan yang khas. Ada beberapa syarat untuk menjadi kuncen Bumi Adat, yaitu harus memiliki ikatan darah atau masih keturunan leluhur Bumi Adat. la harus laki-laki dan dipilih berdasarkan wangsit, artinya anak seorang kuncen yang meninggal tidak secara otomatis diangkat untuk menggantikan ayahnya. Dia Iayak dan patut diangkat menjadi kuncen jika telah menerima wangsit. Biasanya nominasi sang anak untuk menjadi kuncen akan sirna jika pola pikirnya tidak sesuai dengan hukum adat Ieluhurnya. Pergantian kuncen biasanya diawali dengan menghilangnya “cincin wulung” milik kuncen. Selanjutnya orang yang menemukannya dapat dipastikan menjadi ahli waris pengganti kuncen. Cnncin wulung dapat dikatakan sebagai mahkota bagi para kuncen di Bumi Adat kampung Cikondang. Kuncen yang telah terpilih, dalam kehidupan sehari-hari diharuskan mengenakan pakaian adat Sunda, Iengkap dengan iket (ikat kepala). Jabatan kuncen Bumi Adat mencakup pemangku adat, sesepuh masyarakat, dan pengantar bagi para pejiarah. Kuncen juga di bekali harta titipan uyang meski di jaga keasliannya oleh kiuncen kuncen terdahulu sebagai amanat dari leluhur mereka , adapun harta titippan yang di pertanggung jawabkan kepada kuncen diantaranya :Bumi Adatdan Tanah B. Tetua Adat/Sesepuh/Tokoh masyarakat Tetua adat ini berasal dari orang tua asli kampong cikondang, yang tau asal usul kampong adat cikondang , tugasnya interen atau kedalam , menjaga sejarah dan menjaga ke rukunan masyarakat , pergantiannya secara otomatis , biasanya masi ada keturunan darah dari leluhur adat cikondan dan memiliki pengetahuan yang lebih tentang asal mula, keadaan dan jalur peraturan adat kampong adat cikondang ini. C. Ketua Adat Ketua adat ini berasal dari kalangan pemerintah , jabatan tersebut di berikan oleh pemerintah sebagai penghubung Exteren , Bertugas menjaga kelestarian budaya adat , dan seperti tetua adat juga pada umumnya sama sama menjaga dan melestarikan budaya adat cikondang. Dan apa bila ada tamu dari kalangan pemerintah atau informasi dari pemerintah yang berkepentingan kepada inetern adat , biasanya melalui jalur informasi kepada ketua adat tersebut. 3.Sistem Pengetahuan System pengetahuan di kampong adat cikondang pada khususnya tidak jauh berbeda dengan system pengetahuan di masyarakat kita , yaitumelalui program formal , sekolah , dari jenjang TK-SMA terdapat di daerah ini , bahkan tidak jauh dari arah KP adat sekitar kurang lebih 500 m terdapat sekolah SMA ISLAM yang sudah berdiri hampir 10 tahun . hal ini menunjukan bahwa masyarakat cikondang dalam hal system pengetahuan sudah jauh berkembang mengikuti system pendidikan program pemerintah, bahkan ada sebagian masyarakat adat cikondan yang sudah mengenyam bangku perkuliahan, dan lulusan pertguruan tinggi . Meski pada awalnya system pendidikan di kampong adat cikondang ini di lakukan melalui system ceramah atau system piwuruk/tuntunan dari para kokolot atau sesepuh kampong dan para pemuka agama adat kepada anak anak adat yang di lakukan di bale musyawarah di sekitar lingkungan bumi adat, namun perkembangannya sangat pesat dalam dunia dunia pendidikan formal, hal ini di sebabkan karena letak wilayah kampong adat cikondang yang cukup dekat dengan jalur jalan raya , yang memudahkan masyarakat adat cikondang untuk mengikuti perkembangan masyarakat luar. 4.Bahasa Bahasa yang di gunakan masyarakat kampong adat cikondang dalam melakukan komunikasi sehari hari yaitu bahasa sunda . yang mereka anggap bahwa bahasa mengartikan cirri sabumi, sakampung sadesa, atau lebih dikenal dengan sisitem kekerabatan sadesa. Dalam memfilosofi bahasa, mereka beranggapanbahwa bahasa itu di tentukan dengan air , dan perbedaan dalam bahasa khususnya dalam logat bahasa (nyarita) itu tergantung dengan dari mana mata air yang mereka minum. 5.Kesenian Dalam bidang kesenian, masyarakat cikondang memliki cirri khas tersendiri baik dalam bentuk atau kegunaannya . Di antaranya kesenian music, masyarakat cikondang memiliki beberapa bentuk kesenian , diantaranya ; 1. KOROMONG : yaiutu berbentuk gamelan biasanya di gunakan dalam upacara penyambutan tamu adat atau tamu agung seperti presiden, gubernur ,bupati dll.. 2. TARAWANGSA : yaitu berbentuk kacapi parahu dan rebab, dua macam alat in I di gunakan secara bersama sama pada saat upacara Wuku Taun (acara puncak tepung taun tanggal 15 Muharram tahun Hijriyyah , dan juga biasa di lakukan pada saat upacara ampih pare kana leuit) 3. BELUK : Beluk ini berbentuk seni suara ,/ kawih, yang di ambil dari Pupuh 17. Dan semua unsure beluk ini mengacu pada pupuh 17 sbagai kawih cirri khas masyarakat sunda. 4. Aosan Ogin : yaitu berbentuk nasihat yang di nadakan , atau kalimat kalimatyang cara membacanya di kawihkan , aosan ogin ini biasanya berbentu papatah, dan sering di lakukan pada acara ngalahirken , sunnaatan dll .. Konon Ogin ini adalah nama seorang warga cikondang yang memiliki cirri khas seni pidato papatah dengan cara pembacaannya dikawihkan, sering mengasuh anak anak dengan memberikan nasihat ogin tersebut . 5. Pencak silat , batara karang : ini di pelajari sejak pada masa penjajahan belanda , dengan tujuan untuk menjaga diri dari penjajah yang sampai sekarang masih tetap di pertahankan . namun masyarakat cikondang meski sudah mempelajari ilmu tersebut , dilarang untuk sombong dalam penggunaanya , karna itu tadi di bela diri tersebut hanya boleh digunakan untuk bela diri sajah, dan pada masa sekarang hanya sebagai pertunjukan seni , karna hal tersebut masyarakat cikondang sangat memegang teguh aturan aturan yang sudah diterapkan oleh karuhun karuhun atau nenek moyang mereka . 6.Sistem Mata Pencaharian Hidup Pada dasarnya masyarakat adat cikondang bermata pencaharian bertani. Bertani ini dilakukan pada jenis bertani Huma, sawah dan berkebun . Huma di lakukan di atas serang /pare yang tidak di genangi air dengan kata lain pare garing, ini masi bertahan terutama masi di lakukan oleh kuncen sebagai yste usaha dalam menjaga keaslian kebudayaan dalam system bertani masyarakat kampong adat cikondang, dan ada pula sebagian masyarakat yang masi melakukan penanaman pare huma mengingat mereka menanam padi di atas bukit dengan ketinggian yang sulit untuk di aliri oleh saluran perairan. Sawah pada umumnya dilakukan masyarakat adat cikondang, sama seperti masyarakat bertani sawah lainnya, menggunakan pengairan seperti biasa dan pembibitan seperti para petani pare sawah pada umumnya. Perkebunan masyarakat cikondang sangat di dukung oleh cuaca alamnya yang cukup dingin karena letak geografisnya yang berada di kaki gunung dan perbukitan sehingga menghasilkan hasil perkebunan seperti ,cabe ,sayuran ,bawang dan lain-lain. Namun hasil perkebunan yang menjadi unggulan masyarakat adat cikondang adalah bawang merah , yang hasilnya sangat bartmutu dan terkenal di pasaran akan buahnya yang segar. 7.Sistem Tekhnologi dan Peralatan Dalam system tekhnologi, masyarakat cikondang sangat merasakan perkembangan di masa yang serba modern ini, contohnya pada system bertani, masyarakat cikondang sudah banyak yang menggunakan traktor dalam membajak sawah dan penggilingan dalam proses mengolah pare atau padi menjadi beras. Namun, dalam hal ini, khususnya di kampung adat cikondang masih setia menggunakan lisung dalam mengolah hasil panen padi menjadi beras, proses tersebut masih dilakukan masyarakat adat cikondang dalam peringatan wuku tahun atau tepung tahun yang di laksanakan pada tanggal satu muharram sebagai nutu bubuka atau nutu kahiji dan pada tanggal 12 muharram sebagai nutu panutup atau penutupan nutu, proses ini hanya dilakukan oleh kaum wanita, dan persyaratannya pun kaum wanita yang melaksanakan proses penutuan harus mempunyai wudlu dan bersih dari hadas kecil dan besar yang di ketuai oleh seorang wanita tua yang sudah tidak mengalami proses menstruasi. Kemajuan tekhnologi di kampung adat cikondang memang sudah cukup modern, artinya sudah dapat mengkuti proses kemajuan IPTEK, sesuai yang terjadi di masyarakat luas pada umumnya. Seperti dalam penggunaan peralatan lainnya, ystem pelistrikan sudah banyak dinikmati oleh sebagian besar masyarakat cikondang, sehingga dalam penggunaan peralatan pun, baik itu dalam peralatan individu, rumah tangga ystem bermasyarakat dan yang lainnya, masyarakat kampung adat cikondang sudah cukup jauh menggunakan peralatan bertekhnologi. D. UPACARA WUKU TAHUN Wuku Tahun asal kata tanggal tahun, perpindahan dari tahun dal ke tahun be 1432 H. Dengan istilah lain yang sering di gunakan di kampung adat lainnya di kawasan jawa barat yaitu, istilah seren tahun, mapag tahun, ampih pare kapayun majarsa deui. Warisan leluhur selaku masyarakat huma nomaden agraris, budidaya makanan pokok padi di ladang kering dan ladang berair atau sawah. Atas rasa hormat terhadap keluhuran budisss, nama padi disebut dewi sri alias pare, ada tiga jenis padi yang di kenal masyarakat adat cikondang yaitu , padi huma di ladang , padi racik dan padi ladang disawah. Sejak kuncen pertama ( Juru Kunci keramat Cikondang) Ma empuh dari abad ke 17 masehi , upacara wuku tahun sudah dilaksanakan, dengan catatan panjang tidak boleh di potong , pendek tidak boleh disambung , yang artinya seadanya upacara dilakukan secara turun temurun dan dilakukan pelaksanannya menurut pada tatacara yang sudah dilakukan oleh leluhur mereka yang sudah terdahulu. Manifestasi sebagai ungkapan rasa syuur kepada ALLAH S.w.T, atas hasil panen padi di ladang yang telah di petik hasilnya, dengan isi berbagai harapan yang diantaranya memohon agar hasil panen kedepan atau berikutnya lebih meningkat penghasilanya. Wuku Tahun yang sekarang maryupakan ulang tahun yang ke 310, selama tiga abad telah dilaluinya dan masih tetap di pertahankan keasliannya. Pelaksanaan proses kegiatan wuku tahun ini di mulai pada jam 18.00 tepatnya pada waktu ba’da maghrib menjelang tanggal 1 muharram dengan prosesi pelaksanaan Nyawen di muara cilaki ujung barat batas desa lamajang , sebelah timur di subdas cisangkuy, dengan istilah kisunda . mipit amit ngala bebeja , beware aya maksud Ngagelar wuku tahun nu diseja kepada arwah leluhur desa lamajang . Pada tanggalk 1 Muharram melaksanakan penumbukan padi yang pertama , istilah sunda Nutu kahiji, yang di lakukan oleh pinisepuh ibu ibu bertempat di lisung lulugu sebelah barat rumah adat, untuk aneka makanan ringan bahan dari padi pulut. Pada tanggal 12 muharram di lanjutkan dengan dengan penumbukan padi lulugu, berbentuk padi gedengan hasil darimladang, padi gedengan hasuil dari sawah termasuk nasi pulut untuk keperluan nasi tumpeng segi tiga, jumlahnya tiga nasi tumpeng syarat untuk upacara sacral spiritual wuku tahun. Dan masih pada tangal 12 Muharram , kaum bapa atau laki laki melaksanakan kegiatan ngala daun yang di gelar di kawasan gunung tilu , daun berupa daun pisang yang kegunaanya untuk membuat takir, dan sebagainya yang digunakan sebagai alat atau wadah tumpeng dan beberapa jenis makanan pada hari H wu tahun di gelar. Sebelum pelaksanaan , para kaum bapa berkumpul di rumah adat , pagi pagi tepatnya pada pukul 06.00 melaksanakan makan bersama sebelumm keberangkatan ke kawasan Gunung tilu , sebelum prosesi ngala daun di gelar , salah seorang sesepuh melaksanakan ritual susuguh , yang di khusukan kepada arwah leluhur yang di percaya ngagegeh kawasan gunung tilu yang di kenal dengan nama Abah Kulisi, sebagai mantra atau penjaga gung=ung tilu, Konon katanya bah Kulisi ini di percaya telah banyak membantu masyarakat cikondang dalam masalah pengairan dan pelkestarian hutan pada zamannya masih hidup , bentuk ritual ini sebagai bentuk rasa penghirmatan dengan memanjatkan sejumlah doa untuk kesejahteraan arwah para leluhur mereka , ritual ini di lakukakn dengan menggelar penunutan kemnyen , rokok dan daun kawung ,yang selanjutnya prosesi nghala daun siap di gelar di kawasan gunung tilu . Pada acara puncak , tepatnya pada tanggal 15 Muharram , puncak acara wuku tahun di laksanakan , dengan catatan tidak ada kepanitiaan , cukup di pimpin oleh seorang kuncen sebagai resi , pinisepuh barisan olot selaku saksi umum , pinisepuh barisan olot ibu ibu selaku pendamping pi ibuan , berdasar pada istilah Tri Tangtu , resi , rama Ibu . disini terlihat jelas kebudayaan asli kampong adat cikondang yang menjadi kebanggan masyarakat setempat, yakni Gotong Royong , silih asah , silih asih , silih asuh . dengan dasar tersebut , masyarakat cikondang dalam system pekerjaan nya saling membantu akan satu sama lain , menjalankan tugasnya atas dorongan kesadaraan yang sangat besar dari tiap dirinya masing masing , tanpa pamrih. Meski tanpa titah atau perintah , mereka siap memegang \dan menjalankan tugasnya sesuai dengan perannya masing masing , itu lah yang mengakibatkan dan menghasilkan acara wuku tahun dapat di laksanakan dengan baik secara bersama sama . istilah sunda “ Rugi sathak, bati sanak” biarkan rugi akan harta Karena pekerjaan yang tidak mendapatkan upah , yang penting dengan apa yang dilakukannya dapat menambah dan mempererat tali silaturahmi dalam jalinan persaudaraan . sungguh suatu sitem kaearifan local yang patut di tiru dan di kembangkan sebagai cirri khas budaya kita , yang sepertinya pada saat ini sudah mulai pudar keberadaanya , PR untuk kita dalam mempertahankan kearifan local yang mulia ini . Upacara , dim mulai tepatnya pada pukul 07.00 pagi dengan acara pemotongan ayam yang berbeda warna dilakukan oleh kuncen sebagai syarat dan cirri acara wuku tahun akan segera di mulai , di iringi denga pemotongan seratus ayam yang di dapat dari hasil ternak warga dengan suka rela member sebagai kegiatan bela dan keikut sertaan syukuran masyarakat akan hasil mternaknya. Dilanjutkan dengan acara membagikan bahan menytah untuk pembuatan tumpeng ,kepada setiap rumah yang berada di lingkungan kampong adat , berupa Beras, suluh (untuk pengapian), daging ayam mentah hasil potongan dan bahan bahan mentah lainnya . sesudah selesai proses pemasakan tumpeng di rimah warga , bahan yang sudah matang dan jadi di ambil kembali dan di kumpulkan di pendopo bumi adat ( bale tempat biasa diadakannnya musyawarah masyarakat ) untuk selanjutnya dilakukan pengaturan pambagian alokasi makanan ke tiap tiap rumah warga , satu tumpeng di bagi 4 dan lengkap dengan isi lauk pauk dan makanan ringan khas cikondang . Selanjutnya bagi masyarakat yang mengikuti upacara di tempat dilaksanakan kumpulan bersama , tepatnya pada pukul 13.00 puncak acara di mulai. Tugas kuncen melaksaksanakan ijaban sacral dan hidmat , selesaim ijaban langsung di sambut pinisepun adat dengan membacakan doa adat khusu wuku tahun , selesai berdoa langsung di gelar acara makan makan bersama nasi tumpeng di iringi dengan ccuci mulut rujak simanis madu ( Sejenis Rujak campuran yang rasanya sangat manis , khas kampong adat cikondang) sebagai cirri pucara wuku tahun selesai di laksanakan. Melalui acara spiritual wuku tahun yang hidmat penuh tungtunan dan filosofis yang bernilai tinggi , menyadarkan komunitas masyarakat adat akan berbudaya , agar berbudu luhur, berkreatifitas tinggi dan berdaya hasil guna kehidupannya untuk kehifdupan banyak. Menyimak dari ijaban kuncen, bahwa Hutan , tanah, dan air adalah sumberdaya alam yang sangat bermnanfaat tinggi bagi kehidupan dan patut di lindungi serta dim lestarikan oleh kita selaku manusia yang sudah banyak mengambil manfaat dari bagian alam tersebut. Sudah tentu manusia harus dapat mensyukuri kenikmatannya sebagai anugrah dari Yang Maha Kuasa. E. Makna Pkaian Bagi Masyarakat Adat Cikindang. umumnya , masyarakat mengenakan pakaina yang tidak jauh berbeda dengan kita, Pada macam macam pakaian sudah dapat di temui dsana. Namun dalam memandang hal ini , masyarakat adat cikondanag memiliki penafsiran makna yang sangat khas , yakni sebagai berikut , : 1. Pakaian dalam berpakaian memakai baju putih dan celana hitam. Putih = yang mengandung arti Air / banyu = Ibun, Talaga, Walungan, Laut. Hitam = yang mengandung arti Bumi = Keusik, Batu, Taneuh, Leutak, jst. Merah = yang mengandung arti Api / Geni = Panon poe, Minyak Bumi, Gas, Kawah, jst. Kuning = yang mengandung arti Angin / Bayu = Halimun, Awan, Angin, Udara Baju berwana putih yang artinya adalah suci dan bersih pikiran, mengetahui akan baik dan tidak baik, juga antara bagus dan kurang bagus dalam makna kesehariannya. Celana hitam ( hideung ) : atinya hideng ( tanpa harus diperintah ) taat terhadap aturan ADAT,AGAMA,DARIGAMA (TRITANGTU ) 2. Iket Kepala Iket yaitu kain yang dipakai sebagai penutup kepala yang mengandung arti ikatan ( Beungkeutan ), sa-IKET-an, sa-Beungkeut-an, yang bentuk dasarnya adalah persegiempat ( wangun juru opat ) sa-Beungkeutan dalam kehidupan, sa-Iketan dalam kebijakan. Berfungsi sebagai penutup kepala secara fisik, namun arti lain adalah untuk menutup dan melindungi kepala ( mustika didalam mastaka ) secara batiniah. Dalam bentuk dasar iket yang persegi ( juru opat ) 4 sisi dan 1 bidang kotak pada tengahnya, dengan posisi diagonal, terkandung makna : 1. Opat kalima Pancer ( Api,Air,Tanah,Angin,dan Diri ) 2. 4 sahabat ( juru opat ) dan 5 adalah Rasulallah ( bagian tengahnya ) 3. 4 Madhab 4. Bentuk dasar Ka’bah. Ketika Iket dilipat menjadi segitiga ( juru 3 ) yang mengandung harti : 1. Tritangtu; Adat Istiadat, Agama, Kepemerintahan. berdasarkan KIRATA Tritangtu dari Kasepuhan Ilin Dasyah ( kira kira nyata) ADAT = Asal Diri Adam Turunan AGAMA = Aturan GAwe MAnusa DARIGAMA = Kepemerintahan; Pamenta cumponan,Parentah Lakonan, Panyaur Temonan. 2. Terdapat 3 Nur; Nur Allah,Nur Adam,Nur Muhammad. Untuk di Kampung Adat Cikondang, tidak ada penggolongan dalam motif atau corak iket,baik itu untuk Kucen, kepala Adat, sesepuh atau para penerus, bebas untuk memilih atau memakainya, dan tidak ada rupa iket khusus dalam pelaksanaannya. Bahkan terkadang mereka juga mendapatkannya dari pemberian para tamu yang datang,namun dalam pemakaian iket ini harus mengenal Wanci ( waktu ); 1. Peci digunakan Wanci masamoan (menghadapi) terhadap tamu ( umum ) 2. Iket digunakan Wanci masamoan (menghadapi) terhadap Adat : Seren taun, Mitembeyan Tandur, Mitembeyan dibuat, Hajat Solokan, Hajat Paralon,Hajat Lembur, dsb. Namun tidak menutup kemungkinan juga, ketika menghadapi tamu dalam pelaksanaanya menggunakan Iket .Dikampung Adat Cikondang, ketika ada ada hajat lembur, Iket dipakai dan tidak ada rupa Iket yang ditentukan dalam penerapannya. Iket dikampung Cikondang, atas sepengetahuan sesepuh Abah Ilin, beliau mengingat sejak Anom Idil ( Kuncen ke-3 ), iket dipakai oleh kuncen Kampung Adat dan tidak menutup kemungkinan sejak kuncen ke-1, Ma empuh ( Mama Sepuh ) kemudian MamaAkung, sudah menggunakan Iket dalam kesehariannya di Kampung Adat Cikondang ini. Rupa Iket atas sepengetahuan dari beliau ( Abah Ilin Dasyah ) dikenal ada 3 rupa IKET yaitu, Barangbang Semplak, Paros Jengkol, dan Kole Nyangsang. Arti yang lain ketika seseorang menggunakan Iket maka haruslah ber-elmu masagi, yang dulunya kurang baik maka sekarang haruslah lebih baik, dan ketika menginjak umur 40 tahun, disitulah segala hal yang telah kita lakukan harus beradaptasi dengan ilmu masagi/pasagi/ 4 sisi / juru opat, yang secara lahiriah adalah saatnya untuk berubah menjadi lebih baik, meninggalkan semua hal yang kurang baik. Iket bisa kepala menjadi satu kepalan, dan Iket juga mengepal alam dunya ( Kepala ), ketika kita menggunakan iket alam dunia kita yang berada dalam kepala akan tertutupi ( karungkup ). Demikaian mfilosofis pakaian dan iket yang di percaya memiliki makna tersendiri bagi masyarakat adat cikondang yang ternyata cukup memberikan gambaran secara lansung sebagai cermin dalam kehidupan kita sebagai mahluk yang berakal. F. Penemuan Masalah Dalam Penelitian Keanekaragaman memang suatu cirri khas dalam kehidupan bermasyarakat, perbedaan adalah hal yang sangat wajar dijumpai dari setiap individu manusia, itu lah kenapa manusia diktegurikan sebagai makhluk paling unik karena itu tadi,di ciptakan tanpa ada satu pun yang sama dengan kata lain selalu saja ada perbedaan, baik itu dari bentuk fisik,nasib,kehidupan sampai ke pemikiran terhadap sesuatupun ada saja perbedaannya, sangat unik sekali. pendapat serta perbedaan pandangan suatu pemahaman selalu terjadi dalam aktifitas kehidupan bermasyarakat. Namun bukan berarti suatu perbedaan itu menjadi jurang pemisah bagi kita untuk dapat terus berlari demi mencapai suatu tujuan, tujuan dalam hidup bermasyarakat yaitu hidup rukun, damai seiringan dan saling menghargai, justru bisakah kita menjadikan suatu perbedaan ini sebagai suatu sumberdaya yang sangat efektif untuk dapat membangun suatu kemajuan dalam hidup bermasyarakat. Dalam suatu istilah diterangkan “apabila dalam suatu forum semua berfikiran sama, maka dalam forum itu tidak ada yang berfikir lebih keras”, artinya , kalo saja kita memiliki jalan pemikiran yang sama dalam memandang suatu masalah , maka diantara kita tidak terdapat orang yang mau berfikir lebih keras lagi, namun untuk itu juga perlu adanya etika etika yang perlu di terapkan dalam mengutarakan sebuah pemikiran agar dimana ditemukan suatu perbedaan terhindar dari suatu pertengkaran atau perselisihan. Bukan suatu mimpi tentunya untuk bias menjalani hidup bermasyarakat secara harmonis , namun untuk kitu juga perlu adanya dorongan kesadaran dari tiap tiap individu dalam memandang hak , martabat dan kedudukan seseorang sebagai manusia yang patut di perlakukan sebagai manusia.mengedepankan persamaan dengan membahas perbedaan untuk dapat diatasi secara musyawarah , adalah hal yang perlu untuk menjalin komunikasi dan sosialisasi agar tidak terjadi kesalahfahaman akan suatu perbedaan tersebut,sehingga di Diharapkan dengan saling menghargai kehidupan dalam bermasyarakat dapat berjalan dengan damai dan sejahtera, bukankah perbedaan itu suatu rahmat ..??. Menyimak penuturan diatas, peneliti ingin menjabarkan suatu permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat , khusunya di masyarakat adat cikondang. Bukan hal yang salah, namun disini juga perlu adanya penyelesaian agar permasalahan tidak meruncing dan menimbulkan perpecahan, bagaimana tindakan kita dengan mewujudkan rasa simpati kita terhadap permasalahan ini menyangkut dengan masalah kebudayaan adat, baik itu dalam ruang lingkup hubungan atau tatacara ritual upacara adat yang memang mengundan kontropersi dari sebagian pihak. Untuk lebih jelas , terdapat beberapa permasalahan yang memang perlu adanya suatu penyelesaian, diantaranya : Keberadaan kuncen Penolakan dari pihak agamawan terhadap prose ritual ngaruang ( penguburan kepala kambing sebagai bentuk susuguh terhadap arwah leluhur) yang di lakukan dalam hajat solokan. Dua hal ini sangat berperan dalam menjalin hubungan dan ketahanan adat cikindang , perlu adanya pondasi yang kuat dari masyarakatnya sendiri agar terhindar dari perpecahan dan tetap dapat menjaga keutuhan nilai nilai adat secara bersama sama. Kedua hal diatas menjadi pusat perbedaan pandangan dari berbagai pihak, diantaranya : Keberadaan kuncen Dalam suatu organisasi , tentunya tak dapat di pisahkan dari sebuah kepemimpinan dan peran , yaitu pemerintah , bahkan Negara sebagai tingkatan organisasi tertinggi pun memiliki presiden untuk dapat memimpin jalan nya roda organisasi Negara ini, begitu pun dengan adat, khususnya kampong adat cikondang, mereka pun memiliki seorang pemimpin untuk dapat terus mempertahankan dan memimpin jalannya roda organisasi adat tersebut, berbentuk sebuah Negara kecil yang mana didalamnya terdapat sebuah system kepemimpinan, sebagai aparat pemerintah di kampung adat yang menggerakan roda organisasi adat tersebut. Mereka memiliki seorang kuncen yang sudah mereka anggap sebagai pemerintah di Negara kecilnya (kampung adat), kuncen sangat berperan dalam pergerakan adat mereka, dan dipercaya dapat membawa arah adat mereka kearah yang lebih baik, bagi mereka. Dalam hal ini, tentunya kita dapat melihat peran dan fungsi jabatan tersebut dalam system organisasi masyarakat adat . kuncen bagi masyarakat adat adat, ibarat badan Eksekutif yang setidaknya berkuasa penuh atas aturan dan wilayah bagi keturunan dan masyarakat adat setempat. Kuncen dalam melaksanakan tugasnya, memegang tegug ajaran nenek moyang yang masih di akui oleh masyarakat adat, segala hal yang menjadi titah dan aturan, terus melekat secara kejiwaan sehingga menyatu dalam tata cara kehidupan masyarakat adat. kuncan adalah seorah presiden yang mereka anggap sebagai pemimpin di adatnya, mungkin sejamannya tidak ada yang namanya kampung adat cikondang atau kampung adat badui, karena apa?, karena mungkin pada jamannya kampung mereka lebih maju dari kampung kampung yang lainnya, namun karena kemajuan tekhnologi, masuknya budaya asing, dan globalisasi, masyarakat lain terpengaruh sementara mereka, tetap memperhan kan adatnya, kukuh dengan pegangan mereka , akan budayanya sendiri mereka tetap bertahan pada adatnya. Atau apa karena sarana transformasi dan dan peralatan yang tidak temadai mereka menjadi bagian masyarakat yang kurang ngeh terhadap hal tersebut sehingga mereka di bilang terbelakang . apa ada yang salah ? kalo ada masalah pasti ada jalan keluarnya, smoga akita dapat bekerjasama dalam mendukung peran yang benar dalam menentukan siapa jati diri kita dan dari mana kita di lihat dari muasal peradaban bangsa kita sendiri . Kuncen adalah jabatan sesorang yang di percayakan untuk memegang pancen (amanat) dari leluhur mereka terdahulu, kuncen memiliki hak untuk merintah dan mendapatkan fasilitas rumah , kebun dll sebagai rumah tugas yang sudah diatur dalam hukum adat mereka sendiri yang sudah menjadi suatu ketetntuan Undang-Undang adat mereka. Kuncen di pilih melalui musyawarah dengan syarat utama keturunan dari kuncen kuncen terdahulu, dan di ambil dari garis keturunan ayah atau laki laki, di angkat secara musyawarah dengan di hadiri leh para kokolot atau sesepuh kampung sebagai saksi penobatan kursi kuncen, itulah sekilas pengangkatan kuncen di kampung adat cikondang. Namun, seiring waktu berjalan, ada beberapa hal yang memang menjadi petanyaan , ada yang mengatakan bahwa kuncen di kampung adat cikondang ini belum ada , dan ada 7 kuncen sebagai penggantinya di karnakan belum adanya keturunan asli para kuncen terdahulu yang siap untuk diangkat. Namun ketika datang ke rumah adat , sebagian orang dsana memberitahu kami sebelum masuk ke area rumah adat kami harus menemui dahulu abah kuncen untuk meminta izin dan menyampaikan maksud dari kedatangan kami ke rumah adat tersebut, ada dua perbedaan yang kami dapat disini yaitu menyangkut pada pengakuan kekuncenan yang berbeda faham. Memang benar, ketentuan yang berlaku , bila ada pengunjung yang akan memasuki wilayah bumi adat, maka harus mendapatkan dahulu rekomendasi atau izin dari kuncen meskipun hanya berebntuk lisan dan pengakuan, bila di gambarkan maka akan terlihat seperti dibawah ini ,: ( Diatas terlihat bahwa statistik prosedur masuk ke bumi adat tergambar dari urutan , pengunjung datang ke ketua adat (perwakilan pemerintah),Kokolot adat (perwakilan pemerintah dan adat dalam), kuncen (perwakilan adat dalam). Namun pengalaman kami ketika disana kami tidak mengetahui keberadaan kuncen tersebut karna sebagian kokolot yang menyambut kami tak pernah megutarakan tetntang keberadaan kuncen tersebut, tenetu saja hal ini membuat kami cukup heran. Setelah lebih jauh kami teludsuri ternyata ada suatu masalah interen yang cukup sensitive bila di uraikan ( terlampir dalam rekaman audio dan audio visual hasil wawancara), namun intinya , ada keetidak harmonisan antara kokolot adat dengan kuncen adat, yang mana hal ini perlu diluruskan agar tidak meruncing dampaknya kepermukaan, yang akibatnya cukup buruk untuk kelestarian budaya adat tersebut. Penolakan dari pihak agamawan terhadap prose ritual ngaruang hulu domba ( penguburan kepala kambing sebagai bentuk susuguh terhadap arwah leluhur) sebagai salah satu syarat upacara adat. Adat adalah adat, agama adalah agama, itu penuturan sebagian banyak pendapat tentang pemikiran mereka terhadap kedua hal tersebut. Adat dan agama berbeda , namun meskipun demikian , apa lantas karena perbedaan tersebut adat dan agama selalu bertolak belakang ? apakah tidak mungkin kedua hal tersebut bisa seiring sejalan dalam menjalani fisik kehidupan ? kalo jawabannya tidak , kenapa kehidupan budaya asing yang sangat jelas jelas bertolak belakang dengan agama mudah diterima dan masuk kedalam masyarakat , sementara adat budaya sendiri sulit untuk dapat diterima dan bernegoisasi dengan aturan aturan agama agar bisa diterima oleh dan tetap hidup di dalam masyarakat ? hal ini yang perlu dibenahi, bagaimana caranya agar adat dapat seiring dengan syariat syariat agama agar adat dapat tetap bertahan di masyarakat , karena ini sangat berpengaruh terhadap ketauhidan mengingat mayoritas masyarakat Indonesia khususnya sunda memeluk agama islam. Penuturan diatas menggambarkan bahwa , ada beberapa tata cara adat yang memang menurut agama itu menyimpang dari ajaran, salah satunya adalah proses ngaruang huli domba ( mengubur kepala kambing ) sebagai bentuk rasa syukur yang di tujukan kepada roh nenek moyang mereka pada waktu acara hajat solokan (salah satu upacara adat masyarakat adat cikondang). Pihak agamawan menanggapi hal ini sebagai salah satu sifat musyrik, menyekutukan ALLAH, karena tidak ada aturan seperti itu dalam agama. Namun pihak adat beranggapan bahwa hal tersebut dilakukan hanya berdasar pada rasa syukur yang ditujukan kepada roh nenek moyang mereka yang mereka agung-agungkan dengan meruang kepala kernau sebagai bentuk pengorbanan dan persembahan mereka. Namun begitu[un pihak agama tidak bermnaksud menghilangkat adat budayanya, hanya saja meluruskan hal hal yang menyimpangnya saja agar tidak bertabrakan dengan syariat agama, contoh dengan mengganti ritual ngaruang menjadi menanam seribu pohon, mereka fikir hal ini lebih bermanfaat dan sejalan dengan aturan agama. Namun apa semudah itu merubah suatu kebiasaan yang sudah hidup berabad abad di tengah masyarakat adat dengan kebiasaan yang baru, tentu tidak dan oleh karena itu untuk hal ini perlu adanya sosialisasi untuk mencoba mancari jalan keluar agar permasalahan ini bisa di luruskan dan saling menyepakati di antara kedua belah pihak.Bagaimana penyelesaiannya agar hal ini dapat diselesaikan dengan baik, dan tidak menimbulkan perpecahan antara kedua pihak,ini PR bagi kita bila kita berfikir untuk memajukan adat budaya kita. Yang mungkin tentunya masih banyak lagi hal hal yang perlu adanya suatu perbaikan untuk mencapai sebuah tujuan baik itu individu ataupun bersama,karena masalah , selalu ada dalam setiap aspek kehidupan yang memerlukan pemecahan secara baik. Tentunya dengan banyak belajar dan melihat situasi kita dapat selalu menghadapi problema hidup kita dengan baik. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Kebudayaan adalah awal dari terwujudnya suatu peradaban, dan peradaban adalah symbol dari suatu keluhuran wibawa sebuah bangsa. Di masa globalisasi yang serba modern ini, ternyata masih ada suatu kumpulan masyarakat di daerah yang cukup potensial maju, tetap mempertahankan adat istiadat kebuyaan aslinya, tentunya saja hal ini bukan mudah bagi mereka , karena semakin waktu berjalan akan semakin hebat pukulan moderenisasi menhantam arus kehidupan kita, contohnya kita masyarakat sunda yang hidup di tengah kota sanggup terpengaruh oleh kemajuan jaman yang datangnya dari arah barat tanpa bisa melihat dari mana kita dan mana budaya kehidupan kita yang sebenarnya, seakan saja semua tertutup oleh awan kemufikan tentang cerminan asal kita sementara mereka masih tetap kukluh mempertahankan nilai-nilai budayanya dengan harapan dapat bersaing dengan budaya lain. Wujud-wujud kebuyaan masi Nampak dasana ,mulai dari pemikiran, tingkah laku dan karya benda , masih tetap dipertahankan meskipun sedikit sulit bagi mereka untuk dapat mengembangkannya. Meskipun terdapat berbagai permasalahan seperti masalah-masalah diatas yang semoga saja tidak membuat ancaman bagi kelangsungan nilai nilai kebudayaan tersebut, malah dengan perbedaan itulah dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk membangun pemikiran dan kreatifitas yang tinggi dalam hal proses pembangunan kebudayaan. Dan dengan demikian , meskipun terdapat nernagai permasalahan , namun keaslian adat budaya khususnya kebudayaan kampung adat cikindang sampai saat ini masih tetetap bertahan dan dalam proses kemajuan. Mudah-mudahan kebudayaan adat tersebut dapat terus berkembang kearah yang lebih baik. Jauh dari kesempurnaan tentunya Laporan hasil Penelitian ini kami buat,kekurangan dan kekhilafan menjadi bagian dari hasil usaha kami. namun demukian kami tetap berharap mudah-mudahan kecilnya hal yang kami lakukan ini dapat bermanfaat bagi kami terutama dan mudah-mudahan bagi kelestarian buya Indonesia. Kesempurnaa hanya milik ALLAH semata dan kami manusia hanya sekedar berusaha untuk dapat melakukan yang terbaik. B. Saran Hal yang sangat menggembirakan bagi kami saat ternyata masih ada sekumpulan masyarakat yang masih bertahan dan memegang tegug keluhuran budaya adat mereka sendiri, yaitu tepatnya oleh masyarakat kampung adat cikondang yang terletak di daerah pangalengan kabupaten bandung. Darisana kita dapat kembali banyak menggali tentang cerminan kehidupan bangsa kita cirri dan kebiasaan masyarakat kita asli yaitu “silih asah silih asih silih asuh” atau dengan kata lain gotongroyong.sangat bersyukur ketika nilai-nilai budaya masih berjalan disana, Nampak keaslian tatacara kehidupan yang teratur dan hidup dengan damai. “Rugi Sathak, Bati sanak”, artinya lebih baik rugi dengan materi asalal subur dengan kekerabatan, itulah keindahan system social yang selalu menghiasi keindahan budaya kita. Memang cukup sulit ditemukan untuk saat ini karena sudah hampir sepenuhnya system kehidupan masyarakat kita sudah beralih ke system upah, jaman yang semakin maju, atau kita yang tak mampu mempertahankan dan memajukan kebiasaan kita sendiri sehingga semuanya hampir 100% berganti. Dan inilah yang perlu kita benahi bagaimana caranya agar keluhuran budaya ita dapat tetap Berjaya di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Perlu adanya partisipasi diantara berbagai pihak agar pelestarian nilai-nilai kebnudayaan kita dapat senantiasa berkembang dan bersaing dengan budaya-budaya masyarakat lain. C. Rekomendasi Laporan Hasil Penelitian ini kami rekomendasikan untuk beberapa piha, diantaranya : Dekan FKIP ( Fakultas Keguruan Dan Pendidikan ) Universitas Suryakancana Cianjur, khususnya dalam masalah penelitian ilmu pengetahuan untuk dapat memberikan solusi yang lebih baik agar kegiatan penelitian dapat berkembang dan membangun intelektualitas mahasiswa agar berwawasan luas dan mandiri dalam menghadapi setiap permasalahan, berdasarkan pada tri dharma perguruan tinggi mahasiswa bisa lebih siap dalam menghadap perkembangan jaman pada masa globalisasi seperti saat ini. Dan kepada rekan rekan mahasiswa FKIP UNSUR cianjur agar lebih dapat menghargai nilai-nilai keluhuran budaya asli untuk ikut serta melestarikan dan membangun kembali kebudayaan kita yang hampir musnah di tengah pengaryh budaya asing. Cianjur Januari 2011 Penulis Pelindung : Pembina : Penasehat I Pembimbing I : Dr. TIM RISETOR (PENELITI) 1. Nama : Dani Andriana Tempat/Tanggal Lahir : Cianjur, 04 Oktober 1989 Jurusan/Tingkat : PKn / III A NPM : 01020201080181 Alamat : Kp. Ciseupan Rt. 04/01 Ds. Wangunjaya Kec. Cugenang Kab. Cianjur 2. Nama : Yuspanpan Jurusan/Tingkat : PKn / III C Tempat/Tanggal lahir : Cianjur, 27 Juni 1986 NPM : 01020201080290 Alamat : Kp. Gunung Bitung, Ds. Pananggapan Kec. Cibinong, Kab. Cianjur 3. Nama : R. Hasanudin Jurusan/Tingkat : PKn / III C Tempat/Tanggal lahir : Cianjur, 13 januari 1989 NPM : 01020201080279 Alamat : Kp. Pasir waru, RT 02/07 Ds. Mekarwangi Kec. Haurwangi Kab. Cianjur 4. Nama : Muhamad Iqbal Jurusan/Tingkat : PKn III C Tempat/Tanggal lahir : 04 januari 1990 NPM : 01020201080272 Alamat : Kp. Sukawarna II RT. 02/09 Ds. Sarampad Kec. Cugenang Kab. Cianjur KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T, Pencipta semesta alam yang telah memberikan taufiq dan Hidayah kepada orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada_Nya. Sahalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah terakhir yakni Nabi Besar Muhammad SAWyang telah membawa umatnya dari jalan yang gelap menuju alam yang terang menderang dan di ridhai oleh ALLAH S.W.T. Selanjutnya dalam penyusunanLaporan Hasil Penelitian ini, penulis banyak mengalami hambatan, baik dalam penulisan maupun dalam proses penelitian lapangan banyak sekali menhalami hambatan , namun dengan kesabaran, ketabahan dan ketekunan, serta bimbingan,dorongan dan petunjuk dari semua pihak, kami dapat menyelesaiakan penelitian dan laporan hasil penelitian ini. Mengingat akan besarnya bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, maka kami mengucapkanbanyak terimakasih yang tak terhingga kepada : 1. Bapak Drs. H. Iyep Chandra Hermawan, M.pd (Dekan FKIP UNSUR Cianjur) yang telah banyak memberikan dorongan, sehingga kegiatan penelitian dapat selesai kami laksanakan sampai pada penyusunan laporan hasil penelitian ini. 2. Drs. A.H.M Suganda, M.pd (Pembantu Dekan III FKIP UNSUR Cianjur) selaku Pembina umum bidang kemahasiswaan yang telah banyak membantu kami dan meluangkan waktunya untuk memberikan dukungan terhadap kegiatan penelitian sampai ke tahap penyusunan laporan hasil penelitian ini. 3. Ibu Dr. Hj. Ristiani, M.pd dan Bapak Drs. H. Munawwar Rois, M.pd yang telah banyak memberikan nasihat, masukan dan dorongan kepada kami dalam proses pelaksanaan penelitian sampai kepada tahap penyusunan laporan hasil penelitian ini. 4. H. Kohar Pradesa, S.pd. M,pd dan Bapak Banan Sarkosih, S.pd. Mpd yang telah banyak sekali meluangkan waktu, tenaga fikiran dan lainnya dengan memberikan bimbingan, mengarahkan, member petunjuk dan ikut berpartisipasi langsung untuk memberikan dukungan yang sangat terasa bermanfaat bagi kami dalam pelaksanaan penelitian sampai ketahap penyusunan laporan hasil penelitian ini. 5. Abah kuncen, para sesepuh kokolot kampung adat dan masyarakat kampung adat cikondang khususnya yang telah banyak memberikan informasi dan data yang kami butuhkan untuk kelangsungan penelitian, serta telah membuka tangan menerima kami untuk ikut serta langsung dalam proses kegiatan di lapangan. 6. Para Bapak/ Ibu Dosen yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada kami dan banyak membantu kami dalam penggalian jati diri sebagai mahasiswa yang harus aktif dan melek dalam kehidupan masyarakat sehingga kami memutuskan untuk melakukan sebuah penelitian sebagai bentuk aplikasi dari berbagai disiplin ilmu khususnya Ilmu Soaial.. 7. Rekan-rekam Mahasiswa Unsur cianjur khususnya Mahasiswa Fkip jurusan PKn yang telah banyak memberikan dorongan spirit dan partisipasi dalam proses penelitian kami dan banayak lagi pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan yang telah banyak membantu dalam proses penelitian sampai tahap penyusunan laporan hasil penelitian ini. Cianjur Januari 2011 DAFTAR ISI KATA BPENGANTAR………………………………………………………………… i DAFTAR ISI……………………………………………………………………………. ii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Identifikasi Masalah C. Perumusan dengan Pembatan Masalah D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian E. Metode dan Tekhnik Penelitian BAB II. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Geografis Wilayah Cikondang B. Sejarah Kampung Adat Cikondang C. Kekuatan Hukum Tidak Tertilis Adat Cikondang D. Tujuh Unsur Kebudayaan E. Makna Pakaian Bagi Masyarakat Adat Cikondang F. Penemuan Masalah BAB III. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran C. Rekomendasi