Sabtu, 17 November 2012

Antara Pendidikan dan Bisnis

BISNIS PENDIDIKAN, ETISKAH? Dani Andriana N, Cianjur, 23 Okt 2012 SECARA teoretis tidak bisa disangkal bahwa biaya pendidikan atau penyelengaraan pendidikan sangatlah tinggi. Asumsi ini paling tidak hidup di benak kalangan profesional dan para ahli pendidikan. Semakin tinggi biaya pendidikan, semakin tinggi kualitas pendidikan. Sepertinya asumsi ini perlu dipertanyakan ulang. Mungkin benar bahwa semakin tinggi biaya pendidikan semakin tinggi pula kualitas pendidikan, akan tetapi sulit dan mahalkah pendirian lembaga pendidikan? Pertanyaan itu pernah terlontar dalam sebuah obrolan sambil lalu yang tiba-tiba menjadi sangat serius. Seorang teman jebolan perguruan tinggi luar negeri menceritakan mahal dan rumitnya penyelenggaraan lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan tinggi. Yang lain mengungkap sejumlah sarat, prasarat, serta sarana yang mesti disediakan, secara teoretis tentunya. Pokoknya penyelenggaraan pendidikan tinggi bukan sesuatu yang bisa dilakukan sambil lalu. Di tengan pembicaraan yang serius tersebut, tiba-tiba salah seorang teman tertawa terbahak-bahak. Ia bilang bahwa mendirikan lembaga pendidikan itu murah dan mudah. Cukup mempunyai yayasan dan beberapa lokal kelas. Bahkah, bila membangun lokal kelas masih dianggap terlalu mahal dan tidak ada dananya, bisa nebeng (ngontrak, sewa) lokal kelas dari sekolah yang ada. Kurikulum dan tetek bengek konsep sistem pendidikan yang akan didirikan tinggal menjiplak dari lembaga pendidikan yang telah berdiri. Praktis, mudah dan murah! Tidak perlu survei atau studi kelayakan segala macam. Mendirikan TK, sekolah dasar, sekolah menengah maupun perguruan tinggi, sama saja. Perbedaannya tidak seberapa! Urusan kualitas? Siapa yang peduli dengan kualitas, toh orang hanya peduli dengan ijazah! Dari pada ijazah palsu, mendingan ijazah yang asli kalau pun dikeluarkan oleh lembaga pendidikan yang bangunannya ngontrak! Betulkah sedemikian murahnya mendirikan lembaga pendidikan? Ketika itu obrolan menjadi simpang-siur antara persolan penyelenggaraan lembaga pendidikan dengan bisnis pendidikan. Selama ini, wacana tentang bisnis pendidikan selalu dianggap tabu. Bahkan, tidak lama berselang, demo antibisnis pendidikan, bersamaan dengan itu media massa menyorot tajam persoalan tersebut yang didasarkan pada sejumlah indikasi. Yaitu tingginya biaya pendidikan yang disebabkan pengurangan subsidi pendidikan sebagai konsekuensi dari realisasi otonomi pendidikan. Kini, dengan diterapkannya kebijakan otonomi pendidikan, yang semakin diperkecil dan akhirnya ditiadakannya dana (subsidi) pendidikan, secara konsekuensional bisnis pendidikan menjadi isu yang mengemuka dengan sendirinya. Dengan kata lain, pergeseran lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial non-profit (nirlaba) menjadi lembaga yang mau tidak mau harus mempertimbangkan kemungkinan profit yang lebih besar. Bila tidak, ia akan mati dengan sendirinya, karena tidak bisa membiayai aktivitas pendidikannya. Persoalan ini, pada akhirnya bukan hanya berlaku bagi lembaga pendidikan swasta akan tetapi juga lembaga pendidikan negeri. Atau lebih tepatnya tidak ada lagi lemabaga pendiidkan (sekolah) negeri atau pun swasta. Bisnis pendidikan, persoalan itu yang kemudian mencuat ke permukaan. Etiskah bicara dan menyelenggarakan bisnis pendidikan dalam keterpurukan bangsa ini. Atau lebih substansial lagi, etiskah bicara dan menyelenggarakan bisnis pendidikan? Atau, apakah aktivitas penyelenggaraan pendidikan layak dianggap sebagai barang jasa yang memiliki nilai ekonomi tinggi? Bila pendirian lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh yayasan pendidikan dengan tanpa memiliki lembaga usaha yang menopang pembiayaan penyelenggaraan pendidikan tersebut, atau bahkan lembaga pendidikan itu sendirilah yang menjadi penopang dana yayasan tersebut, mana bisa kita menyebut bahwa dasar pendirian lembaga pendidikan bahkan pendirian yayasan tersebut sama sekali bersifat nirlaba, bukan bisnis. Dengan kata lain, lembaga pendidikan tersebut bukan didirikan dan diselenggarakan sebagai dimensi sosial dari suatu perusahaan besar, melainkan lembaga pendidikan itu merupakan perusahaan itu sendiri. Dengan kata lain, pendirian lembaga pendidikan benar-benar didasarkan pada orientasi bisnis. Lebih tegas lagi, boleh disebutkan bahwa ada kemungkinan pendirian yayasan pendidikan tidak lebih sekadar kedok untuk mendirikan bisnis pendidikan. Kedok etik dan menghindari besarnya pajak yang harus dikeluarkan. Ratusan ribu lebih lembaga pendidikan di Indonesia, dari mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi, namun berapa persenkah (bila ada) dari lembaga pendidikan itu didirikan sebagai “kerja” yayasan yang ditopang oleh perusahan besar? Katakan seperti funding (yayasan) yang didirikan oleh perusahaan raksasa. Maka wajar kalau pun ada, yayasan pendidikan yang benar-benar murni nirlaba, karena ia tidak memiliki sumber dana yang memadai, lembaga tersebut dengan terpaksa berjalan tertatih-tatih hidup dengan dana yang sangat minim dari SPP, atau sumbangan lain yang tidak tentu dan tidak seberapa. Yayasan pendidikan seperti ini terlahir dari keprihatinan komunitas kecil yang didorong karena tidak ada atau minimnya sekolah di daerahnya. Atau, keprihatinan terhadap sistem pendidikan nasional yang tergambar dari kurikulumnya, yang meraka anggap terlalu barat dan tidak memanusiakan. Yayasan seperti ini biasanya didirkan oleh komunitas majelis taklim atau pesantren yang berada daerah, atau kota-kota kecil. Bukan bisnis. Dengan demikian, kesadaran nilai penting dan vitalnya institusi dan sarana pendidikan bukan hanya sekadar disadari oleh masyarakat Indonesia, bahkan mereka ikut serta secara aktif menyelenggarakan lembaga pendidikan, yang kadang tanpa mempertimbangkan kelayakan dan standar “formal” pendidikan yang didirikannya. Hal tersebut bisa dimaklumi, karena pendirian lembaga pendidikan yang mereka lakukan lebih didasarkan pada kesadaran moral belaka, bukan didasarkan pada profesonalisme. Bila menjamurnya penyelenggaraan pendidikan yang didasarkan pada orientasi bisnis, apalagi kecenderungan tersebut diperkuat oleh adanya gerakan otonomi lembaga pendidikan di mana setiap lembaga pendidikan (termasuk lembaga pendidikan negeri) dituntut untuk menghidupi dan membiayai diri sendiri, maka bisnis di sektor pendidikan bukan lagi merupakan sesuatu yang mesti dianggap tabu dan tidak etis. Persoalannya bagaimana kode etik dan prinsip-prinsip bisnis di sektor pendidikan ini dirumuskan, sehingga tidak mengabaikan kualitas pendidikan. Bahkan, bagaimana logika bisnis sektor pendidikan ini dirumuskan di atas prinsip, penyelenggaraan pendidikan dengan biaya serendah-rendahnya dengan kualitas setinggi-tingginya, dan bukan sebaliknya. Secara umum pengelola lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan negeri yang tidak memiliki pengalaman mencari, mengolah dan mengelola dana secara mandiri, benar-benar kelimpungan. Di satu sisi mereka membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk bisa survive, di sisi lain mereka berhadapan dengan beban etik dan fakta bahwa mereka sama sekali tidak memiliki pengalaman bisnis dan memasarkan lembaga pendidikannya. Fenomena bisnis di sektor pendidikan pada akhirnya harus dilihat sebagai sebuah kemungkinan dan kesempatan yang positif, baik dari sisi praktis maupun sisi pengembangan khasanah teori-teori dan bidang ilmu pendidikan. Pada sisi praktis, bisnis ini memungkinkan lahirnya lapangan kerja yang profesional, baik pada bidang manajemen pendidikan, ekonomi pendidikan, pemasaran dan advertising dan lain sebagainya, serta akan meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk survive. Dan secara akademik lahirnya cabang ilmu pengatahuan yang baru, yang berkenaan dengan kepentingan praktis tersebut menjadi mutlak adanya. Dan untuk itu, diperlukan suatu kajian yang spesifik dalam bidang tersebut, dan bukan mustahil untuk didirikannya progran studi yang relevan. Dengan adanya komunitas profesional dalam bidang tersebut, maka lahirnya kecenderungan dan tuntutan bisnis atau wirausaha dalam sektor pendidikan sedikit banyaknya bisa dipertanggungjawabkan secara akademis dan profesional. Dengan demikian perguruan tinggi dan fakultas pendidikan memungkinkan untuk melebarkan sayapnya ke wilayah yang lebih luas. Bukan hanya berkisar pada persoalan proses, sarana dan metode pendidikan serta persoalan konvensional lainya, akan tetapi juga bisa berbicara pada wilayah yang lebih luas dan menjanjikan. Studi di fakultas atau perguruan tinggi bidang pendidikan bukan hanya sebatas untuk menjadi guru atau ahli dalam bidang pendidikan (dalam pengertian konvensional), akan tetapi juga menjadi ahli ekonomi, bisnis dan manajemen pendidikan yang memiliki peluang dan keahlian untuk membangun suatu industri pendidikan yang memiliki peluang ekonomi yang lebih menjanjikan. Civitas akademika sebuah lembaga pendidikan yang selama ini sering dipandang sebagai insan pengabdi (komunitas dan masyarakat Umar Bakri) yang dianggap berseberangan dengan kepentingan-kepentingan untuk meningkatkan taraf ekonomi yang layak, bukan mustahil mampu menyejajarkan dengan komunitas wirausahawan (pelaku bisnis). Dengan meningkatnya taraf hidup mereka, “barangkali” bisa diharapkan pengabdian dan profesionalisme Umar Bakri ini meningkat karena mereka bisa lebih concern dengan profesinya, tidak perlu mencari tambahan dari kiri dan kanan. Insya Allah.***

Selasa, 13 November 2012

MATERI PENGERTIAN KORUPSI

KORUPSI DANI ANDRIANA N KELAS X SMESTER 1 SMA NEGERI 2 CIANJUR PLP PKn 2011 KORUPSI Pengertian Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut: • perbuatan melawan hukum; • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya: • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); • penggelapan dalam jabatan; • pemerasan dalam jabatan; • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain. Kondisi yang mendukung munculnya korupsi • Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. • Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah • Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. • Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. • Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama". • Lemahnya ketertiban hukum. • Lemahnya profesi hukum. • Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. • Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. • Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum. • Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye". Dampak negatif Yang Ditimbulkan: DEMOKRASI Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. EKONOMI Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan. Kesejahteraan umum negara Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. Bentuk-bentuk penyalahgunaan Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan. Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan. Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan. Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan ttg korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut (disusun menurut abjad): Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, dan Swiss Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah (disusun menurut abjad): Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia,Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada) Sumbangan kampanye dan "uang lembek" Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi. Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis. Tuduhan korupsi sebagai alat politik Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka. Mengukur korupsi Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan. PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, pertanggung jawaban pidana pada perkara tindak pidana korupsi yaitu: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 2. Pegawai Negeri adalah meliputi : a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian; b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana; c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. 3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. PENJATUHAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut. Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi Pidana Mati Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu. Pidana Penjara Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36. Pidana Tambahan Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat (1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut: Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada orang lain. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding pengadilan. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor. Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; Perbuatan melawan hukum; Merugikan keuangan Negara atau perekonomian; Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. TUGAS DAN WEWENANG KPK Sesuai UU No. 30 Tahun 2002, KPK mempunyai tugas; 1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; 3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; 4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan 5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas koordinasi, KPK berwenang : 1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; 2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; 3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; 4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan 5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Dengan adanya Peran dan Kewenangan seperti tersebut diatas, KPK memiliki kekuasaan yang sangat luas terhadap pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini, tidak hanya meliputi Wewenang Represif tetapi Juga meliputi wewenang Prefentif. apakah dengan wewenang tersebut KPK dapat memaksimalkan geraknya dibanding lembaga Penyidik atau penyelidik yang lain, karena terlihat. institusi-institusi yang ada seakan-akan impoten dalam menindak tegas para koruptor? Ada berbagai analisa yang dikemukakan : Pertama, pembuktian kasus-kasus korupsi sangat sulit, karena itu diperlukan perubahan dalam sistem pembuktian dengan menerapkan asas pembuktian terbalik. Sekarang DPR dan Pemerintah sedang membahas. Kedua, ada yang mengemukakan mana mungkin sapu yang kotor bisa membersihkan lantai yang kotor. Artinya dengan aparat pemberantas korupsi yang tidak bersih sulit untuk menyapu bersih para koruptor. Karena itu aparat yang bersangkutan mesti dibersihkan terlebih dahulu. Membuat aparat menjadi bersih memang merupakan salah satu agenda yang harus dilakukan oleh pemerintah bila ingin berhasil membersihkan penyelenggaraan negara dari praktek-praktek KKN. Ketiga, adalah pendapat yang mengemukakan bahwa institusi yang ada sekarang tidak independen dari pengaruh kekuasaan dan pengaruh rezim lama yang koruptif. Karena itu perlu dibentuk suatu lembaga independen untuk memberantas korupsi atau memperkuat institusi yang sudah ada guna secara spesifik menjalankan fungsi dalam mandat memberantas korupsi secara tegas. Ternyata KPK juga mempunya hambatan yang cukup siknifikan untuk dicermati yaitu terletak dalam tumpang tindih kewenangan dengan institusi Kejaksaan dan Kepolisisan sebagai Lembaga Penyidik dan penyelidik di Negara ini terkait dengan problem psikologis dari pelimpahan kewenangan penyelidikan dan penyidikan yang dalam kasus tindak Pidana korupsi yang langsung dihendel KPK, dan juga kasus tersebut bukan mustahil dapat ditangani oleh lembaga kejaksaan yang dikhawatirkan akan terjadi perebutan “lahan basah” karena sudah menjadi rahasia umum saat kewenangan penyelidikan kasus tindak pidana korupsi dihendel oleh langsung kejaksaan dari pihak kepolisian dikarenakan pihak kepolisian, dirasakan tidak mampu menanganinya, yang dalam kasus tersebut terdapat keberatan dari Istitusi kepolisian, karena secara Politis dan financial Polisi akan terugikan jika kasus tindak pidana korupsi ini langsung di hendel oleh kejaksaan, Apakah hal tersebut juga akan teradi dalam Tumpang tindih kewenangan antara pihak institusi kejaksaan dengan KPK. Berdasarkan uraian diatas, disini akan penulis coba sampaikan sebagai solusi alternative agar tidak adanya kesan tumpang tindihnya antara lembaga KPK dengan lembaga penegak hukum lainnya, dimana seharusnya KPK dapat Menfokuskan diri untuk menyelesaikan permasalahan korupsi yang beda dengan institusi kejaksaan, karena disini KPK juga dibentuk secara Ad hoc semestinya KPK juga harus dapat memmanfaatkan kesempatan tersebut sebagai lembaga yang lebih Independent daripada Institusi kejaksaan, KPK harus menfokuskan diri untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi besar ( Mega Coruption ) semisal Korupsi BLBI atau korupsi yang dilakukan oleh Soeharto dan kroninya, yang hingga kini tidak ada kejelasan sama sekali, karena ditinjau dari kerugian yang ditimbulkan yang sangat besar. Sehingga disini KPK tidak terlihat hanya mengurusi kasus korupsi yang berkelas “teri” biarlah korupsi yang kecil ditangani pihak kejaksaan sedangkan KPK harus Mulai mengintai kasus mega coruption yang terjadi dinegeri ini sehingga ibarat mencabut rumput liar KPK sebagai alat yang paling utama harus dapat mencabut rumput tersebut dari akar terdalamnya tidak hanya mencabut daunnya saja, Syukur kalau KPK bisa sampai mengembangkan penyelidikannya sampai padai korupsi yang dilakukan dan disuplai oleh pihak luar negeri terutama perusahaan transnasional untuk menyuburkan korupsi dinegeri ini.

SISTEM PEMERINTAHAN

SISTEM PEMERINTAHAN XII/ SMESTER I DANI ANDRIANA N PLP PKN FKIP UNSUR CIANJUR 2011 SMA NEGERI 2 CIANJUR Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik. Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undanag-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem pemerintahan presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas mengenai sistem pemerintahan. I. Pengertian Sistem Pemerintahan Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti: a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara. c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia. Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabile semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial. a. Kabinet Presidensial Kabinet presidensial adalah suatu kabinet dimana pertanggungjawaban atas kebijaksanaan pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap jabatan sebagai perdana menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada perlemen/DPR melainkan kepada presiden. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet presidensial adalah Amarika Serikat dan Indonesia b. Kabinet Ministrial Kabinet ministrial adalah suatu kabinet yang dalam menjalankan kebijaksaan pemerintan, baik seorang menteri secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama seluruh anggota kebinet bertanggung jawab kepada parlemen/DPR. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet ini adalah negara-negara di Eropa Barat. Apabila dilihat dari cara pembentukannya, cabinet ministrial dapat dibagi menjadi dua, yaitu cabinet parlementer dan cabinet ekstraparlementer. Kabinet parlementer adalah suatu kabinet yang dibentuk dengan memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara yang ada didalam parlemen. Jika dilihat dari komposisi (susunan keanggotaannya), cabinet parlementer dibagi menjadi tiga, yaitu kabinet koalisi, kabinet nasional, dan kabinet partai. Kabinet Ekstraparlementer adalah kebinet yang pembentukannya tidak memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara serta keadaan dalam parlemen/DPR. II. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu: 1. sistem pemerintahan presidensial; 2. sistem pemerintahan parlementer. Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bhakan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia. Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan parlementer. Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut : 1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif. 2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen. 3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen. 4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet. 5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara. 6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer: • Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai. • Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas. • Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan. Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer : • Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen. • Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar. • Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen. • Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya. Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial. Ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut. 1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis. 2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif. 3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen. 4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer. 5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat. 6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen. Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial : • Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen. • Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun. • Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya. • Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri. Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial : • Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak. • Sistem pertanggungjawaban kurang jelas. • Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama. III. Pengaruh Sistem Pemerintahan Satu Negara Terhadap Negara-negara Lain Sistem pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh negara-negar lainnya. Contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial: Amerika Serikat, Filipina, Brasil, Mesir, dan Argentina. Dan contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan parlemen: Inggris, India, Malaysia, Jepang, dan Australia. Meskipun sama-sama menggunakan sistem presidensial atau parlementer, terdapat variasi-variasi disesuaikan dengan perkembangan ketatanegaraan negara yang bersangkutan. Misalnya, Indonesia yang menganut sistem pemerintahan presidensial tidak akan sama persis dengan sistem pemerintahan presidensial yang berjalan di Amerika Serikat. Bahkan, negara-negara tertentu memakai sistem campuran antara presidensial dan parlementer (mixed parliamentary presidential system). Contohnya, negara Prancis sekarang ini. Negara tersebut memiliki presiden sebagai kepala negara yang memiliki kekuasaan besar, tetapi juga terdapat perdana menteri yang diangkat oleh presiden untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari. Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu kegunaan penting sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan suatu negara menjadi dapat mengadakan perbandingan oleh negara lain. Suatu negara dapat mengadakan perbandingan sistem pemerintahan yang dijalankan dengan sistem pemerintahan yang dilaksakan negara lain. Negara-negara dapat mencari dan menemukan beberapa persamaan dan perbedaan antarsistem pemerintahan. Tujuan selanjutnya adalah negara dapat mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik dari sebelumnya setelah melakukan perbandingan dengan negara-negara lain. Mereka bisa pula mengadopsi sistem pemerintahan negara lain sebagai sistem pemerintahan negara yang bersangkutan. Para pejabat negara, politisi, dan para anggota parlemen negara sering mengadakan kunjungan ke luar negeri atau antarnegara. Mereka melakukan pengamatan, pengkajian, perbandingan sistem pemerintahan negara yang dikunjungi dengan sistem pemerintahan negaranya. Seusai kunjungan para anggota parlemen tersebut memiliki pengetahuan dan wawasan yang semakin luas untuk dapat mengembangkan sistem pemerintahan negaranya. Pembangunan sistem pemerintahan di Indonesia juga tidak lepas dari hasil mengadakan perbandingan sistem pemerintahan antarnegara. Sebagai negara dengan sistem presidensial, Indonesia banyak mengadopsi praktik-praktik pemerintahan di Amerika Serikat. Misalnya, pemilihan presiden langsung dan mekanisme cheks and balance. Konvensi Partai Golkar menjelang pemilu tahun 2004 juga mencontoh praktik konvensi di Amerika Serikat. Namun, tidak semua praktik pemerintahan di Indonesia bersifat tiruan semata dari sistem pemerintahan Amerika Serikat. Contohnya, Indonesia mengenal adanya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan di Amerika Serikat tidak ada lembaga semacam itu. Dengan demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau model yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem pemerintahan negara lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing telah mampu membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial dan parlementer seara ideal. Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya disesuaikan dengan negara yang bersangkutan. IV. Sistem Pemerintahan Indonesia a. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen. Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut. 1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). 2. Sistem Konstitusional. 3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat. 5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. 7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas. Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga kepresidenan. Hamper semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itui tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik dan pertentangan antarpejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya. Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi 1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif, 2. jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara. Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini. b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004. Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. 2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial. 3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan 2004-2009, presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket. 4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. 5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan. 6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya. Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsure-unsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut. 1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan megawasi presiden meskipun secara tidak langsung. 2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. 3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR. 4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran) Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran. Kesimpulan Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan dewan menteri. Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial dan ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengwasan langsung dari legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial. Dalam sistem pemerintahan negara republik, lebaga-lembaga negara itu berjalan sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Sistem pemerintahan suatu negara berbeda dengan sistem pemerintahan yang dijalankan di negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antarsistem pemerintahan negara itu. Misalnya, dua negara memiliki sistem pemerintahan yang sama. Perubahan pemerintah di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat perpindahan kekuasaan atau kepemimpinan dalam negara. Perubahan pemerintahan di Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu bermula dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi.

CONTOH PROPOSAL PENELITIAN POLKENHUK

PROPOSAL PENELITIAN DAN SEMINAR POLITIK KETATANEGARAAN DAN HUKUM PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR 2011 I. DASAR PEMIKIRAN Revolusi global yang kini telah merambah keseluruh lapisan elemen masyarakat, membuat mereka seakan ikut terhanyut dalam sebuah peradaban baru yang membuat mereka melupakan cara hidup mereka yang terdahulu. Seringkali memang perubahan dipandang sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat memang tidak bisa dipungkiri bahwa suatu perubahan dapat membawa kita kedalam suatu pribadi yang selalu dituntut untuk tanggap terhadap segala sesuatu yang terjadi disekitarnya. Itulah manusia modern, kata yang sudah lazim terdengar dari pandangan yang diimpikan semua orang. Padahal tanpa disadari perubahan itu terkadang menjerumuskan diri kita kedalam pribadi yang negative. Salah satu contoh terbesar adalah pola prilaku remaja. Remaja yang seharusnya menjadi tumpuan harapan bangsa, kini tengah terjerumus kedalam arogansi kehidupan. Mereka yang seharusnya di usia belianya dituntut untuk bisa berpikir positif dan kreatif, mengekspresikan diri untuk selalu bisa berkarya. namun apalah daya remaja sekarang tengah dihadapkan pada berbagai masalah yang kompleks dan dilematis yang dapat memporakporandakan jati diri mereka. Arus globalisasi memang terlalu deras sehingga membuat mereka terhanyut terlalu jauh, seharusnya di usia mereka yang sekarang ini, mereka bisa tampil unggul, dapat berdiri kokoh diatas tumpuan kedua kakinya. Namun kita semua sudah mengetahui dilema yang dihadapi remaja dewasa ini membuat mereka menjadi sosok yang lemah. Krisis moral yang kini telah melanda kehidupan remaja, berbuah dari tertanamnya pergaulan yang terlampau bebas, akibat dari kecenderungan bergaul dengan produk-produk abad 21. pernahkah kita sadari perubahan kedalam era serba canggih, membuat remaja menjadi seseorang yang cenderung individualistis. Menanggapi hal termaksud diatas, kami selaku Mahasiswa-Mahasiswi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Suryakancana Cianjur. Yang targabung dalam Kepanitiaan Pelaksanaan Penelitian Tingkat IV Jurusan Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan periode 2010-2011 bermaksud mengadakan kegiatan "PENELITIAN DAN SEMINAR POLITIK KETATANEGARAAN DAN HUKUM" dalam hal ini kami mengadakan kegiatan tersebut dengan harapan agar kegiatan tersebut dapat menjadi wahana untuk menjadikan para penerus bangsa ini mengetahui dan sadar akan politik dan hukum untuk menjadikan mereka sebagai warga Negara yang sadar akan hak dan kewajiban mereka terhadap Negara dan Pemerintahan. II. TUJUAN 1. Mengupayakan insan yang memiliki kepedulian terhadap politik dan hukum 2. Meningkatkan minat mahasiswa sebagai insan intelek untuk ikut serta dalam pembangunan tatanan ketatanegaraan 3, Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk mengetahui dan sadar akan politik dan hukum sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban. III. TEMA KEGIATAN " Upaya Meningkatkan Kesiapan Soft Skill Mahasiswa selaku Warga Negara yang sadar akan Politik Ketatanegaraan, Hukum dan Berbudaya Indonesia" IV. WAKTU Hari/Tanggal : 10 – 16 Desember 2011 Waktu : 05.00 s/d Selesai Tempat Kegiatan : Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali V. PESERTA KEGIATAN Peserta Kegiatan sebanyak 42 Orang, terdiri dari : A. Pembimbing 2 orang 1. Pembantu Dekan I Drs. H. Munawar Rois, M.Pd 2. Pembantu Dekan II Drs. Yahya Mulyadi, M.Pd B. Mahasiswa 40 orang 1. ARIFIN 2. ADILA CAHYA 3. CEP DANDA NUGRAHA 4. DAHRI JAENUDIN 5. DANI ANDRIANA 6. ENAS NASRULLAH 7. GINANJAR MAULANA 8. JENAL MUTAQIN 9. MALIK QOYUMI 10. RESTI MAESYA CAHYA 11. ANDRA ROSYUNIAR 12. MAYA YUNIARTI 13. IMAS 14. DANI RISWANDI 15. DARUS KUSWANDI 16. ELIS MARDIANA 17. FERY FERDIANSYAH 18. GUN-GUN WIYADI 19. HERA SAPUTRI 20. LUKI ANWAR 21. MIFTAHUDIN 22. NISEU FITRIANI 23. NOVISA TRIANI 24. ROBI APRILIANA 25. RUDI MURNADI 26. RULI ARDIANSYAH 27. YUYUN NURAENI 28. YUDA NUGRAHA 29. ASEP ANGGI BULDANI 30. DEDE RIDWAN 31. FITRIANI 32. GUNAWAN 33. M. IQBAL 34. R. ARI PURNAMA 35. R. HASANUDIN 36. YAYA BAYU SUBAGYA 37. YUSPANPAN 38. LUKMANUL HAKIM 39. RIKI ARIFIN 40. YUSUF Cianjur, 25 Oktober 2011 Lembar Pengesahan Ketua Pelaksana, Yuspanpan NPM. 01020201080290 Sekretaris, Lukmanul Hakim NPM. 01020201080268 Pembantu Dekan I Drs. H. Munawar Rois, M.Pd NIP. 195511221985031002 Mengetahui/ Menyetujui, Sekretaris Prodi PPKn Banan Sarkosih, S.Pd. M.Pd NIDN. 0413026603

FILSAFAT HUKUM

FILSAFAT HUKUM Dani Andriana N Jurusan PKn Tingkat IV FKIP UNSUR CIANJUR 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum bertujuan memberikan perlindungan kepada masyarakat , dimana dikatakan bahwa ada masyarakat disanalah terdapat hukum. Memahami hal tersebut tentunya kita dapat melihat bahwa adanya perluasan dalam hal pengertian tersebut, yaitu makna dari masyarakat dan hukum. Kita tahu bahwa masyarakat itu menetap dan tinggal disuatu daerah, yang kemudian didalamnya terdapat hukum, yang mana bertujuan untuk ketertiban masyarakat, keadilan, dan kepastian hukum. Ketika suatu masyarakat disuatu tempat memiliki hukum yang berlaku, tentunya hukum tersebut mengikat masyarakat itu, dan hukum itu pada hakikatnya akan mengikat pada seseorang yang berada di wilayah tersebut, karena hal tersebut diperlukan dalam rangka perlindungan terhadap masyarakat setempat dan pada umumnya. Hal yang dipaparkan diatas telah menerangkan adanya juridiksi dimana hukum berlaku dalam suatu wilayah dan untuk masyarakat. Dan hal tersebut merupakan contoh ruang lingkup yang kecil dalam hal Juridiksi. Ketika kita berbicara mengenai jurisdiksi tentunya berkaitan dengan kewenangan negara yang berdaulat, dimana kekuasaan tertinggi dari suatu negara terbatas pada batas-batas wilayahnya. Namun dalam hal kenyataannya hal ini perlu diatur oleh hukum, dimana terjadi beberapa kasus yang terjadi ketika seseorang yang bukan warga negara melakukan suatu tindakan atau perbuatan yang merugikan dan membahayakan lingkungannya, dan banyak kasus yang pada awalnnya sulit mencari hukum mana yang seharusnya digunakan dalam hal itu. Suatu Negara yang telah merdeka dan berdaulat berarti Negara tersebut memiliki kewenangan untuk menjalankan pemerintahan beserta hukum di wilayah tersebut kepada masyarakatnya. Dalam hal ini berarti Negara memiliki kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam batas-batas teritorialnya (Territorial sovereignty). Wewenang tersebutlah yang lebih dikenal dengan istilah Jurisdiksi. Ada suatu pembatasan praktis atas pelaksanaan Jurisdiksi yang luas oleh negara tertentu. Suatu negara tidak dapat ikut melaksanakan persoalan, orang atau benda dimana negara itu tidak terpaut sama sekali. Ada berbagai macam Jurisdiksi Negara. Selain yang baru dikemukakan di atas, ada yang dinamakan Jurisdiksi legislatif, eksekutif, administratif, judikatif, kriminal dan sipil, personal, universal, dan sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa hal tersebut sangatlah penting untuk kepentingan masyarakat universal dalam hal melindungi masyarakat universal pada umumnya dari suatu bentuk-bentuk kejahatan dan hal-hal lain yang merugikan. Karena hal inilah penulis membuat makalah ini seiring dengan adsanya suatu problematika dalam hukum dengan pertanyya “Mengapa Negara Berhak Menghukum? “ Namun untuk memudahkan kita dalam pembahasan pertanyaan di atas maka terlebih dahulu kita harus memahami peran suatu yurisdiksi dalam negara yang berdaulat dengan hubungannya atau kaitannya dengan kepentingan masyarakat di negaranya, karena hak sebuah negara untuk dapat menghukum tidak akan terlepas dari istilah yurisdiksi tersebut. B. Identifikasi Masalah Dalam membuat makalah ini, kami membatasi rumusan masalah yang menjadi kajian landasan teori dan pembahasan kelompok kami yaitu pada hal berikut : 1. Mengapa negara berhak menhukum ? C. Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini adalah : 1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum 2. Untuk dapat mengetahui dan memahami teori – teori mengenai hak negara untuk menhukum warga negaranya. BAB II PEMBAHASAN A. Pengantar Filsafat Hukum Mengenai Hak negara Untuk Menghukum Filsafat Hukum adalah merupakan cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum. Filsafat adalah suatu pendasaran diri dan renungan diri secara radikal dan mendalam, ia merefleksikan terutama tentang segala yang ada, yaitu “hal ada” dalam keumumannya. Sehingga menemukan hakeket yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu, sehingga muncul cabang ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari suatu kebanaran dikarenakan suatu pertentangan sudut pandang. Sesungguhnya manusia akan melihat dari kenyataan empiris sebagai bekal mengkaji secara mendalam, memberikan makna filosofis dengan mengetahui hakikat kebenaran yang hakiki. Filsafat hukum ingin mendalami “hakikat” dari hukum, dari hukum, berarti bahwa filsafat hukum ingin memahami hukum sebagai penampilan atau manifestasi dari suatu yang melandasinya. Dan hukum adalah sebagai suatu bagaian dari “kenyataan” dan dengan demikian memiliki sifat-sifat kenyataannya. Filsafat adalah filsafat hal merefleksi, suatu kegiatan berpikir dan juga memiliki sifat rasional, sehingga filsafat berada dalam dimensi dari komunikasi intersubjektif yang merupakan hasil dari pengembangan suatu hubungan-diskusi (diskursif) terbuka dari subjek-subjek dan antara yang lainnya sehingga filsafat tidak memiliki nilai-nilai pendirian dagmatik suatu kemutlakan yang harus diikuti. Filsafat hukum sangat menentukan dengan kaitannya dengan pembentukan produk hukum, setidaknya kita sadar bahwa hukum di bentuk karena pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit) oleh karena itu negara berhak menghukum atas dasar keamanan dan tujuan negara. Dalam filsafat hukum ada berbagai macam pertanyaan mengenai hukum, di antaranya hak negara untuk menhukum “ mengapa negara berhak menghukum ?” Aliran-aliran. Penulis memandang perlu atas pembahasan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam filsafat hukum tersebut, oleh karena hal itu perlu adanya penjabaran keterangan lain untuk dapat memudahkan kita mencari jawaban atas pertanyaan tersebut yang selama ini menjadi suatu problematika dalam flsafat hukum. B. Problematika Filsafat Hukum Dalam filsafat hukum terdapat problematika dan permasalahan serta pertanyaan adalah sebagai berikut; apakah sebabnya negara berhak menghukum seseorang ?, Adapun uraian problematika dan permasalahan serta pertanyaan tersebut selalu menjadi bahan argumentasi di kalangan mahasiswa filsafat hukum , khususnya mahasiswa jurusan PKn Tingkat IV FKIP yang sedang mendalami ilmu hukum melalui mata kuliah filsafat hukum. Namun sebelum kita menguraikan pertanyaan tersebut, ada baiknya bila kita sedikit membahas tentang wewnang negara dalam mengatur seluruh batas wilayahnya yang biasa kita kenal dengan istilah yuridiksi . C. Pengertian Yuridiksi Yurisdiksi adalah kewenangan untuk melaksanakan ketentuan hukum nasional suatu negara yang berdaulat dan ini merupakan implementasi kedaulatan negara sebagai yurisdiksi negara dalam batas-batas wilayahnya yang akan tetap melekat pada negara berdaulat. Oleh sebab itulah penelitian ini mengacu kepada teori yurisdiksi, karena setiap orang baik WNI, WNA ataupun mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda yang berada di wilayah hukum Indonesia harus tunduk kepada peraturan hukum di Indonesia. Ada 4 (empat) prinsip yang digunakan untuk melandasi yurisdiksi negara yang terkait dengan hubungannya dengan hukum internasional, yaitu: 1. Yurisdiksi territorial baik subyektif maupun obyektif (teritorial yang diperluas), menetapkan bahwa yurisdiksi negara berlaku atas orang, perbuatan, dan benda yang ada di wilayahnya maupun di luar wilayahnya atau di luar negeri; 2. Yurisdiksi individu (personal) baik active nationality maupun passive nationality, menetapkan bahwa negara memiliki yurisdiksi atas warga negaranya di dalam wilayahnya serta negara mempunyai kewajiban warga negaranya di luar negeri; 3. Yurisdiksi perlindungan (protective), menetapkan bahwa setiap negara memiliki yurisdiksi atas kejahatan terhadap keamanan dan kepentingan negara; 4. Yurisdiksi universal, menetapkan bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi atas kejahatan jure gentium, kejahatan terhadap umat orang yang diakui secara universal, seperti pembajakan (hijacking), perompakan (piracy), agresi, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity), kejahatan perang (war crime). Untuk menggambarkan keterkaitan operasionalisasi tugas pokok dan fungsi keimigrasian dengan konsep kedaulatan negara secara jelas, dapat digambarkan kedalam konstruksi pemikiran sebagai berikut : Kedaulatan wilayah nasional berarti mengenai kemampuan negara dalam menjalankan yurisdiksi atau kewenangannya atas orang, benda, dan tindakan- tindakan yang dilakukan dalam wilayahnya. Pada umumnya keberadaan secara fisik seseorang atau suatu benda dalam wilayah suatu negara akan menimbulkan yurisdiksi negara atas orang atau benda tersebut. Namun demikian ada pembatasan berlaku yurisdiksi suatu negara baik jika dikaitkan dengan imunitas atau kekebalan yang dimiliki kepala negara asing, diplomat asing, kapal berbendera asing, atau lembaga internasional serta tenggang waktu keberadaan. Ketika orang atau benda tersebut telah berada di luar wilayah negara, maka berakhir pula yuridiksi negara atas orang atau benda tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat yurisdiksi yang bersifat sementara. Pada awalnya Yurisdiksi merupakan konsekuensi logis dari kedaulatan negara atas wilayahnya. Yurisdiksi negara atas individu, benda dan lain-lain dalam batas wilayahnya (teritorial daratan, laut dan udara) pada akhirnya dapat berkembang/meluas melalui batas-batas negara (perluasan atas individu dan benda-benda yang terletak dinegara lain). Hal ini merupakan salah satu dampak/akibat dari semakin terbukanya hubungan internasional dan perdagangan internasional yang ada. Disinilah perlu ada kesepakatan bersama. Adanya proses yang berlangsung/berkembang melalui kesepakatan bersama tersebut, hukum internasional menyusun aturan yang mengikat. Sebagaimana sering terlihat, kedaulatan yang dimiliki suatu negara, kadang-kadang, menimbulkan konflik antar negara yang ada. Hal ini banyak terkait dengan adanya kewenangan/yurisdiksi yang dimiliki oleh satu negara terhadap individu, benda, dan lain-lain, misalnya seorang warga negara dari suatu negara melakukan kejahatan di banyak negara, dapat berkembang menjadi masalah pula di negara lain, persoalan tersebut masuk dalam lingkup yurisdiksi. D. Apakah sebabnya negara berhak menghukum seseorang? Membahas tentang dasar kekuatan mengikat dari hukum sebagai jawaban atas pertanyaan, apakah sebabnya negara berhak menghukum seseorang?. Kita mengenal berbagai teori kedaulatan sebagaimana diatas tersebut, maka seseorang dapat dilihat sebab mengapa mereka tunduk dan taat hukum. Adapun jawaban berbagai teori kedaulatan adalah sebagai berikut; 1. Teori Kedaulatan Tuhan, mencoba menjawab orang dapat dihukum karena dia dapat merusak dan membahayakan serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Negara adalah badan yang mewakili Tuhan (Allah) didunia yang mempunyai kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban hukumdi dunia. 2. Teori Perjanjian Masyarakat, mencoba menjawab orang dapat di hukum karena negara mempunyai otoritas negara yang bersifat monopoli pada kehendak masyarakat itu sendiri adanya kedamaian serta ketentraman dalam masyarakat. 3. Teori Kedaulatan Negara, mencoba menjawab orang dapat di hukum karena negaralah yang berdaulat sehingga hanya negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang melanggar ketertiban dalam masyarakat. Negara dianggap sebagai sesuatu yang mencipatakan peraturan-peraturan hukum. 4. Lili Rasjidi, negara memiliki tugas sangat berat, mewujudkan cita-cita bangsa, shg negara akan memberi hukuman kpd siapapun yg menghambat usaha mencapai cita-cita tadi. Hal tersebut tidak akan terlepas dari peranan masyarakatnya, mustahil negara membuat suatu prodak hukum tanpa ada yang menaatinya, lalu Apakah sebabnya orang menaati hukum? Hal ini menjadi suatu kajian pelengkap dalam hak negara untuk menghukum karena objeknya ada pada kata siapa yang di maksud di hukum di sana tentu saja masyarakat yang mendiami negara tersebut. Hukum dapat ditaati oleh masyarakat dapat di telaah hukum tersebut ditaati karena dibuat oleh pejabat yang berwenang atau atas kesadaran masyarakat karena atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Berkenaan pernyataan diatas tersebut, maka terdapat teori penting yang dapat ditelaah atas ketaatan masyarakat terhadap hukum, adalah sebgai berikut; 1. Teori Kedaulatan Tuhan/Teokrasi (Allah), yang bersifat langsung (Tuhan) atau tidak langsung (Penguasa adalah tangan Tuhan), 2. Teori Perjanjian Masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh para pakar filsafat hukum; Hugo de Groot (Grotius) (1583-1645) “Orang taat dan tunduk pada hukum oleh karena benjanji untuk menaatinya”, Thomas Hobbes (1588-1679), “Hukum timbul karena perjanjian pada waktu manusia dalam keadaan berperang guna terciptanya suasana damai antar mereka dan disusul dengan perjanjiaan semuanya dengan seseorang yang hendak diserai dengan kekuasaan yang bersifat absolute”, John Locke (1631-1705), “Kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi”, JJ Rousseau (1712-1778), “Kekuasaan yang dimiliki anggota masyarakat tetap berada pada individu-individu dan tidak diserahkan pada orang tertentu secara mutlak atau dengan persyaratan tertentu (pemerintahan demokrasi)” 3. Teori Kedaulatan Negara, Hans Kelsen menyebutkan bahawa “orang tunduk pada hukum karena wajib mentaatinya karena hukum adalah kehendak negara” 4. Teori Kedaulatan Hukum, hukum mengikat bukan kearena negara mengendakinya, melainkan karena perumusan dari kesadaran hukum rakyat. Berlakunya hukum karena nilai batinya yaitu yang menjelma di dalam hukum itu BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setiap negara yang memiliki kedaulatan tentunya memiliki wewenang dalam hal pelaksanaan hukum di negaranya . Sebagai negara yang berdaulat tentu saja masing-masing negara mempercayai akan pentingnya jurisdiksi dan menentukan akan adanya perlindungan terhadap setiap warga negaranya dari ancaman yang dapat mengganggu serta mempengaruhi integritas, keamanan, dan kedaulatan . Dalam hal inilah prinsip perlindungan dan diterapkan dimana, setiap negara yang berdaulat memiliki wewenang untuk melindungi dan menjaga kepentingan negaranya dari bentuk-bentuk kejahatan yang dapat mengganggu instabilitas negara. Sehingga seseorang yang melakukan tindak pidana tersebut dapat dihukum dan diproses secara adil oleh negara yang bersangkutan. Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah suatu pertanyaan “mengapa Negara Berhak Menghukum ?” mengacu pada teori- di atas di antaranya : 1. Teori Kedaulatan Tuhan, mencoba menjawab orang dapat dihukum karena dia dapat merusak dan membahayakan serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Negara adalah badan yang mewakili Tuhan (Allah) didunia yang mempunyai kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban hukumdi dunia. 2. Teori Perjanjian Masyarakat, mencoba menjawab orang dapat di hukum karena negara mempunyai otoritas negara yang bersifat monopoli pada kehendak masyarakat itu sendiri adanya kedamaian serta ketentraman dalam masyarakat. 3. Teori Kedaulatan Negara, mencoba menjawab orang dapat di hukum karena negaralah yang berdaulat sehingga hanya negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang melanggar ketertiban dalam masyarakat. Negara dianggap sebagai sesuatu yang mencipatakan peraturan-peraturan hukum. 4. Lili Rasjidi, negara memiliki tugas sangat berat, mewujudkan cita-cita bangsa, shg negara akan memberi hukuman kpd siapapun yg menghambat usaha mencapai cita-cita tadi. Hal tersebut tidak akan terlepas dari peranan masyarakatnya, mustahil negara membuat suatu prodak hukum tanpa ada yang menaatinya, lalu Apakah sebabnya orang menaati hukum? Hal ini menjadi suatu kajian pelengkap dalam hak negara untuk menghukum karena objeknya ada pada kata siapa yang di maksud di hukum di sana tentu saja masyarakat yang mendiami negara tersebut. mudah-mudahan kita semua selalu di berikan ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat . amin.. Cianjur, 18 April 2012 Penulis DAFTAR PUSTAKA B.Arif Sidharta, 2008, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, Cetakan kedua, Bandung: Refika Aditama. Darji Darmodiharjo, Shidarta, 2006, Pokok-pokok Filsafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia), Cetakan keempat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju. http://id.shvoong.com/law-and-politics/international-relations/2276199-pengertian-yurisdiksi/#ixzz1sIQDGzfC DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………………………..1 B. Identifikasi Masalah…………………………………………………………..3 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………..4 BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………….………5 A. Pengantar filsafat hukum mengenai hak negara untuk menhukum……….. B. Problematika filsafat hukum…………………………………………......6 C. Pengertian Yuridiksi…………………............................................................6 D. Apakah sebabnya negara berhak menghukum seseorang?…………….…6 BAB III PENUTUP…………………………………………………….7 A. Kesimpulan…………………………………………………7 DAFTAR PUSTAKA

PROGRAM PERPUSTAKAAN SMK KES BHAKTI MEDIKA CIANJUR

PROGRAM PERPUSTAKAAN SEKOLAH SMK BHAKTI MEDIKA CIANJUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Dani Andriana N, S.Pd A. PENDAHULUAN Perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang tergabung pada sebuah sekolah, dikelola sepenuhnya oleh sekolah yang bersangkutan dengan tujuan usaha membantu sekolah untuk mencapai tujuan khusus sekolah dan tujuan pendidikan pada umumnya … (Sulistyo Basuki, 1993). Di samping itu dalam penjelasan Undang-undang Pendidikan Nasional kita, di sebutkan bahwa salah satu sumber belajar di sekolah yang amat penting tetapi bukan satu satunya adalah perpustakaan. Sebagai salah satu sumber belajar di sekolah perpustakaan membantu tercapainya misi dan visi sekolah tersebut. Mengingat pentingnya peran perpustakaan sekolah maka perlu adanya suatu pengelolaan atau manajemen yang tepat dan cepat sehingga fungsi perpustakaan sekolah benar-benar terwujud. Namun masalahnya sekarang adalah tidak sedikit perpustakaan sekolah yang pengelolaannya masih kurang profesional. Kalaupun sudah baik, bagaimana perpustakaan sekolah mampu memenuhi kebutuhan penggunanya akan berbagai pengetahuan dan informasi secara mudah dan cepat di era globalisasi ini. Untuk itu diperlukan suatu sistem yang menarik agar perpustakaan sekolah dapat hidup dan lestari di lingkungan sekolah dengan memanfaatkan sarana yang memadai. Akan tetapi mampukah para pengelola perpustakaan terutama kepala sekolah sebagai stake holder di sekolah mewujudkan perpustakaan sekolah yang diminati citizen akademik SMK Bhakti medika Cianjur ? Perpustakaan sebagai jantung sebuah lembaga pendidikan, sudah selayaknya mendapatkan porsi dan posisi yang strategis guna merealisasikan visi dan misi sekolah. Semua pihak, khususnya kepala sekolah harus memberi perhatian lebih akan eksistensi perpustakaan di sekolah, dan tidak lagi dianggap sebagai tempat menyimpan buku bekas, barang-barang tidak terpakai, bahkan tempat bermain saat tidak ada KBM. Hal ini tentu sangat ironis dan tidak mendidik. Dari berbagai sudut pemikiran diatas, Perpustakaan SMK Bhakti Medika Cianjur berupaya melakukan terobosan dan revitalisasi peran dan fungsi perpustakaan sekolah untuk mendukung program dan visi-misi sekolah. Berbagai program dan terobosan yang direncanakan, diharapkan dapat memberi ruang yang lebih besar agar perpustakaan sekolah sebagai center of knowledge dapat terealisasi secara optimal. B. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional; 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan; 4. Surat Keputusan Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana Cianjur Nomor…. Tahun … tentang pengangkatan Koordinator SMK Bhakti Medika Cianjur Perpustakaan 5. Surat Keputusan Kepala SMK Bhakti Medika Cianjur Nomor…. Tahun.. tentang perpustakaan sekolah. C. TUJUAN C.1 TUJUAN UMUM Menjadi perpustakaan sekolah yang menarik dan memadai terdepan di Cianjur serta pusat IPTEK dan sumber belajar warga sekolah guna mendukung kegitan belajar mengajar di sekolah dan merealisasikan visi misi serta suksesnya program SKM. C.2. TUJUAN KHUSUS 1. Mengembangkan minat, kemampuan, dan kebiasaan membaca khususnya serta mendayagunakan budaya tulisan, dalam berbagai sector kehidupan; 2. Mengembangkan kemampuan mencari dan mengolah serta memanfaatkan informasi; 3. Mendidik siswa agar memelihara dan memanfaatkan bahan pustakan secara tepat guna dan berhasil guna; 4. Meletakkan dasar kearah proses pembelajaran mandiri; 5. Memupuk dan mengembangkan minat dan bakan siswa; 6. Menumbukan penghargaan siswa terhadap pengalaman imajinatif; 7. Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi atas tanggungjawab dan usaha sendiri; C.3. TUJUAN STRATEGIK 1. Melaksanakan layanan perpustakaan yang menarik dan memadai; 2. Mewujudkan qualitas dan quanitas buku bacaan dan referensi; 3. Melayani semua warga sekolah dengan layanan prima; 4. Menerapkan administrasi pustaka yang professional dan akuntabel; D. FUNGSI PERPUSTAKAAN SEKOLAH Perpustakaan Sekolah berfungsi sebagai pusat belajar mengajar, pusat informasi, pusat penelitian sederhana dan rekreasi sehat melalui bacaan hiburan. Dalam kaitan dengan kurikulum yang diterapkan di SMK Bhakti Medika Cianjur, perpustakaan sekolah berfungsi: 1. Wadah atau wahana pengetahuan, administrasi dan organisasi yang sesuai sehingga memudahkan penggunaannya; 2. Sumber rujukan (reference centre) siswa, guru, tenaga bimbingan, tenaga administrasi dan pegawai yang berada dibawah naungan SMK Bhakti Medika Cianjur 3. Sarana pendukung dalam proses belajar mengajar, guna mencapai tujuan pendidikan nasional; 4. Pusat informasi bagi kegiatan belajar mengajar; 5. Sumber yang menyediakan bahan-bahan yang bermanfaat bagi kegiatan penunjang kegiatan belajar mengajar, seperti kegiatan yang berkaitan dengan budaya, seni, kreasi dan budaya. E. SASARAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH 1. Para siswa SMK Bhakti Medika Cianjur 2. Kepala sekolah dan guru SMK Bhakti Medika Cianjur 3. Staf administrasi dan tatalaksana SMK Bhakti Medika Cianjur F. PROGRAM KERJA PERPUSTAKAAN SEKOLAH Rencana kerja perpustakaan sekolah yang tertuang dalam program kerja perpustakaan secara umum akan mengacu pada tugas pokok perpustakaan sekolah, tujuan institusi, visi dan misi sekolah. Hal ini didasari oleh kepentingan bersama untuk menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien. G.1. PROGRAM JANGKA PENDEK 1. Menyediakan dan menghimpun bahan pustaka, informasi, sesuai kurikulum sekolah; 2. Menyediakan dan melengkapi fasilitas perpustakaan sesuai kebutuhan; 3. Mengolah dan mengorganisasikan bahan pustaka dengan system tertentu shingga memudahkan penggunaannya; 4. Melaksanakan layanan perpustakaan yang sederhana, mudah dan menarik; 5. Meningkatkan minat bacan murid, guru, dan staf tata laksana; 6. Menambahkan koleksi bahan pustaka secara berkala untuk memenuhi kebutuhan pegguna layanan perpustakaan; 7. Pembuatan proposal permintaan buku/majalah/jurnal pada beberapa lembaga/instansi/penerbit tertentu; 8. Memelihara bahan pustaka agar tahan lama dan tidak cepat rusak. 9. Menerbitkan kartu perpustakaan bagi siswa, guru dan staf tata laksana; 10. Menerbitkan berbagai administrasi perpustakaan (kartu buku, kantong, lebeling, catalog buku, dll; 11. Inventarisasi, klasifikasi dan katalogisasi bahan pustaka; 12. Entry data anggota perpustakaan pada Sistim Informasi Perpustakaan (SIP); 13. Pelayanan peminjaman buku perpustakaan; 14. Penerbitan Surat Tandan Bebas Perpustakaan (STBP) bagi siswa kelas XII sebagai syarat pengambilan Ijazah; 15. Mengikuti beberapa lomba perpustakaan sekolah, baik tingkat kabupaten, provinsi atau nasional. G.2. PROGRAM JANGKA PANJANG 1. Merealisasikan qualitas dan quantitas buku minimal 1000 judul dengan 500.000 eks pada tahun 2015; 2. Terciptanya ruangan perpustakaan yang memadai, kondusif dan menyenangkan. H. RENCANA PROGRAM & ANGGARAN BIAYA PERPUSTAKAAN TAHUN 2012-2013 NO PROGRAM JUMLAH BIAYA PELAKSANAAN KETR. 01 1. Pembenahan ruang perpustakaan sebagai rumah belajar yang nyaman dan kondusif a. Pengadaan sarana perpustakaan (lemari buku, meja baca, kursi, lemari, kotak katalog, tempat penyimpanan Koran/majalah, lemari tempat TV, VCD, CD/DVD, dll); b. Pengadaan kordeng ruangan c. Pengadaan karpet d. Pengadaan kipas angin besar e. Mading/Pusat informasi perpustakaan 2. Pembenahan administrasi perpustakaan: a. Service & pembelian CD Writer komputer untuk perpustakaan b. Menyempurnakan software perpustakaan c. Cetak Kartu kendali buku d. Cetak kartu pinjaman e. Kantong buku f. Cetak Lebel buku g. Cetak Kartu perpustakaan h. ATK, dll 3. Pengadaan buku dan media belajar lainnya: a. Buku pelajaran @ 5 eks x 13 pel. X 3 kelas b. Pengadaan buku referensi c. Pengadaan buku pengetahuan umum, karya sastra, dll. d. Pengadaan CD/DVD pembelajaran yang memadai 4. Penerbitan kartu perpustakaan 5. Inventarisasi bahan pustaka 6. Entri buku pustakan pada SIM 7. Katalogisasi, lebeling buku pustaka 8. Pembuatan dan pengiriman proposal bantuan buku/jurnal/majalah dan bahan pustaka lainnya 9. Memanfaatkan SIM Perpustakaan 10. Mengikuti Lomba Perpustakaan 11. Perbaikan buku yang rusak 12. Pelayanan pinjaman bahan pustaka 13. Penerbitan Surat Tanda Bebas Perpustakaan (STBP) set set set buah buah set set lbr lbr lbr lbr lbr set buah (@ Rp.) buah buah @ 1 buah ( buah / bulan X 12 bulan X Rp. judul lbr paket Paket Paket bh Paket - Rp. Rp Rp. Rp. Rp Rp. Rp. Rp Rp. Rp Rp Rp Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. Rp. - Jumlah Rp.,- I. SUMBER DANA 1.Yayasan Adhi Guna Kencana Selaku donator tetap Perpustakaan SMK Bhakti Medika Cianur 2. RAPBS tahun 2012-2013; 3. Siswa baru tahun 2012-2013; 4. Pemerintah, lembaga swasta, penerbit dll. yang tidak mengikat J. JENIS-JENIS LAYANAN PERPUSTAKAAN 1. Peminjaman berbagai jenis buku pelajaran, referensi, sastra, majalah, dll. 2. Multimedia (TV, VCD/DVD, Infokus, dll 3. Pemutaran Film-film/CD/DVD pembelajaran K. STRUKTUR PENGELOLA PERPUSTAKAAN 1. Penanggungjawab : : () 2. Koordinaor Perpustakaan : 3. Pustakawan : ……. 4. Bag. Teknis : 5. Bag. Layanan/Sirkulasi : L. PENUTUP Program kerja perpustakaan ini merupakan acuan, pedoman dan rencana untuk 1 tahun. Program kerja ini diharapkan dapat menjadi titik awal kemajuan perpustakaan SMK Bhakti Medika Cianjur. Peran serta semua pihak sangat berpengaruh pada realisasi program ini. Karenanya, diharpkan semua pihak dapat terlibat baik secara langsung maupun tidak lagsung dalam rangka merealisasikan berbagai program yang telah dibuat. Cianjur, 2012 Menhetahui: Koordinator Perpustakaan Kepala SMK Bhakti Medika Cianjur NIP. NIP.

Contoh Pengajuan Judul Skripsi

PERAN PEMBINA OSIS DALAM MENANAMKAN SIKAP KEPEMIMPINAN PENGURUS OSIS DI SMA PGRI 89 CIPANAS CIANJUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Nasional Indonesia tercantum bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, karena pendidikan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang N0.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 4, dileaskan bahwa : “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan peubahan Zaman” Dari kutipan diatas, terlihat bahwa pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia difokuskan pada nilai-nilai agama dan serta mengikuti perkembangan zaman yang semakin maju. Untuk melaksanakan Program pendidikan tersebut pemeritah membangun lembaga-lembaga baik dari tingkat dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi. Sekolah yang merupakan lembaga pendidikan dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran terdiri dari berbagai komponen yang diantaranya adalah guru ebagai pendidik, dan siswa sebagai peserta didik. Pembinaan terhadap siswa dalam lingkungan pendidikan formal adalah suatu keharusan yang pelaksaanya dilakukan melalui kegiatan kulikuler dan ekstrakulikuler, hal ini sesuai dengan pendapat A. Kosasih Djahiri (1985:3) Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsungkontinyu ( terus menerus sepanjang hayat ) kearah membina manusia / anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya “ Pemerintah juga telah berupaya dalam mengatasi masalah pendidikan Indonesia, dengan dikeluarkannya suatu undang-undang Sistem Pendidikan Nasonal No.20 tahun 2003 tentang tujuan sistem pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan” Berdasarkan penjelasan diatas, sekolah merupakan lembaga pendidikan dalam membina sikap kepemimpinan siswa dengan melalui berbagai jenis kegiatan yang positif di sekolah. Keputusan jelas Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No.1 : 226C/Kep/0/1992, Pedoman Pembinaan Kesiswaan, bahwa : “Tujuan pembinaa kesiswaaan adalah meningkatkan peran serta dan inisiatif peran para siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai wiyatamandala sehingga terhindar dari usaha san pengaruh yang bertentangan dengan kebudayaan Nasional,menumbuhkan daya tangkap pada diri seiswa terhadap pengaruh negatif yang datang dari luar maupun dari dalam sekolah, memantapkan kegiatan ekstra kulikuler dalam menunjang pencapaian kurikulum, meningkatkan apresiasi dan penghayatan seni, menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara, meneruskan dan mengembangkan jiwa semangat serta nilai-nilai”45 serta meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani” Atas dasar pengertian diatas mengandung arti bahwa sekolah memiliki peranan yang penting dalam membina sikap kepemimpinan, dan brbagai kegiatan positif di sekolahmelalui organisasi kesiswaan yang dapat menumbuhkan sikap kepemimpinan dalam melaksanakan pembangunan nasional, hal ini sesuai dengan pendapat Kartini Kartono (1982:7) “Organisasi adalah sistem kegiatan terkoordinasi dari kelompok yang bekerja sama mengarah pada tujuan bersama di bawah kewenangan dan kepemimpinan “ Upaya yang dilaksanakan di sekolah dalam membina sikap kepemimpinan siswa di sekolah adalah melalui kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). OSIS memiliki berbagai macam fungsi atau peranan dalam mencapai tujuan tertentu. Peranan OSIS sebagai jalur pembinaan kesiswaan adalah : 1. Sebagai wadah OSIS merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di sekolah bersama dengan jalur pembinaan yang lain untuk mendukung terciptanya tujuaan pembinaan kesiswaan 2. Sebagai Penggerak OSIS tampil sebagai penggerak, harus dapat menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan yang diharapkan untuk menghadapi perubahan, memiliki daya tangkal terhadap ancaman, memanfaatkan peluang dan perubahan, dan memberikan kepuasan kepada anggotanya. OSIS didalamnya berfungsi sebagaisalah satu cara untuk meningkatkan sikap kepemimpinan siswa, baik prilaku didalam maupun diluar sekolah. Kepemimpinan merupakan suatu kewibawaan yang mampu menggerakan orang lain, baik secara perseorangan, maupun kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Ralp M Stagdill (1950) yaitu “Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisir dalam usaha mereka menetapkan tujuan dan mencapai tujuan” Hal ini membuktikan bahwa sikap kepemimpinan memiliki peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan kearah kedewasaan, dan dapat menunjang tujuan dari pendidikan nasional. Di lembaga sekolah komponen yang paling berpengaruh dalam pembinaan OSIS adalah Pembina OSIS. Dengan demikian maju tidaknya dan berkembang tidaknya organisasi OSIS di sekolah adalah sangat dipengaruhi pleh eksistensi Pembina OSIS. Berdasarkan pemikiran itulah, maka penulis mengadakan penelitian sebagai pengembangan pengetahuan dan sebagai salha satu syarat untuk menempuh ujian sarjana pendidikan pada program studi Pendidikan Kewarganegaraan Negara FKIP Universitas Suryakancana Cianjur dengan mengetengahkan judul “PERAN PEMBINA OSIS DALAM MENANAMKAN SIKAP KEPEMIMPINAN PENGURUS OSIS DI SMA PGRI 89 CIPANAS CIANJUR”. 1.2 Rumusan dan Pembahasan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Berdsarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah yakni penelitian ini akan mengkaji tentang bagaimana peranan Pembina OSIS dalam menanamkan kepemimpinan pengurus OSIS di SMA PGRI 89 Cipanas Cianjur? 1.2.2 Pembatasan Masalah Agar masalah yang akan di bahas memperoleh kejelasan dan mencapai tujuan yang tepat, maka penulis membuat pembatasan malsalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dapat menanamkan keimanan dan ketaqwaan yang tinggi pengurus OSIS ? 2. Bagaimana pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dapat menanamkan budi pekrti luhur pengurus OSIS? 3. Bagaimana pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dapat menanamkan pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS? 4. Bagaimana pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dapat menanamkan kepribadian yang mantap dan mandiri dari pengurus OSIS? 5. Bagaimana pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dapat menanamkan rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS? 6. Bagaimana petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program dapat menanamkan keimanan dan ketaqwaan pengurus OSIS? 7. Bagaimana petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program dapat menanamkan budi pekerti luhur pengurus OSIS? 8. Bagaimana petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program dapat menanamkan memiliki pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS? 9. Bagaimana petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program dapat menanamkan kepribadian yang mantap dan mandiri pengurus OSIS? 10. Bagaimana petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program dapat menanamkan rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS? 11. Bagaimana pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksanaan kegiatan OSIS dapat menanamkan keimanan dan ketaqwaan pengurusOSIS? 12. Bagaimana pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksanaan kegiatan OSIS dapat menanamkan budi pekerti luhur pengurus OSIS? 13. Bagaimana pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksanaan kegiatan OSIS dapat menanamkan memiliki pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS? 14. Bagaimana pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksanaan kegiatan OSIS dapat menanamkan kepribadian yang mantap dan mandiri pengurus OSIS? 15. Bagaimana pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksanaan kegiatan OSIS dapat menanamkan rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS? 1.3 Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1.3.1.2 Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini yaitu ingin mengetahui peranan Pembina OSIS dalam menanamkan sikap kepemimpinan pengurus OSIS di SMA PGRI 89 Cipanas Cianjur. 1.3.1.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus yang ingin di capai penulius dalam penelitian masalah ini : 1. Ingin mengetahui pengarahan dari Pembina OSIS dalam rapat pengurus OSIS dalam menanamkan keimanan dan ketaqwaan yang tinggi pengurus OSIS. 2. Ingin mengetahui pengarahan dari Pembina OSIS dalam rapat pengurus OSIS dalam menanamkan budi pekerti luhur pengurus OSIS. 3. Ingin mengetahui pengarahan dari Pembina OSIS dalam rapat pengurus OSIS dalam menanamkan pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS. 4. Ingin mengetahui pengarahan dari Pembina OSIS dalam rapat pengurus OSIS dalam menanamkan kepribadian yang mantap dan mandiri pengurus OSIS. 5. Ingin mengetahui pengarahan dari Pembina OSIS dalam rapat pengurus OSIS dalam menanamkan rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS. 6. Ingin mengetahui petunjuk Pembina OSIS dalam pembuatan program kerja dalam menanamkan keimanan dan ketaqwaan yang tinggi pengurus OSIS. 7. Ingin mengetahui petunjuk Pembina OSIS dalam pembuatan program kerja dalam menanamkan budi pekerti luhur pengurus OSIS. 8. Ingin mengetahui petunjuk Pembina OSIS dalam pembuatan program kerja dalam menanamkan memiliki pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS. 9. Ingin mengetahui petunjuk Pembina OSIS dalam pembuatan program kerja dalam menanamkan kepribadian yang mantap dan mandiri pengurus OSIS. 10. Ingin mengetahui petunjuk Pembina OSIS dalam pembuatan program kerja dalam menanamkan rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS. 11. Ingin mengetahui pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksaan kegiatan OSIS dalam menanamkan keimanan dan ketaqwaan yang tinggi pengurus OSIS. 12. Ingin mengetahui pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksaan kegiatan OSIS dalam menanamkan budi pekerti luhur pengurus OSIS. 13. Ingin mengetahui pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksaan kegiatan OSIS dalam menanamkan memiliki pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS. 14. Ingin mengetahui pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksaan kegiatan OSIS dalam menanamkan kepribadian yang mantap dan mandiri pengurus OSIS. 15. Ingin mengetahui pemantauan Pembina OSIS dalam pelaksaan kegiatan OSIS dalam menanamkan rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Berkaitan dengan masalah kegunaan penelitian ini penulis membagi ke dalam dua kegunaan penelitian yaitu : 1.3.2.1 Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, juga untuk menambah wawasan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan, sebab pada hakekatnya Pendidikan Kewarganegaraan didalamnya membawa misi utuk menanamkan disiplin pada diri siswa serta sekaligus bertujuan untuk mentranfer nilai-nilai dan sikap budaya bangsa pada anak didik ditingkat sekolah. Bagi calon pendidik, hasil penelitian ini dapat dijadikan bekal dan pedoman untuk mempersiapkan diri bila suatu saat dimasa dating terjun langsung ke lapangan. 1.3.2.2 Kegunaan Praktis Dari hasil penelitian ini diharaopkan dapat dijadikan sebagai pedoman yang memberikan gambaran untuk peningkatan proses pendidikan selanjutnya. Sehingga pada akhirnya dapat menngkatkan kualitas pendidikan. Disamping berguna sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian sidang srjana pendidikan, lebih jauh penelitian ini brguna untuk memberikan tambahan wawasan yang relevan dengan masalah penelitian yang akhirnya dapat memperbaiki kesalahan, melengkapi kekurangan serta lebih meningkatkan pengkajian ilmu-ilmu yang dipandang dapatmemberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat. 1.4 Anggapan Dasar Dan Hiptesis 1.4.1 Anggapan Dasar Adapun yang dimaksud dengan anggapan dasar menurut Winaro Surachmad yang dikutif oleh Suharimi Arikunto (1997 : 24) ialah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Lebih lanjut Suharsimi Arikunto (1991 : 59), menyatakan sebagai berikut : “Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas” Dalam penulisan skripsi ini,penulis mengemukakan anggapan dasar itu adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu, (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia / anak didik menjadi insane paripurna dewasa dan berbudaya. (A.Kosasih Djahiri 1995:3) 2. Organisasi adalah system kegiatan terkoordinasi dari kelompok yang bekerja sama mengarah tujuan bersama dibawah kewenangan dan kepemimpinan. (Kartini Kartono 1992:7) 3. Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua atau lebih yang bekerja sama untuk tujuan bersama dan terikat secara formal dalam suatu ikatan hirarki dimana selalu terdapat hubungan antara seorang atau sekelompok orang yang disebut pimpinan dan seorang atau sekelompok orang yang yang disebut bawahan. (Sondang P Siagian 1997) 4. Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang teroganisir dalam usaha mereka menetapkan tujuan dan mencapai tujuan (Ralp M Stagdill) 5. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompok mencapai tujuan organisasi dengan efektipitas maksimum dan kerjasama dari tiap-tiap individu (G.L Freeman & E.K Taylor 1990) 6. Materi pembinaan kesiswaan mencakup : 1. Pembinaan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2. Pembinaan kehidupan berbangsa dan bernegara 3. Pembinaan pendidikan pendahuluan bela Negara 4. Pembinaan kepribadian dan budi pekerti luhur 5. Pembinaan organisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan 6. Pembinaan keterampilan dan kewirausahaan 7. Pembinaan kesegaran jasmani dan daya kreasi 8. Pembinaan persepsi, apresiasi dan kreasi seni(keputusan Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan No. 226/C/Kep/0/1992 tentang Pembinaan kesiswaan) 1.4.2 Hipotesis Perumusan beberapa dugaan sementara merupakan langkah yang penting dilakukan oleh peneliti sebelum fakta dan data diperoleh dalam suatu penelitian. Hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan (Nana Sudjana,1997:37). Sedangkan Suharsami Arikunto (1997 : 62) menjelaskan bahwa : “Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti data yang terkumpul”. Selanjutnya dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : 1.4.2.1 Hipotesis Umum “Jika Pembina OSIS dapat melakukan Pembinaan organisasi kesiswaan di sekolah, maka sikap kepemimpinan siswa akan meningkat”. 1.4.2.2 Hipotesis Khusus 1. Jika pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dilaksanakan dengan baik maka keimanan dan ketaqwaan pengurus OSIS akan meningkat. 2. Jika pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dilaksanakan dengan baik maka budi pekerti luhur pengurus OSIS akan meningkat. 3. Jika pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dilaksanakan dengan baik maka pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS akan meningkat. 4. Jika pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dilaksanakan dengan baik maka kepribadian yang mantap dan mandiri pengurus OSIS akan meningkat. 5. Jika pengarahan dari Pembina dalam rapat pengurus OSIS dilaksanakan dengan baik maka rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS akan meningkat. 6. Jika petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program kerja dilaksanakan dengan baik maka keimanan dan ketaqwaan pengurus OSIS akan meningkat. 7. Jika petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program kerja dilaksanakan dengan baik maka budi pekerti luhur pengurus OSIS akan meningkat. 8. Jika petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program kerja dilaksanakan dengan baik maka pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS akan meningkat. 9. Jika petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program kerja dilaksanakan dengan baik maka kepribadian yang mantap dan mandiri pengurus OSIS akan meningkat. 10. Jika petunjuk Pembina Osis dalam pembuatan program kerja dilaksanakan dengan baik maka rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS akan meningkat. 11. Jika pemantauan dari Pembina dilaksanakan dengan baik maka keimanan dan ketaqwaan pengurus OSIS akan meningkat. 12. Jika pemantauan dari Pembina dilaksanakan dengan baik maka budi pekerti luhur pengurus OSIS akan meningkat. 13. Jika pemantauan dari Pembina dilaksanakan dengan baik maka pengetahuan dan keterampilan pengurus OSIS akan meningkat. 14. Jika pemantauan dari Pembina dilaksanakan dengan baik maka kepribadian yang mantap dan mandiri pengurus OSIS akan meningkat. 15. Jika pemantauan dari Pembina dilaksanakan dengan baik maka rasa tanggungjawab yang tinggi pengurus OSIS akan meningkat. 1.5 Identifikasi Variabel Pengertian Variabel yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (1993 : 99) adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi obyek penelitian. Dalam penelitian ini ada dua variable, yaitu variable bebas dan variable terikat. 1.5.1 Variabel Bebas Menurut Suharsimi Arikunto (1993 :99) dalam penelitian yang mempelajari sesuatu treatment terdapat variable penyebab (X) atau variable bebas (Independent Variabel). Dalam penelitian ini yang menjadi variable bebas adalah peranan Pembina OSIS ( Organisasi Siswa Intra Sekolah ). Adapun indicator variable ini sebagai berikut : 1. Memberikan pengarahan rapat pengurus OSIS 2. Memberikan petunjuk dalam pembuatan program kerja OSIS 3. Melakukan pemantauan pelaksaan kegiatan OSIS 1.5.2 Variabel terikat Menurut Suharsimi Arikunto (1993 : 99), bahwa variable akibat (X) atau variable tergantung atau Dependen Variabel. Variabel terkait dalam penelitian ini adalah sikap kepemimpinan siswa. Adapun indicator variable ini sebagai berikut 1. Memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2. Berbudi pekerti luhur 3. Memiliki pengetahuan dan keterampilan 4. Berkepribadian yang mantap dan mandiri 5. Memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi (Himpunan Peaturan dan Pedoman Pembinaan Kesiswaan; Koprasi Pegawai Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat) 1.6 Populasi Dan Sample 1.6.1 Populasi Menurut Suharsimi Arikuto (1993 : 102), yang dimaksud populasi adalah : “ Keseluruhan subyek peneliti. Apabila seseorang ingin meneliti semua element yang ada pada wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi, study atau penelitiannya juga disebut study populasi atau study sensus” Populasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA PGRI 89Cipanas Cianjur yang menjadi pengurus OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) periode 2009-2010. Yang berjumlah 20 orang. 1.6.2 Sample Mengingatjumlah populasinya kurang dari 100 orang, maka penulis mengambil jumlah kesemuaannya, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Dalam mengambil sample ini penulis menggunakan ketentuan dari Suharsimi Arikunto (1993 : 907), yaitu : “Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10 – 15 % atau 20 – 25 % atau lebih”. Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis mengambil sample dalam penelitian ini adalah semuanya, hal ini dikarenakan subyeknya kurang dari 100. Untuk lebih jelasnya bias dilihat dalam table berikut : NO POPULASI SAMPEL JUMLAH 1 SELURUH PENGURUS OSIS 20 20 20 20