Minggu, 15 April 2012

PENGARUH PILKADA TERHADAP PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KAB KLUNGKUNG BALI

PENGARUH PILKADA TERHADAP PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT KAB KLUNGKUNG BALI Dani Andriana N Pkn FKIP UNSUR CIANJUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangs Pemilihan umum hampir-hampir tidak mungkin dilaksanakan tanpa kehadiran partai-partai politik ditengah masyarakat. Keberadaan partai juga merupakan salah satu wujud nyata pelaksanaan asas kedaulatan rakyat. Sebab dengan partai-partai politik itulah segala aspirasi rakyat yang kedaulatan berada di tangan rakyat, maka kekuasaan harus dibangun dari bawah. Konsekuensinya, kepada rakyat harus diberikan kebebasan untuk mendirikan partai-partai politik. Pasal 28 UUD 1945 dengan tegas menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan fikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dalam UU”. Maksudnya, disana dinyatakan bahwa Pasal 28 ini serta pasal-pasal lain yang mengenai penduduk dan warga negara hasrat Bangsa Indonesia untuk membangun negara yang bersifat ber-prikemanusiaan. Jadi yang diperlukan untuk memerinci ketentuan Pasal 28 ini adalah sebuah Undang-undang yang mengatur tentang “Kebebasan Berserikat” warga negaranya. Bukan sebuah Undang-undang yang justru akan membatasi warga negaranya untuk menyampaikan aspirasi suaranya. Memang, kebebasan mendirikan partai tanpa batas dapat menimbulkan banyak berbagai persoalan yang justru merugikan perkembangan demokrasi. Kalau memang jumlah partai harus dibatasi, maka persoalannya kemudian ialah bagaimana caranya agar patai-partai itu dapat memainkan perannya secara wajar dan optimal, baik sebagai wahana penyalur aspirasi rakyat maupun sebagai sarana membangun pemerintahan secara demokrasi dari bawah, yang mampu menunjukkan bahwa negara memang menganut asas kedaulatan rakyat. Apa yang berlaku selama hampir 3 (tiga) Dasawarsa terakhir ini menunjukkan sebuah gejala lemahnya posisi partai dalam memainkan peranan politiknya sebagai wahana pencerminan asas kedaulatan rakyat serta wahana pencerdasan rakyat akan sebuah pendidikan politik yang ada di negeri ini. Apabila kita lihat dari sudut pandang Ilmu Politik, hal ini nampaknya disebabkan oleh menguatnya peranan birokrasi dalam penyelenggaraan negara, ditambah dengan dikembangkannya sistem politik yang cenderung ke arah monolitik. Ada satu sisi segi positif kecenderungan ini, yaitu terpeliharanya stabilitas politik negara untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama dibidang ekonomi yang sangat berpengaruh dari stabilitasan politik dalam negeri. Namun ada pula sisi negatifnya yakni kurang terserapnya aspirasi dan partisipasi rakyat secara menyeluruh dari lapisan bawah. Salah satu dampaknya ialah kecenderungan semakin melebarnya kesenjangan sosial dan ekonomi di dalam masyarakat, terutama masyarakat kecil yang selalu terpuruk dalam keadaan ekonomi yang tidak menentu. Dan hal ini terlihat saat pemerintah yang menaikkan beban ekonomi pada masyarakat secara umum, yang mengakibatkan sebuah problema yang mempengaruhi tata kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai contoh yang ada pada saat sekarang yaitu, Pemerintah yang menaikkan harga BBM yang alasan Pemerintah bahwa hal ini disebabkan akan naiknya harga Minyak Dunia, akan tetapi dengan adanya kompensasi bahwa rakyat kecil dan miskin akan mendapat bantuan berupa BLT yang dibagikan seharga Rp. 300.000,- per kepala keluarga se-Indonesia. Akan tetapi pada kenyataan bahwa data yang digunakan adalah data lama (2005) yang banyak data yang sewaktu dilihat pada kenyataannya yaitu banyak rakyat Indonesia yang bertambah miskin sejak tahun 2005 sampai tahun 2008. Serta juga dalam hal pembagian juga banyak sekali ketimpangan yang terjadi, antara lain adanya rakyat yang miskin yang tidak mendapat BLT serta juga ada rakyat yang mampu perekonomiannya yang mendapatkan BLT. Lemahnya peranan dari partai politik yang terjadi ditengah masyarakat dengan sendirinya mengurangi makna asas kedaulatan rakyat yang kita anut, serta juga banyak rakyat yang tidak percaya akan peranan partai politik akan mau memperjuangkan aspirasi rakyat secara umum yang menjerit akan himpinan hidup yang diciptakan oleh pemerintahan yang kurang bisa menangani akan tata pemerintahan dalam hal ekonomi. Lemahnya posisi partai politik juga turut serta mengambil keputusan-keputusan politik yang ada di dewan pemerintahan, karena dominan peranan sebuah birokrasi politik yang membawa dampak kurang bermaknanya arti sebuah pemilihan umum yang ada di negeri ini. Pemilihan umum yang berlangsung cenderung tidak membawa perubahan yang berarti, baik dalam proses peralihan maupun dalam upaya peningkatan aspirasi rakyat dari bawah dan juga perbaikan ekonomi yang di inginkan oleh rakyat secara umum. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa pemilihan umum yang selama ini dilaksanakan selama sama sekali tidak mempunyai makna yang berarti. Keberhasilan pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pemilihan umum secara yang secara rutin sekali dalam 5 tahun tentu mempunyai arti tersendiri dalam proses pembangunan demokrasi yang ada di Indonesia ini, walaupun banyak cacat yang terjadi disana-sini tetapi hal yang patut di perhatikan bahwa pemerintahan Orde Baru mampu melaksanakan pemilu secara berkala. Tetapi, walau bagaimanapun dari waktu ke waktu diperlukan perbaikan-perbaikan dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia. Ini terutama menyangkut pembenahan kehidupan kepartaian yang ada di negara kita dan berbagai aspek mengenai penyelenggaraan pemilihan umum, baik dari segi pengaturan, penyelenggaraan maupun sistemnya serta penyidikan akan pelanggaran dari para peserta pemilu serta juga dari Jurkam maupun Timsesnya. Adapun dalam masalah Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) yang sesuai dengan peraturan per-undang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang mengatur akan tata Pemerintahan Daerah (PEMDA) dalam mengatur pemerintahan sendiri terutama dalam hal Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA). Undang-undang ini sesuai dengan UUD 1945 yang ada pada UUD 1945 perubahan pertama yaitu Pasal 22E UUD 1945. Yaitu bahwa Pemilihan Kepala Daerah baik untuk tingkatan Gubernur, Bupati, Walikota serta para wakilnya di tentukan oleh adanya pemilihan secara langsung oleh rakyat yang berasaskan pada langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Jimlie Ashshiqie, 2006, hal:792). Sedangkan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah ini dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang bertempat tugas di daerah Tingkat I (Provinsi), daerah Tingkat II (Kabupaten), dan Kota. Komisi ini melaksanakan tugasnya sebagai badan pelaksana pemerintah yang mengurusi akan masalah Pemilihan Kepala Daerah yang ada di daerah tanggung jawabnya. Adapun tugas dari KPUD bukan hanya saja memilih Gubernur, Bupati, maupun Walikota akan tetapi DPRD juga turut serta dalam wewenang tanggung jawab dari KPUD dalam memilih anggota legislatif yang ada di daerah. Akan tetapi fokus dalam masalah yang berkembang dalam wacana publik yang ada yaitu banyak masyarakat daerah tersebut atau masyarakat umum se-Indonesia yang membicarakan masalah pemilihan kepala daerah yang berstatus Gubernur, Walikota, maupun Bupati. Sedangkan pengertian dari Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu yang ada dalam pemerintah daerah adalah Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah (Undang-undang No. 32 Tahun 2008, Pasal 1 Ayat 2 dan Ayat 3) Berdasarkan penjelasan diatas kami mencoba untuk membandingkan bagaimana pengaruh pemilu terhadap daerah kabupaten Kelungkung terhadap partisipasi warga, sehingga kami akan membandingkan antara pengaruh pemilu di Kabupaten Cianjur yang notabene berlandaskan hukum nasional dengan daerah yang masih terpengaruhi oleh Hukum adat, yang kebetulan daerah tersebut terdapat di Propinsi Bali tepatnyah di Kabupaten Kelungkung. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di kabupaten Kelungkung ? 2. Apakah demokrasi menjadi kunci terjawabnya partisipasi politik dalam pemilihan kepala daerah.? 3. Apakah Money Politics mempengaruhi akan partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah serta apakah boleh untuk menjalankan Money Politics dalam acara demokrasi yang ada ? 1.3 Tujuan Penulisa 1. Untuk mengetahui tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah di kabupaten Kelungkung. 2. Untuk mengetahui apakah benar demokrasi menjadi kunci terjawabnya partisipasi politik dalam pemilihan umum. 3. Untuk mengetahui pengaruh Money Politics dalam patisipasi politik masyarakat dalam pilkada serta mengetahui boleh tidaknya melakukan Money Politics \ BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Partisipasi Politik Secara Umum/Nasional Sebelum kita membahas akan bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses pemilhan kepala daerah maupun adanya indikasi akan permainan Money Politics dalam acara pesta demokrasi daerah. Maka penulis akan membahas mengenai arti dari permasalahan awal dalam makalah ini yaitu arti kata politik yang berasal dari bahasa yunani yaitu Polis yang artinya kota (Pusat Pengaturan Rakyat). Jadi, yang dimaksud dengan Politik adalah pengetahuan tentang seluk beluk ketatanegaraan baik dari aspek kekuasaan, pemerintahan dan pengaturan dalam suatu negara. Pengertian PILKADA ialah pemilihan kepala daerah secara langsung oleh masyarakat daerah tersebut untuk memilih kepala daerahnya yang baru atau Pemilihan Kepala Daerah baik untuk tingkatan Gubernur, Bupati, Walikota serta para wakilnya di tentukan oleh adanya pemilihan secara langsung oleh rakyat yang berasaskan pada langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung) sudah terjadi di ratusan tempat di seluruh Indonesia. Namun, ada gejala mencolok yang cukup mengkhawatirkan yang terjadi dalam masyarakat. Antusiasime publik dan tingkat partsipasi masyarakat luas dalam pilkada itu cukup rendah. Ukuran paling mencolok dari rendahnya keterlibatan publik itu adalah rendahnya tingkat Voter Turnout (partisipasi pemilih yang mencoblos di TPS pada hari pemilihan). Di banyak daerah di Indonesia, hanya 70 persen pemilih yang terdaftar yang datang ke tempat pemungutan suara. Di beberapa tempat, bahkan hanya sekitar 50 persen dari pemilih yang ikut mencoblos. Persentase Voter Turnout itu jelas sekali di bawah rata-rata Pemilu Nasional di Indonesia. Sejak Orde Baru sampai dengan Orde Reformasi, rata-rata Voter Turnout itu sekitar 90 persen. Secara hukum, rendahnya tingkat partisipasi publik itu tidak membatalkan pemilu. Sejak awal negara kita menganut asas suka-rela dalam partisipasi politik di dalam pelaksanaan pemilu. Para pemilih boleh mendaftarkan diri sebagai pemilih, boleh juga tidak. Bahkan pemilih yang sudah memiliki kartu pemilih boleh datang ke tempat pemilihan, boleh juga tidak. Partisipasi politik itu dianggap menjadi hak warga negara bukan kewajiban dari warga negara. Sebagai contoh perbandingan yang terjadi di Amerika Serikat, yang menjadi salah satu model demokrasi dunia, Voter Turnout itu juga cukup rendah. Bahkan dalam pemilu nasional yang memilih Presiden, persentase Voter Turnout itu sekitar 50 persen - 60 persen saja. Namun demokrasi terus berjalan. Pemimpin yang terpilih juga memperoleh legitimasi yang kuat dari masyarakat. Tetapi, bagi negara demokrasi yang baru dan juga baru dalam menjalankan demokrasi di negaranya mapun negara yang baru berdiri, rendahnya Voter Turnout cukup mengkhawatirkan, yang sangat berbeda dengan yang terjadi di Amerika Serikat. Di negara itu, walau publik tidak datang ke tempat pemungutan suara, terasa tidak banyak perbedaan yang dianut para kandidat. Ibarat hanya memilih antara Coca Cola dan Pepsi Cola. Siapa pun yang terpilih, sistem politik di sana sudah berjalan, yang Prodemokrasi, Propasar Bebas, dan Prokebebasan Individu. Rendahnya Voter Turnout di sana tak berkaitan dengan Distrust atau ketidak percayaan masyarakat kepada demokrasi. Di Indonesia, kita khawatir jika rendahnya Voter Turnout itu akan menjadi awal dari mosi tak percaya kepada demokrasi. Mereka menikmati kebebasan politik yang dibawa oleh demokrasi. Namun, gunjang-ganjing demokrasi itu belum mereka rasakan dalam memperbaiki kehidupan ekonomi konkret mereka sehari-hari. Bahkan untuk banyak kasus, mereka justru merasa lebih sengsara. Jika ini yang menjadi pangkalnya, rendahnya Voter Turnout dalam pilkada menjadi sinyal lampu kuning bagi masa depan demokrasi di Indonesia. Sistem demokrasi tak pernah menjadi kokoh tanpa kepercayaan publik atas keefektifannya. Konsekuensi rendahnya Voter Turnout dalam Pilkada dapat menyebabkan terpilihnya kepala daerah yang berbeda. Untuk suatu daerah yang sangat kompetitif, acap kali jarak kemenangan satu kandidat atas kandidat lainnya di bawah 20 persen. Dalam sistem multipartai dan acap kali jumlah kandidat yang ikut serta lebih dari dua, cukup normal jika selisih persentase dukungan atas kandidat pemenang dan saingan terdekatnya di bawah 20 persen. Hanya dalam kasus khusus saja selisih itu di atas 20 persen. Namun, apa yang terjadi jika pemilih yang datang ke tempat pemungutan suara di bawah 70 persen, apalagi di bawah 50 persen? Itu berarti sejumlah 30 persen-50 persen pemilih tidak mencoblos. Jika mayoritas yang tidak mencoblos itu adalah pendukung kandidat tertentu yang paling kuat, niscaya pemenang pemilu berubah. Tokoh tertentu dikalahkan dalam pemilih langsung bukan karena ia kalah populer, tetapi semata karena mayoritas pendukungnya tidak datang ke tempat pencoblosan. Para ahli strategi politik di belakang kandidat di Amerika Serikat sangat sadar akan situasi itu. Mobilisasi pendukung untuk datang ke tempat pemungutan suara dijadikan bagian sentral pemenangan kandidat. Penyebab rendahnya Voter Turnout dalam pilkada di Indonesia memang dapat disebabkan banyak hal, mulai dari yang paling teknis sampai kepada yang sangat politis. Yang paling teknis, itu disebabkan oleh persoalan logistik belaka. Keterlambatan turunnya dana ke KPUD dapat menyebabkan tidak sempurnanya semua tahapan pemilu. (Denny JA, 01/05/2006) KPUD terlambat dalam mendata pemilih. Akibatnya, terlambat pula dalam sosialisasi dan menyiapkan kartu pemilih. Jumlah pemilih yang memenuhi syarat administratif untuk mencoblos menjadi jauh lebih rendah daripada jumlah pemilih yang sebenarnya. Pemilih yang sah tetapi tidak lengkap syarat administrasinya tentu tidak memenuhi syarat untuk ikut mencoblos. Jika itu alasannya, rendahnya Voter Turnout itu tak ada kaitan sama sekali dengan trust atau distrust atas demokrasi di Indonesia. Namun, jangan pula dikesampingkan alasan yang lebih politis. Selalu terbuka kemungkinan pemilih kehilangan antusiasme. Mereka sudah mengalami euforia reformasi sejak 1998. Sudah tujuh tahun usia reformasi. Namun, apa yang mereka rasakan dalam kehidupan ekonomi konkret mereka sendiri? Tingginya angka pengangguran, harga kebutuhan pokok yang terus meninggi, meluasnya busung lapar, kelangkaan BBM, listrik yang semakin sering mati, tingginya perpecahan partai politik, hilangnya keteladanan pemimpin, tentu juga menjadi memori kolektif mereka. Dalam berbagai survei juga terekam bahwa kekecewaan publik atas reformasi meningkat. Kekecewaan itu dapat saja diekspresikan melalui absen dalam pemilu. Rendahnya voter turnout dalam pilkada selalu mungkin menjadi puncak gunung es atas apatisme publik terhadap demokrasi. Rendahnya voter turnout itu dapat pula menjadi cermin distrust atau ketidakpercayaan atas komitmen maupun kapabilitas pemimpin yang dipilih secara demokratis. Kita harap bukan alasan politis itu yang menjadi sebab rendahnya voter turnout dalam Pilkada. Harapan kita itu dilandasi oleh keyakinan bahwa jika demokrasi tidak kokoh, bangsa kita akan jauh lebih terpuruk (Denny JA, 01/05/2006). Pemilihan Kepala Daerah Langsung merupakan mekanisme politik yang secara langsung melibatkan masyarakat. Berbeda sebelumnya, dimana pemimpin daerah hanya bisa diputuskan dan dipilih oleh legislatif. Pilkada membuka peluang selebarnya bagi siapapun menentukan pemimpinnya. Dalam konteks Pilkada, masyarakat tidak lagi sekedar menjadi sebagai obyek politik, akan tetapi melainkan sebagai subyek Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang merupakan wujud kedaulatan masyarakat lokal dalam membentuk sejarah politik yang dapat mengubah paradigma berfikir terhadap demokrasi pada masyarakat lokal. Sebagai bentuk menumbuhkan kesadaran masyarakat sebagai bagian dari proses politik, dan ada yang mengatakan bahwa pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) adalah bentuk partisipasi politik yang paling minimal. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai bentuk partisipasi yang kecil bagi terciptanya budaya politik rakyat lokal menjadi jalan pembuka untuk menuju jalan kearah partisipasi politik yang lebih jauh. Ada beberapa partisipasi politik yang lebih besar, antara lain menciptakan perdamaian dan ketertiban, pencerahan kepada masyarakat luas berkaitan dengan penyelenggaraan negara dalam bentuk diskusi-diskusi, maupun seminar-seminar, membayar pajak, mencerdaskan anak bangsa melalui pendidikan formal dan informal, memberikan kontribusi dalam bentuk penyampaian ide-ide, pemikiran-pemikiran tentang ideology nasional, memelihara hasil pembangunan dan bela negara. Partisipasi menjadi kunci terjawabnya demokrasi dapat dibuktikan hampir semua kegiatan membutuhkan partisipasi, kalau kita setuju bahwa demokrasi tanpa partisipasi adalah manipulasi terhadap demokrasi, hal ini pernah terjadi pada masa Indonesia menerapkan pemerintah gaya orde baru, karena dengan partisipasi akan terbentuk demokrasi, dapat ditarik suatu kongklusi, bahwa antara demokrasi dan partisipasi merupakan dua dasar dengan nilai intitas yang sama, konsep demokrasi tumbuh melalui partisipasi, asumsi dasar kita bahwa demokrasi berasal dari partisipasi. Menurut Peter L. Berger dalam bukunya Pyramids Of Sacrifice ; Political Etnics and social change menyatakan, bahwa partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi dan partisipasi orang yang paling mengerti tentang apa yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri. Untuk mewujudkan demokrasi melalui partisipasi ada beberapa acuan yang dapat dijadikan sebagai garis demokrasi partisipasi politik, menurut Ramlan Surbakti “Rambu-Rambu” partisipasi politik sebagai berikut ; 1. Partisipasi politik yang dimaksud berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat di amati, bukan perilaku dalamnya berupa sikap dan orientasi. Hal ini perlu di tegaskan karena sikap dan orientasi individu tidak selalu termanivestasikan dalam perilakunya. 2. Kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk kedalam pengertian ini, seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum, alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik dan kegiatan mendukung ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah. 3. Kegiatan yang berhasil guna (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik. 4. Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Kegiatan yang langsung berarti individu mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan secara tidak langsung berarti mempengaruhi pemerintah melalui pihak lain yang dianggap dapat menyakinkan pemerintah. Keduanya termasuk dalam kategori partisipasi politik. 5. Kegiatan mempengaruhi dapat dilakukan melalui prosedur yang wajar dan tidak berupa kekerasan seperti ikut memilih dalam pemilihan umum, mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka dan menulis surat, maupun dengan cara-cara diluar prosedur yang wajar dan bukan berupa kekerasan seperti demonstrasi (unjuk rasa), huru-hura, mogok kerja maupun mogok makan, pembangkangan sipil, serangan bersenjata, dan gerakan-gerakan politik seperti kudeta dan revolusi. Di Indonesia banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sudah melakukan partisipasi politik melalui penyelenggaraan pendidikan formal dengan kegiatan kejar paket A, B dan C, serta mengawal proses demokrasi yang sedang berjalan di negeri ini. Perlu di sadari, ketidak pahaman dari berbagai elemen bangsa berkaitan dengan partisipasi politik selalu hanya dibatasi oleh Pemilu dan Pilkada, terhadap kita tidak jarang melalui kontrol terhadap penyelenggaraan negara, baik itu ditingkat lokal maupun nasional, sebagai contoh konkret berkaitan dengan masalah penyakit Flu Burung sudah menyebar dengan banyak memakan korban semakin bertambah, busung lapar, dan kemiskinan yang melanda rakyat Indonesia hingga tidak pernah dikeluarkan kebijakan politik untuk menyelesaikannya permasalahan tersebut, masalah ketenagakerjaan dan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dalam membuat formulasi kebijakan politik dan pemerintah pusat dan daerah. Partisipasi menurut Oxpord Learner’s Pocket Dictionary yang terbitkan oleh Oxpord University Press, Parcipate In Take Part Or Become Involved In Activity, karena itu dalam partisipasi ada yang mengambil bagian atau menjadi keseluruhan dan sebuah kegiatan berbentuk kerja sama. Partisipasi politik ialah keikutsertaan warga negara bisa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Karena itu partisipasi politik dapat diwujudkan keikutsertaan rakyat dalam kegiatan politik, pengertian kegiatan politik tidak tertitik pada fokus memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, akan tetapi lebih luas berkaitan dengan kesejahteraan dan kebaikan bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara, termasuk sebagai warga negara yang taat hukum positif. Di dalam perkembangan demokrasi di Indonesia termasuk penyelenggaraan pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat di daerah menjadi ajang legitimasi kekuasaan bagi setiap kepala daerah dan wakil kepala daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota ) untuk siap di kontrol dalam pengambilan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan sudah menyerahkan sebagian kedaualatannya untuk di kuasai oleh pemerintah, dan oleh sebab itu kecerdasan rakyat untuk memilih personal yang akan memerintah menjadi sangat menentukan masa depan daerahnya. Adapun pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warga negara preman (Private Citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Namun demikian didapati tingkatan hierarki partisipasi politik yang berbeda dari suatu system politik dengan yang lain, tetapi partisipasi pada suatu tingkatan hierarki, tidak merupakan prasyarat bagi partisipasi pada suatu tingkatan yang lebih tinggi. Di era demokrasi yang sedang berlangsung di negeri ini akan dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi suatu pemerintahan yang sedang berjalan, akan tetapi beberapa fungsi dari suatu negara demokrasi sudah memasuki tahap input bagi sistem politik. Dalam sistem politik seperti ini input merupakan bagian output dari proses sistem politik sedang berjalan menuju suatu jawaban terhadap berbagai tuntunan dan dukungan dalam stabilitas politik. Menurut Grabiel A Almond dalam bukunya yang berjudul The Politics Of The Developing Areas menyatakan bahwa fungsi-fungsi input dan output dapat di kelompokkan sebagai berikut : A. Fungsi-fungsi input terdiri atas : 1. Sosialisasi politik dan rekrutmen. 2. Artikulasi kepentingan. 3. Agregasi kepentingan. 4. Komunikasi politik B. Fungsi-fungsi output terdiri atas : 1. Pembuatan peraturan. 2. Penerapan peraturan. 3. Ajudikasi peraturan. Perlu diketahui bahwa seluruh aktivitas dalam sistem politik seperti input dan output yang tujuan akhirnya tetap dibebankan kepada rakyat atau masyarakat yang menjadi objek dan subjek politik. Karena itu aktivitas politik tersebut harus di dukung oleh partisipasi politik yang tinggi, demi terwujudnya Check and Balances dari outputnya yang dihasilkan berupa peraturan sebagai sebuah produk politik. Tidak hanya melegalkan posisi terisinya lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif dalam kancah pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah secara langsung. Partisipasi politik menjadi sangat menarik dibicarakan dalam suatu negara yang baru masuk dalam suatu babak demokrasi baru, dengan perbadaan-perbedaan demokrasi pada masa lalu seperti dalam konteks Indonesia. Tetapi terkadang sulit untuk mengobservasi tingkat partisipasi politik masyarakat dalam menentukan sikap, tidak heran apa yang dikatakan oleh Michel Rush dan Phillip Althoff ada sedikit kesulitan dalam menyajikan berbagai bentuk partisipasi politik terlepas dari tipe sistem politik yang bersangkutan, yaitu: segera muncul dalam ingatan peranan para politis profesional pada para pemberi suara, aktivitas-aktivitas partai, dan para demonstran. Menurut Michel Rush dan Phillip Althoff mereka memberikan definisi tentang partisipasi politik yaitu menurutnya partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai pada bemacam-bermacam tingkatan di dalam sistem politik. Aktivitas politik itu bisa bergerak dari keterlibatan sampai dengan aktivitas jabatannya. Oleh karena itu partisipasi politik berbeda-beda pada satu masyarakat dengan masyarakat lainnya, juga bisa bervariasi dalam masyarakat-masyarakat khusus. Perlu ditekankan bahwa partisipasi itu juga menumbuhkan motivasi untuk meningkatkan partisipasinya, termasuk di dalamnya tingkatan paling atas dari partisipasi dalam bentuk pengadaan bermacam-bermacam tipe jabatan dan tercakup didalamnya proses rekrutmen politik. Lalu dalam bahasan selanjutnya dalam pemilihan kepala daerah maupun pemilihan umum secara umum, banyak terjadinya perbuatan politik uang (Money Politics) yang ikut mewarnai acara pesta dan peta demokrasi yang berlangsung di negara ini. Money Politics banyak membawa pengaruh akan peta perpolitikan Nasional serta juga dalam proses yang terjadi dalam pesta politik. Dalam norma standar demokrasi, dukungan politik yang diberikan oleh satu aktor terhadap aktor politik lainnya didasarkan pada persamaan preferensi politik dalam rangka memperjuangkan kepentingan publik. Dan juga setiap warga negara mempunyai hak dan nilai suara yang sama (OPOVOV: satu orang, satu suara, satu nilai). Namun, melalui Money Politics dukungan politik diberikan atas pertimbangan uang dan sumber daya ekonomi lainnya yang diterima oleh aktor politik tertentu (Praktino, Jurnal Tarjih, hal:30). Dalam politik uang (Money Politics) pemilihan kepala daerah baik untuk mengisi jabatan Gubernur atau Wakil Gubernur, jabatan Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota terdapat beberapa hal yang mungkin tidak di ketahui oleh umum. Praktek politik ini sangat tertutup yang hanya di ketahui oleh para calon atau orang-orang yang berada pada “Ring Dalam” para calon saja. Besarnya uang yang diperlukan untuk membeli suara juga berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Besarnya harga suara sangat tergantung pada pola hidup dan tingkat ekonomi masyarakat daerah tersebut. Bagi daerah yang relatif kurang maju mungkin harga satu suara berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 100 juta saja. Namun, untuk daerah yang sudah maju dan memiliki pendapatan perkapita tinggi di duga satu suara sangat variatif berkiasar antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Persoalannya seorang calon harus tahu benar kapan dana yang dibutuhkan harus dikeluarkan. Dalam permainan politik uang (Money Politics), seorang calon kepala daerah berserta tim suksesnya (TIMSES) harus menguasai benar kondisi di lapangan. Pertimbangan hati-hati ini dilakuakan oleh para calon agar uang yang tersedia diberikan kepada orang yang tepat sasarannya. Kalau penggunaan uang tidak hati-hati bukan hanya salah sasaran berakibat uang hilang percuma saja, tetapi sangat beresiko apabila informasi jatuh kepada mereka yang tidak dapat dipercaya, dalam pemberian uang kepada pemilih dalam membeli suara calon pemilih. Apabila uang jatuh kepada kelompok yang tidak dapat dipecaya, maka boleh jadi akan menjadi bumerang apabila kelak terpilih dengan suara terbanyak akan mendapat perlawanan dari kelompok yang kalah. Terutama banyaknya pengungkitan dari pihak lawan akan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak kandidat yang menang dalam pemilihan kepala daerah. Pada semua tingkatan yang ada. Biasanya kelompok yang kalah akan berusaha mendapatkan bukti-bukti tentang adanya bukti praktek uang (Money Politics) tersebut guna mereka untuk mencari keuntungan bagi pihak-pihak kandidat yang kalah dalam acara pesta demokrasi tersebut. Maka dapat dijadikan bahan untuk membatalkan pelantikan kepala daerah terpilih, bukankah peraturan pemerintah Nomor 151 tentang tata cara pemilihan kepala daerah terpilih harus menghadapi masa uji publik selama 3 hari. Dalam masa uji public ini senjata paling ampuh untuk menjatuhkan kandidat yang menang adalah apabila terdapat bukti adanya praktek politik uang (Money Politics). Bukankah politik uang (Money Politics) dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana suap. Di samping mempelajari secara hati-hati dan seksama, calon kepala daerah tidak pula sembarangan mengeluarkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas guna dalam memperoleh suara dalam pemilihan nanti. Dalam praktek politik uang (Money Politics) dikenal beberapa tahapan dana yang dibutuhkan, dimulai dari proses uang perkenalan, uang pangkal, uang untuk fraksi hingga uang yang ditujukan untuk membeli suara orang per orang pemilih. Pada proses pemilihan, masing-masin bakal calon melakukan pendekatan kepada para anggota dewan, guna mencari dukungan bagi mereka untuk mencalon diri dalam ajang pemilihan kepala daerah (PILKADA). Bagi mereka yang terlibat dalam praktek politik uang (Money Politics) mereka juga menyediakan dana khusus dalam masa perkenalan ini. Bagi bakal calon yang “paham betul” dengan situasi lapangan dan disertai dana yang mencakupi bagi masa perkenalan telah menyediakan dana pada masa perkenalan ini. Ada lagi istilah uang pangkal. Bagi sebagian kandidat memberikan uang dalam jumlah besar untuk suatu pertarungan yang belum pasti mereka menangkan merupakan suatu hal yang wajar memang merupakan suatu hal yang terlalu besar resikonya. Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko tersebut, maka apabila terjadi kesepakatan untuk memberikan dana dalam jumlah tertentu, tidak semua dana yang disepakati dibayarkan. Strateginya dengan memberikan uang pangkal disertai janji apabila kelak terpilih akan melunasi sisa uang yang dijanjikan. Memang pola menggunakan uang pangkal ini juga riskan apabila ditinjau dari sisi kepastian bahwa suara akan dijaminkan diberikan kepada “si pemberi uang pangkal”. Dalam salah satu kasus yang penulis ketahui dilapangan, uang pangkal diberikan sejumlah Rp 10 juta disertai dengan janji akan diberikan sekitar Rp 100 juta lagi apabila kelak terpilih. Oleh anggota DPRD bersangkutan ternyata uang pangkal ini dianggap tidak pernah ada ketika kandidat lain memberikan dana secara kontan tiga kali lebih besar daripada dana yang dijanjikan oleh “si pemberi uang pangkal pertama” berjumlah Rp 10 juta terdahulu. Akibatnya, uang pangkal yang diberikan oleh salah seorang calon kepala daerah ini hilang percuma karena dana yang lebih besar bukan hanya dijanjikan tetapi dibayar lunas dalam bentuk uang tunai, oleh calon kepala daerah yang lain. Dalam pemilhan tersebut, maka hal tersebut adalah sebuah hal yang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Yaitu adanya sebuah asas yang disebut JURDIL (Jujur dan Adil). Dalam masalah ini ada beberapa perdebatan mengenai asas ini pada awal akan dimasukkan asas ini dalam asas Pemilu pada awal Pemilu di Indonesia, antara lain: 1. Perlunya atau tidak asas jurdil ini dimasukan dalam perundang-undangan sebagai asas resmi disamping asas LUBER. 2. Dalam pelaksanaan Pemilu perlu ditampakan bahwa asas jurdil ini merupakan sesuatu yang benar-benar diterapkan. Melihat pengertian asas Jurdil ini disatu pihak dan asas Luber pihak lain, keduanya memiliki pengertian yang berbeda, namun sangat erat kaitannya. Dalam pembahasan ini maka sewajarnyalah sebuah Pemilu harus menggunakan asas JURDIL dan LUBER, guna terciptanya sebuah demokrasi serta pesta demokrasi yang sehat dan sesuai dengan amanat UUD 1945 dan juga sesuai dengan amanat rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari praktek KKN. Dalam pilkada yang ada maupun pemilu secara umum maka asas ini (JURDIL serta LUBER) hanyalah sebuah slogan belaka, karena pada dasarnya Money Politics merupakan sebuah sistem yang tidak akan pernah hilang dalam proses demokrasi Indonesia dan hal ini akan terus menerus terjadi dan dilakukan oleh para calon dan Jurkam serta Timses masing-masing calon dalam pilkada dan pemilu guna mencari perhatian serta suara dari para calon pemilih untuk memenangkan mereka dalam PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) dan PEMILU (Pemilihan Umum). Walaupun adanya partai politik yang berasaskan Islam akan tetapi praktek Money Politics ini tetap ada walau dikemas dalam agenda yang sangat rapi. Akan tetapi juga ada juga partai politik yang memang benar-benar mereka tidak melakukan politik uang (Money Politics). Serta merebaknya Money Politics membawa implikasi yang sangat berbahaya bagi demokrasi dan penguatan negara bangsa. Melalui Money Politics kedaulatan bukan ada pada tangan rakyat akan tetapi kedaulatan berada ditangan “uang”. Oleh karena itu, pemegang kedaulatan adalah “pemilik uang”, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan bukan lagi rakyat mayoritas. Di tengah gelombang demokratisasi yang gencar belakangan ini, maraknya Money Politics bisa mempermudah masuknya penetrasi politik melalui uang (Pratikno, 15 September 2003). Maka dengan demikian, Pilkada dengan sistem Money Politics akan terus terjadi kejadian yang paling umum dalam praktek politik uang (Money Politics) adalah pembelian suara menjelang hari pemilihan. Artinya, masing-masing calon mengadakan pendekatan kepada para anggota DPRD. Pendekatan dilakukan baik secara langsung maupun dengan melalui perantara orang ketiga. Pada saat inilah transaksi dilakukan baik dengan memberikan uang kontan ataupun dengan suatu janji atau pemberian atas pemberian cheque. Ada hal yang menarik bahwa umumnya para anggota DPRD lebih menginginkan uang kontan dari pada cheque. Akibatnya, jangan heran kalau uang kontan berdampak lebih ampuh dibandingkan dengan penggunaan selembar cheque. Karena itu harga suara itu sangat mahal apabila seorang bakal calon kepala daerah berasal dari anggota TNI/ POLRI artinya, anggota fraksi ini mempunyai posisi tawar yang tinggi. Mereka dapat mengajukan argument bahwa”terikat rantai komando” dan terikat pemerintah komandan dan seterunya. Padahal, tidak ada lagi perintah komando untuk memilih atau tidak memilih salah satu bakal calon. Akibatnya, calon pembeli suara dihadapkan pada situasi sulit. Dalam kondisi inilah dibutuhkan dana yang cukup besar. Biasanya strategi yang dilakukan dengan mendapatkan informasi berupa dana yang dikeluarkan oleh pihak lawan bagi suara mahal ini. Setelah mengetahui harga suara maka kemudian diberikan dana jauh lebih besar lagi. Dalam sistem politik yang lain ada yang namanya “Serangan Fajar” bagi para bakal calon kepala daerah beserta tim suksesnya pada calon pemilih, adapun masa yang paling rawan adalah H-2 dan H-1 pemilihan. Dalam masa inilah masing-masing calon saling melakukan pengintaian guna semaksimal mungkin dan seakurat mungkin mendapatkan informasi tentang berapa besar dan yang beredar bagi satu suara anggota DPRD. Informasi ini menjadi sangat penting karena pada H-1 merupakan kesempatan terakhir dalam perebutkan suara tersebut. Namun, dalam praktek juga terjadi Serangan Fajar yang dimaksud sebenarnya adalah dengan Serangan Fajar ialah pada hari Fajar hari H (Hari Pemilihan), kandidat kepala daerah atau tim suksesnya memanfaatkan informasi paling mutakhir tentang berapa harga satu suara dari para calon pemilih yang akan melakukan pencoblosan pada pagi harinya dan anggota DPRD mana saja yang kemungkinan masih dapat digarap untuk dimintai suaranya dalam pemungutan suara dan masa uji publik serta masa pelantikan kepala daerah. Ada beberapa kategori mereka yang dapat digarap yaitu sebagai berikut : Pertama, Anggota Dewan (DPRD) yang selama ini dikenal dengan kondisi siap menyeberang asal sesuai harga. Kedua, Anggota Dewan (DPRD) yang masih dihadapkan pada keraguan antara misi partai dengan iming-iming uang yang berjumlah besar. Namun hal yang inti dari Money Politics adalah bagaimana strategi pemberian uang ini. Bukankah tindakan menyuap dan disuap merupakan perbuatan melanggar hokum, oleh karena itu proses “penyampaian uang” harus dilakukan secara rapi dan sistematis. Namun, yang pasti bagi mereka yang terlibat dalam menggunakan uang kontan, tidak melalui transfer bank walaupun melibatkan dana dalam jumlah besar. Yaitu dengan cara mendatangi secara langsung rumah Anggota Dewan (DPRD) untuk memberikan uang tersebut. Hal ini dilakukan untuk semaksimal mungkin menghilangkan jejak. Apabila mengirim sejumlah dana melalui jasa perbankan tentu terdapat bukti setoran yang akan didapatkan di samping memang transaksi perbankan mudah dilakukan pelacakan. Dan hal ini akan memberikan peluang bagi calon kandidat yang kalah guna membongkar praktek politik uang (Money Politics) yang dilakukan oleh calon kandidat serta timsesnya dalam memenangkan pemilu atau pemilhan kepala daerah (PILKADA). Dan juga hal ini akan memberikan sebuah kesan negative bahwa calon tersebut melakukan praktek politik uang (Money Politics) guna memenangkan pemilihan tersebut. Selain itu ternyata pemberian uang tidak pula selalu dilakukan oleh para kandidat secara langsung. Akan tetapi pemberian uang tersebut dapat dilakukan melalui perantara orang lain termasuk teman akrab, keluarga, hubungan bisnis, dan seterusnya. Ada beberapa macam-macam bentuk pemberian uang dari kandidat kepada anggota dewan yang terlibat dengan politik uang (Money Politics). Macam-macam itu adalah sebagai berikut: 1. Sistem ijon 2. Melalui tim sukses calon 3. Melalui orang terdekat 4. Pemberian langsung oleh kandidat 5. Dalam bentuk cheque Akan tetapi tidak banyak juga Money Politics ini yang tidak berhasil pada akhirnya dalam masalah pembelian suara pemilih maupun dari anggota dewan (DPRD). Ada bebarapa faktor yang membuat hal ini terjadi, yaitu: 1. Adanya hubungan keluarga dan persahabatan 2. Bakal calon bersikap ragu-ragu 3. Adanya anggota yang terlanjur mempunyai komitmen tersendiri 4. Adanya anggota yang dianggap opportunis Selain dari pembahasan tersebut maka ada pula peraturan yang baku mengenai politik uang (Money Politics) ini, yaitu dilarangnya akan bagi para calon kandidat pemilihan baik pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah yang akan mencalonkan diri mereka dalam ajang pesta demokrasi yang berlangsung. Peraturan tersebut antara lain: 1. BAB XX Penyelesaian Pelanggaran Pemilu Dan Perselisihan Hasil Pemilu Undang-undang No. 10 Tahun 2008 Pasal 247 Ayat 1 sampai Ayat 10 2. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PELANGGARAN PIDANA PEMILU Pasal 252, Pasal 253 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 254 Ayat 1 sampai Ayat 3, Pasal 255 Ayat 1 sampai Ayat 5, Pasal 256 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 257 Ayat 1 sampai Ayat 3. 3. Undang-undang No. 10 Tahun 2008 mengenai PERSELISIHAN PEMILU Pasal 258 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 259 Ayat 1 sampai Ayat 3. 4. Undang-undang No. 32 Tahun 2008 mengenai Pemberhentian Kepala Daerah (yang sudah dilantik atau yang akan dilantik) Pasal 29 Ayat 1 sampai 4, Pasal 30 Ayat 1 smapai 2, Pasal 31 Ayat 1 sampai Ayat 2, Pasal 32 Ayat 1 sampai Ayat 7, Pasal 33 Ayat 1 sampai Ayat 3, Pasal 34 Ayat 1 sampai Ayat 4, Pasal 35 Ayat 1 sampai Ayat 5, Pasal 36 Ayat 1 sampai Ayat 5. Dari pembahasan data dan aturan yang membahas mengenai pelanggaran pemilu secara umum maupun pemilihan umum kepala daerah (PILKADA), maka selanjutnya sanksi pidana atau sanksi administrative yang akan diberikan oleh KPUD yang dalam hal ini pelanggaran tersebut di laporkan oleh PANWASLU dan di sampaikan pada Pengadilan Negeri yang akan menyidangkan kasus pelanggaran PILKADA yang dilaporkan. 2.2 Partisipasi Politik Di Kabupaten Kelungkung Masyarakat Bali sangat memegang teguh adat istiadat yang diturunkan oleh nenek moyangyah, sehingga mereka sangat sulit untuk dapat dipengaruhi oleh kebudayaan yang datang dari luar, baik itu yang positip maupun yang negatip. Sehingga pemerintah dalam memberikan asumsi ataupun masukan tentang bagaimana cara peyuluhan program-program yang telah dibuat oleh pemerintah sangatlah sulit agar dapat menerapkannya di masyarakat Bali. Sehingga pemerintah harus berupaya lebih keras agar dapat menjalankan programnya di masyarakat bali, salahsatunya yaitu dengan bekerjasama dengan pemerintah adat terlebih dahulu agar dapat tersampaikan kepada masnyarakat. Selain itu juga kedudukan pemerintah dengan pemerintah adat mempuyai kedudukan yang sama, malahan dalam sesuatu hal tertentu kedudukn pemerintah adat lebih tinggi ketimbang pemerintahan nasional. Hal ini dapat dilihat dari kepatuhan warga, yang mana apabila disuruh berkumpul disuatu tempat/aula desa kalau aparat desa yang meminta secara langsung amatlah sulit, hal ini berbanding terbalik apabila pemerintah adat yang memanggil cukup dengan membuyikan kuluk-kuluk yaitu sejenis kentongan yang dibuyikannya dengan cara dipul, maka masnyarakat dengan sendirinya tanpa ada paksaan akan berdatangan ketempat diman kuluk-kuluk itu dibuyikan. Hal yang seperti ini juga terjadi di kabupaten Kelungkung yang mana di kabupaten ini masih terpengaruhi oleh pemerintahan adat sehingga dalam menjalankan pemerintahan diperlukannya kerjasama dengan pemerintah adat. Kabupaten Kelungkung merupakan salah satu kabupaten yang berada di peropinsi bali mayoritas pendapatan warga masnyarakatnya yaitu dari bidang pertanian, akan tetapi masih ada sebagian yang berpropesi sebagai buruh industri, berdagang dan pemandu wisata. Daerah Kelungkung selain mempuyai daerah pertanian di klelungkung juga terdapat tempat-tempat yang mempuyai dayatarik untuk dijadikan tempat wisata, hal ini yang sedang digarap oleh pemerintah kelungkung bersama pemerintahan adat yang ada dilokasi tersebut agar dapat dijadikan suatu objek wisata yang dapat menambah penghasilan kabupaten Kelungkung. Dalam hal partisipasi politik warga Kelungkung cukup baik hal ini dapat dilihat dari hasil hasil pemilihan bupati kelungkung yang sudah dilaksanakan pada waktu yang lalu jumlah suara yang sah ataupun yang memilih yaitu 75% sedangkan yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 25%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik warga kelungkung terhadap pemilihan umum cukup baik. Hal yang menjadi permasalah warga Kelungkung dalam hal pemilu yaitu mereka tau cara memilih akan tetapi mereka tidak tau siapa orang yang pantas atau patut untuk dipilih. Hal ini dikarnakan kurangnya pensosialisasian calon yang akan dipilih terhadap masnyarakat. Dalam kehidupan kemasnyarakatan dan pembangunan dari setruktur politik Kabupaten Kelungkung di pengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : 1. Partai politik, yang mana partai tersebut sudah dikenal olehwarga masnyarakat, sehingga akan menarik simpati masnyarakat. 2. Golongan pendekat, yaitu orang yang mampu masuk kedalam pemerintahan adat sehingga dapat menarik simpati masnyarakat dari hal adat. 3. Calon, yaitu oarang yang sudah dikenal oleh masnyarakat dan merupakan asli warga kelungkung maka hal tersebut akan memberikan kemudahan dalam menarik simapti warga Kelungkung. 4. Media massa, yaitu cara yang paling berpengaruh dalam hal pendekatan kepada masnyarakat. Hal ini dikarnakan masnyarakat Kelungkung lebeh mudah menerima inpormasi dari media massa seperi baligo, pamplet, iklan dan sebagainy. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan Dari pembahasan diatas mengenai pengaruh pemilihan kepala daerah kab klungkung terhadap partisipasi politik masyarakat maka dapat dilihat bahwa partisipasi politik masyarakat sangatlah penting guna keberlangsungan demokrasi di Negara ini. Serta juga memberikan sebuah pencerahan bagi masyarakat umum bagaimana partisipasi tersebut jangan salah digunakan dalam pemilihan umum. Dalam hal ini masyarakat kab klungkung cukup apresiasif dalam pelaksanaannya, hanya saja bila calonnya di kenal oleh mereka dan sedikit memiliki garis keturunan penguasa daerah dulunya itu yang lebih mereka dukung. Namun ada juga sebagian masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya di karenakan hal lain, di antaranya kebnaykana masyarakat yang merantau ke daerah lain sehingga menyulitkan mereka untuk dapat menggunakan hak pilihnya dalam proses PILKADA. Memang hal ini sangat wajar , karena mengingat kasus tersebut bukan hanya terjadi di kabupaten klungkung saja namun di banyak kabupaten lainnya hal tersebut masih menjadi persoalan. Hal lain yang menjadi permasalahan adalah masayarakat yang kurang kenal dengan para calon sehingga menyuilitkan pula masyarakat untuk dapat memilih dengan hati nurani, “Tak kenal maka tak sayangh” itu selogan yang bias kita dengar yang memang kebenarannya sudah dapat di buktikan. Intinya selain masyarakat harus berpartisipasi dalam PILKADA, pemerintah juga harus senantiasa berupaya memberikan fasilitas yang memedai dalam proses PEMILUKADA agar memudahkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi di dalamnya, ini memerlukan kerjasama yang baik antara berbagai pihak. 3.2 Saran Menurut pendapat kelompok kami, masyarakat juga harus selalu ingat pada para calon kandidat yang akan bertarung dalam ajang pesta demokrasi yang ada di negeri tercinta ini, yaitu ingatlah asas JURDIL dan LUBER dalam melaksanakan acara demokrasi ini, dan juga para calon pemilih juga agar ingat akan slogan tersebut. Janganlah sekali-kali kalian khianati hati kalian demi sesuatu yang belum tentu kalian dapatkan. Serta juga slogan tersebut walau sudah tua umurnya akan tetapi, manfaat dan maknanya sangatlah dalam menentukan masa depan bangsa ini. Dan dengarlah wahai pewaris negeri ini untuk menemani negeri tercinta ini dalam menghadapi permasalahan besar yang sedang kita hadapi bersama. Temani negeri ini, sobat. Hidup kalian adalah masa depan bagi bangsa ini, dan ingat juga salah memilih dalam ajang demokrasi ini maka akan berakibat fatal bagi kemashlahatan bangsa ini. Ingat 5 menit salah memilih maka 5 tahun akan sengsara.

PROSES PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN

HAPIDANA PKn FKIP UNSUR Dani Andriana N “PROSES PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN” Setelah pemeriksaan di tingkat kepolisian/ penyidik dirasa lengkap, kasus dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan proses penuntutan. Pelimpahan perkara dilengkapi dengan berkas perkara, tersangka dan alat bukti lainnya. Apabila dalam waktu 7 hari tidak ada pemberitahuan dari kejaksaan, maka berkas dinyatakan P-21 dan siap dilakukan penuntutan. Akan tetapi jika berkas dirasa kurang lengkap, maka berkas dikembalikan dengan dilengkapi saran tentang kekurangan. Penyidik diberikan waktu selama 14 hari untuk melengkapi berkas, jika melewati batas waktu itu,penyidikan dapat dihentikan. PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN Surat dakwaan adalah suatu akta yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan dan merupakan dasar bagi hakim dalam pemeriksaan di persidangan (M. Yahya Harahap; 1993:414-415) HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENYUSUN SURAT DAKWAAN sesuai dengan BAP menjadi dasar hakim bersifat sempurna dan mandiri SYARAT-SYARAT DAKWAAN 1. Syarat Formil  Identitas terdakwa (143 ayat (2) KUHAP), nama lengkap, tepat lahir, umur/ tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. Tanggal dibuat Tandatangan PU 2. Syarat Materiil Dirumuskan secara cermat, jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa (143 (2) huruf b) Disebutkan locus dan tempus delictie SIFAT SEMPURNA SURAT DAKWAAN Dapat Dibatalkan Jika syarat formil tidak dipenuhi Batal Demi Hukum Jika syarat materiil tidak dipenuhi Dianggap tidak memenuhi syarat materiil jika: Dakwaan kabur (obscuur libelen) dianggap kabur karena unsur-unsur tindak pidana tidak diuraikan atau terjadi percampuran unsur tindak pidana Berisi pertentangan antara satu dengan yang lainnya terdakwa didakwa turut serta (medepleger) dan turut membantu (medeplecteheid) BENTUK-BENTUK SURAT DAKWAAN 1. Tunggal (satu perbuatan saja) misalnya pencurian biasa (362 KUHP) 2. Alternatif saling mengecualikan antara satu dengan yang lainnya, ditandai dengan kata “ATAU”... misalnya pencurian biasa (362 KUHP) atau penadahan (480 KUHP) Alternatif bukan kejahatan perbarengan 3. Subsidair diurutkan mulai dari yang paling berat sampai dengan yang paling ringan digunakan dalam TP yang berakibat peristiwa yang diatur dalam pasal lain dalam KUHP.  contoh. Lazimnya untuk pembunuhan berencana menggunakan paket dakwaan primer: 340, subsidair: 338, lebih subsidair: 355, lebih subsidair lagi 353. 4. Kumulatif 141 KUHAP: Beberapa tindak pidana dilakukan satu orang sama Beberapa tindak pidana yang bersangkut paut Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkutan Bentuk dakwaan Kumulatif 1. Berhubungan dengan concursus idealis/ endaadse samenloop perbuatan dengan diancam lebih dari satu ancaman pidana. (63 (1)KUHP) misal: pengendara mobil menabrak pengendara sepeda motor berboncengan satu meninggal (359) dan satu luka berat (360) 2. Berhubungan dengan perbuatan berlanjut (vorgezette handeling) Perbuatan pidana yang dilakukan lebih dari satu kali misal perkosaan terhadap anak dibawah umur (287) dilakukan secara berlanjut (64 (1) KUHP) 3. Berhubungan dengan concursus realis/ meerdadse samenloop (65 KUHP) melakukan beberapa tindak pidana Pidana pokoknya sejenis Pidana pokoknya tidak sejenis Concursus kejahatan dan pelanggaran Gabungan antara alternatif dan subsidair  misal: pembunuhan berencana (340) ketahuan orang sehingga membunuh orang tersebut (339), mengambil kendaraan orang yang dibunuh tersebut (362) 4. Gabungan TP khusus dan TP umum. Kumulatif penganiayaan dan KDRT. PROSES PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN A. VOEGING Voeging adalah penggabungan berkas perkara dalam melakukan penuntutan, dan dapat dilakukan jika (pasal 141 KUHAP): a. beberapa tindak pidana; b. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang atau lebih; c. belum diperiksa dan akan diperiksa bersama. B. SPLITSING Selain penggabungan perkara, PU juga memiliki hak untuk melakukan penuntutan dengan jalan pemisahan perkara (142 KUHAP). Splitsing dilakukan dengan membuat berkas perkara baru dimana para tersangka saling menjadi saksi. Hal ini dilakukan untuk menguatkan dakwaan PU. Dalam perkembangannya, penuntutan dapat dihentikan oleh JPU dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan yang dimaksud adalah sesuai dengan bunyi pasal 140 ayat (2) KUHAP, yaitu: karena tidak cukup bukti peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana perkara ditutup demi hukum 2. PROSES PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN JENIS-JENIS ACARA PEMERIKSAAN A. Acara Pemeriksaan Biasa (152-202 KUHAP) B. Acara Pemeriksan Singkat/ sumir (203 KUHAP), kategorinya untuk perkara pelanggaran non pasal 205 KUHAP. C. Acara Pemeriksan Cepat/ Roll biasanya berhubungan dengan TP ringan dan Pelanggaran lalu lintas. (205 KUHAP). Kategorinya adalah pidana kurungan paling lama 3 bulan dan denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500,-. Perbedaan mendasar antara acara pemeriksaan singkat dan cepat adalah, untuk acara pemeriksaan singkat tetap menggunakan JPU sedangkan acara pemeriksaan cepat langsung penyidik dengan hakim tunggal. PRINSIP PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN Terbuka untuk umum kecuali kesusilaan dan anak TP khusus dimungkinkan secara Inabsentia (pasal 154 ayat (4) KUHAP) Pemeriksaan secara langsung dan lisan Berjalan secara bebas tanpa adanya intervensi TAHAPAN PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN SIDANG PERTAMA Pemeriksaan Identitas Terdakwa (155) Memperingatkan terdakwa untuk memperhatikan dan memberikan nasihat (155) Pembacaan Surat Dakwaan Menanyakan apakah terdakwa mengerti isi dakwaan Hak mengajukan Eksepsi/ keberatan EKSEPSI Eksepsi adalah keberatan terdakwa atau penasihat hukumnya atas dakwaan PU. Dasar alasan eksepsi: 1. PN tidak berwenang mengadili KEWENANGAN MENGADILI A. KOMPETENSI ABSOLUT Kewenangan mutlak yang dimiliki oleh pengadilan dalam mengadili perkara berhubungan dengan jenis perkara. PN, PA, PTUN dan PM B. KOMPETENSI RELATIF Kewenangan relatf yang dimiliki oleh lembaga pengadilan sederajat dalam hal daerah hukum. 2. Dakwaan tidak dapat diterima Ne bis in idem Daluwarsa 3. Meminta surat dakwaan dibatalkan 4. Surat dakwaan diubah tanpa pemberitahuan Dakwaan atau salinan surat dakwaan harus diterima oleh terdakwa/ penasihat hukumnya paling lambat 7 hari sebelum sidang. Surat dakwaan dapat diubah dengan ketentuan (144 KUHAP): a. 7 hari sebelum sidang b. perubahan hanya satu kali c. salinan perubahan harus diberikan kepada terdakwa/ penasihat hukumnya SIDANG LANJUTAN Jawaban atas keberatan terdakwa oleh PU Putusan sela atas eksepsi Putusan sela berisi tentang: a. eksepsi diterima, maka persidangan dihentikan b. eksepsi ditolak, maka persidangan dilanjutkan. Terhadap putusan sela dapat dilakukan upaya hukum yang disebut dengan VERZET atau perlawanan. Perlawanan diajukan setelah putusan pemidanaan. Pemeriksaan alat bukti. MACAM-MACAM ALAT BUKTI: Menurut pasal 184 KUHAP : 1. Keterangan saksi Menjadi saksi adalah kewajiban semua orang, kecuali dikecualikan oleh UU. Menghindar sebagai saksi dapat dikenakan pidana (Penjelasan pasal 159 (2) KUHAP) KETENTUAN SEBAGAI SAKSI (185 KUHAP): Melihat sendiri Mengalami sendiri Mendengar sendiri Bukan anggota keluarga terdakwa sampai derajat ketiga, keluarga ayah atau ibu, suami/istri (walaupun sudah cerai) Karena jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia TATA CARA PEMERIKSAAN SAKSI Saksi dipanggil satu persatu menurut urutan sebaiknya o/ hakim. Korban first. (160 (1) Memeriksa identitas Saksi wajib mengucapkan sumpah (160 ), di dalam sidang/ diluar (233). Tidak sumpah = sandera/ dianggap keterangan biasa (161) Keterangan berbeda dengan BAP. Hakim wajib mengingatkan (163) Terdakwa dapat membantah atau membenarkan keterangan saksi (164(1) Kesempatan mengajukan pertanyaan (164) Larangan mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat (166) Saksi tetap dihadirkan di sidang (167) atau ditentukan lain (172) Pemeriksaan saksi tanpa hadirnya terdakwa (173) SYARAT SAH KETERANGAN SAKSI SEBAGAI ALAT BUKTI Disumpah Mengenai perkara yang dilihat, didengar, dialami serta alasan pengetahuannya. Harus didukung alat bukti lainnya Persesuaian antara keterangan dengan lainnya 2. Keterangan ahli Keterangan ahli adalah apa yang seseorang ahli nyatakan dalam sidang pengadilan (186 KUHAP) Keterangan ahli dapat berupa keterangan lisan dan dapat juga berupa surat (visum et repertum yang dijelaskan oleh seorang ahli) 3. Surat Prof. Pitlo, Surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, yang menerjemahkan suatu isi pikiran. Menurut pasal 187 KUHAP yang termasuk surat adalah: a. Berita acara dan surat resmi lainnya yang dibuat oleh pejabat umum b. Surat keterangan dari seorang ahli c. Surat lainnya yang berhubungan dengan tindak pidana 4. Petunjuk Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. (188) Petunjuk hanya diperoleh dari : a. Keterangan saksi b. Surat c. Keterangan terdakwa 5. Keterangan terdakwa Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan sendiri atau ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri (189) Prinsip keterangan terdakwa a. Tidak mengajukan pertanyaan yang bersifat menjerat (pasal 166 KUHAP) b. KUHAP tidak menganut asas The Right to Remain in Silence (Pasal 175 KUHAP) Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab Sebelum berlakunya pasal ini, alat bukti yang ada dalam Nederland Sv pasal 339 adalah: 1. Eigen Waarneming van de rechter (pengamatan sendiri oleh hakim) 2. Verklaring van de verdachte (keterangan terdakwa) 3. Verklaringen van een getuige (keterangan seorang saksi) 4. Verklaringen van een deskundige (keterangan seorang ahli) 5. Schriftelijke bescheiden (surat-surat) Sedangkan pada masa HIR, alat buktinya adalah (295 HIR): 1. Kesaksian-kesaksian 2. Surat-surat 3. Pengakuan 4. Isyarat-isyarat/ petunjuk KEKUATAN PEMBUKTIAN Urutan dalam pasal 184 KUHAP bukan merupakan urutan kekuatan pembuktian. Kekuatan pembuktian terletak dalam pasal 183 KUHAP dengan asas Unus testis nullus testis Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim. PEMBAHARUAN ALAT BUKTI DALAM KUHAP a. Saksi ahli perlu ada standarisasi seperti apa ahli itu. Contoh kasus Tjandra Sugiono, Mas Wigantoro ahli dalam bidang telematika ditolak sebagai ahli karena tidak bisa menunjukkan sertifikat ahlinya, sedangkan Prof. Loebby Loqman dapat sebagai ahli tanpa pengesahan. b. Alat bukti surat perlu diubah menjadi dokumen (UU pembuktian Malaysia: luas termasuk kaset dan video) c. Petunjuk: Belanda mengenal eigen waarneming van de rechter sedangkan Amerika mengenal judicial notice yang artinya pengamatan hakim. Prinsipnya sama ditambah dengan pengakuan barang bukti. Pembacaan tuntutan oleh PU Berbeda dengan surat dakwaan, surat tuntutan adalah sebuah nota atau surat yang disusun berdasarkan fakta yang diperoleh dari pemeriksaan persidangan, sehingga dasar tuntutan pidana sesungguhnya merupakan kesimpulan yang diambil oleh penuntut umum terhadap fakta-fakta yang terungkap di persidangan. ISI TUNTUTAN PIDANA Tuntutan pidana secara garis besar harus memuat: a. surat dakwaan b. pemeriksaan di persidangan (pemeriksaan alat bukti) c. fakta-fakta persidangan d. pembuktian e. tuntutan pidana Pembelaan (pledooi) Pledooi adalah pembelaan yang bersifat lisan atau tertulis baik dari terdakwa maupun dari penasihat hukumnya berkenaan dengan tuntutan PU Pledooi bisa dijawab oleh PU disebut dengan REPLIK dan bisa dijawab untuk satu kali lagi oleh terdakwa atau penasihat hukumnya disebut DUPLIK Replik dan duplik Musyawarah hakim TEORI PEMBUKTIAN 1. Conviction-in time (berdasarkan keyakinan hakim saja) 2. Conviction-rasionee (keyakinan didukung oleh alasan yang jelas) 3. Menurut UU secara positif Sistem bebas Sistem positif Sistem negatif (gabungan) 4. Berdasarkan UU secara negatif (keyakinan dan alasan yang logis) 5. KUHAP (sistem negatif) Putusan Pengadilan Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU ini. (pasal 1 butir 11 KUHAP) JENIS-JENIS PUTUSAN 1. Putusan bebas (Vrijspraak) pasal 191 (1) KUHAP Tidak terbukti adanya kesalahan Tidak adanya 2 alat bukti Tidak adanya keyakinan hakim Tidak terpenuhinya unsur tindak pidana 2. Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum (onslaag van alle) pasal 191 (2) KUHAP Terbukti tetapi bukan tindak pidana Adanya alasan pemaaf, pembenar atau keadaan darurat 3. Putusan Pemidanaan Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah memperoleh keyakinan, bahwa terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan dan ia menganggap bahwa perbuatan dan terdakwa dapat dipidana Memberitahukan kepada terdakwa bahwa memiliki hak untuk menerima, pikir-pikir atau banding 3. UPAYA HUKUM 1. Biasa Verzet (upaya hukum terhadap putusan eksepsi) Banding (upaya hukum terhadap putusan pemidanaan) Upaya banding dapat diajukan oleh terdakwa/penasihat hukumnya atau oleh PU karena tidak puas dengan putusan PN Tidak ada pengaturan yang jelas mengenai alasan pengajuan banding. Pengecualian banding: a. Putusan bebas b. Lepas dari segala tuntutan hukum berkenaan dengan kurang tepatnya penerapan hukum c. Putusan dalam acara cepat Kasasi Menurut perundang-undangan Belanda ada tiga alasan pengajuan kasasi: a. Terdapat kelalaian dalam hukum acara (vormverzuim) b. Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan c. Tidak melaksanakan cara melakukan peradilan sesuai undang-undang 2. Luar Biasa Kasasi demi kepentingan hukum Kasasi demi kepentingan hukum hanya diajukan oleh Jaksa Agung demi kepentingan hukum dan tidak merugikan pihak manapun. (259 KUHAP) Peninjauan Kembali Permintaan PK dapat dilakukan dengan dasar alasan: a. Keadaan baru (Novum) yang seandainya keadaan itu diketahui pada saat sidang berlangsung dapat menjatuhkan putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atau meringankan terdakwa b. Adanya pertentangan alasan antara putusan satu dengan yang lainnya c. Kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata 4. PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EXECUTIE) KUHAP mengatur pelaksanaan putusan pengadilan pasal 270 – 276: Putusan pengadilan dilakukan oleh Jaksa Pidana mati Pidana berturut-turut Pidana denda Pengaturan barang bukti yang dirampas oleh negara Ganti kerugian Biaya perkara Pidana bersyarat HAWASMAT Pengawasan dan pengamatan putusan pengadilan dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat.

Kab Cianjur

PENELITIAN KABUPATEN CIANJUR Dani Andriana N PKn FKIP UNSUR Cianjur A. Profil Kabupaten Cianjur Lambang & Moto Makna Lambang • Perisai, melambangkan ketangguhan fisik dan mental. • Warna dasar kuning emas, melambangkan kehidupan yang abadi. • Gunung berwarna hijau, melambangkan kesuburan. • Hamparan warna biru, menunjukkan air yang melambangkan kesetiaan dan ketaatan. • Dua tangkai padi bersilang berwarna, masing - masing berbutir 17 melambangkan ketentraman dan dinamika kehidupan masyarakat yang dijiwai semangat Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. • Simpul pita berwarna kuning emas, melambangkan sifat persatuan dan kesatuan. • Motto Sugih Mukti, melambangkan kesejahteraan Filosofi Cianjur Cianjur memiliki filosofi yang sangat bagus, yakni ngaos, mamaos dan maenpo yang mengingatkan tentang 3 (tiga) aspek keparipurnaan hidup. Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan ke beragamaan. Citra sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur ada dari ketiadan yakni sekitar tahun 1677 dimana tatar Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai. Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjursekitar tahun 1834-1862. Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaanNya. Sedangkan Maenpo adalah seni diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maenpo ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan). Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Sedangkan visi pembangunan Kabupaten Cianjur untuk kurun waktu 5 tahun dari tahun 2011 sampai 2016 adalah Terwujudnya Kabupaten Cianjur lebih sejahtera dan berakhlaqul karimah. Peta KAbuaten Cianjur B. Jumlah penduduk kepadatan penduduk tidak merata berdasarkan hasil sensus BPS Kab Cianjur Tahun 2010. 1. 63,90 % di wilayah utara dengan luas wilayah 30,78 % 2. 19,19 % di wilayah tengah dengan luas wilayah 28,25 % 3. 17,12 % di wilayah selatan dengan luas wilayah 40,70 % Laki-Laki : 1120.550 Perempuan :1.047.964 Jumlah : 2.168.514 C. Jumlah Sekolah 1. Jumlah TK/RA Negeri : 20 Jumlah TK/RA Swasta : 283 2. Jumlah SD/MI Negeri : 1247 Jumlah SD/MI Swasta : 259 Laki-laki : 160.586 Perempuan :150.011 Total : 310.597 3. Jumlah SMP/MTs Negeri : 131 Jumlah SMP/MTS Swasta : 187 Laki-laki : 5067 Perempuan : 5157 Total : 10.224 4. Jumlah SMA/MA Negeri : 18 Jumlah SMA/MA Swasta : 86 Laki-laki : 1096 Perempuan : 1277 Total : 2373 5. Jumlah SMK : 21 Laki-laki : 728 Perempuan :830 Total : 1558 Jumlah Sekolah Keseluruhan : 6. Tenaga Pendidik dan Kependidikan Jumlah TPK KAB CIANJUR : 28.951 7. Letak Demografi D. LETAK DEMOGRAFI Kabupaten Cianjur, menurut Sensus Penduduk 2000, berpenduduk 1.931.480 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 982.164 jiwa dan perempuan 949.676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,23 %. Kecamatan yang jumlah penduduknya terbesar adalah Kecamatan Pacet sebanyak 170.224 jiwa dan Kecamatan Cianjur sebanyak 140.374 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya diatas 100.000 jiwa adalah Kecamatan Cibeber (105.0204 jiwa), Kecamatan Warungkondang (101.580 jiwa) dan Kecamatan Karangtengah (123.158 jiwa). Kecamatan yang jumlah penduduknya terkecil adalah Kecamatan Cikadu sebanyak 36.212 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya antara 40.000 - 50.000 jiwa adalah Kecamatan Sindangbarang, Takokak, dan Sukanagara E. PENDIDIKAN Tingkat partisipasi usia sekolah 1. Angka Partisipasi Kasar SD/MI Tahun 2000 mencapai 84,52 % 2. Angka Pastisipasi Kasar SMTP mencapai 38,50 % 3. Angka Partisipasi Kasar SMTA mencapai 11,98 % F. KEBUDAYAAN Kebudayaan Cianjur memiliki filosofi kebudayaan yang sangat bagus, yakni ngaos, mamaos dan maenpo yang mengingatkan pada kita semua tentang 3 (tiga) aspek keparipurnaan hidup. 1. Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan keberagamaan. Citrasebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur lahir sekitar tahun 1677 dimana wilayah Cianjur ini dibangun oleh para ulamadan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai. 2. Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862. Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaan-Nya. 3. Sedangkan Maen Po adalah seni bela diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maen po ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim, aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan). Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan di dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.

benkz advanger

benkz advanger

diplomatik dan konsuler


DIPLOMATIK DAN KONSULER
Dani andriana PKn IV/a
2011-2012

  1. Perwakilan Negara RI di Luar Negeri
a. Landasan Hukum
Pasal 13 UUD 1945 menyebutkan bahwa:
1)      Presiden mengangkat duta dan konsul.
2)      Dalam hal mengangkat duta; Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
3)      Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kekuasaan Presiden untuk mengangkat dan menerima duta dari negara lain ada dalam kedudukannya sebagai Kepala Negara. Sedangkan prosedur maupun teknis pelaksanaannya, diatur oleh pembantu Presiden sendiri, yaitu Menteri Luar Negeri.


  1. b. Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia
No
Diplomatik
Uraian
1.
Tugas Pokok Perwakilan Diplomatik
E Menyelenggarakan hubungan dengan negara lain atau hubungan kepala negara dengan pemerintah asing (membawa suara resmi negaranya).
E Mengadakan perundingan masalah-masalah yang dihadapi kedua negara itu dan berusaha untuk menyelesaikannya.
E Mengurus kepentingan negara serta warga negaranya di negara lain.
E Apabila dianggap perlu, dapat bertindak sebagai tempat pencatatan sipil, pemberian paspor, dan sebagainya.
2.
Fungsi Perwakilan Diplomatik Berdasarkan Kongres Wina 1961
E Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.
E Melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima di dalam batas-batas yang diijinkan oleh hukum internasional.
E Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
E Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima, sesuai dengan undang-undang dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.
E Memelihara hubungan persahabatan antara kedua negara.
3.
Peranan Perwakilan Diplomatik
Dalam membina hubungan internasional, diperlukan adanya taktik dan prosedur tertentu untuk mencapai tujuan nasional suatu negara, sehingga kepentingannya dapat diperkenalkan kepada negara lain dengan jalan diplomatik. Dalam arti luas, diplomasi meliputi seluruh kegiatan politik luar negeri yang berperan sebagai berikut:
E Menentukan tujuan dengan menggunakan semua daya dan tenaga dalam mencapai tujuan tersebut.
E Menyesuaikan kepentingan bangsa lain dengan kepentingan nasional sesuai dengan tenaga dan daya yang ada.
E Menentukan apakah tujuan nasional sejalan atau berbeda dengan kepentingan negara lain.
E Menggunakan sarana dan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya. Pada umumnya dalam menjalankan tugas diplomasi antar bangsa, setiap negara menggunakan sarana diplomasi ajakan, konferensi, dan menunjukkan kekuatan militer dan ekonomi.
4.
Tujuan Diadakan Perwakilan Diplomatik
E Memelihara kepentingan negaranya di negara penerima, sehingga jika terjadi sesuatu urusan, perwakilan tersebut dapat mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikannya.
E Melindungi warga negara sendiri yang bertempat tinggal di negara penerima.
E Menerima pengaduan-pengaduan untuk diteruskan kepada pemerintah negara penerima
2.      Perwakilan Negara di Negara Lain Dalam Arti Politis (Diplomatik)
  1. a. Pembukaan/Pengangkatan dan Penerimaan Perwakilan Doplomatik.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembukaan atau pertukaran perwakilan diplomatik (dalam arti politis) maupun konsuler (dalam arti non-politis) dengan negara lain adalah sebagai berikut :
1)      Harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak (mutual conceat) yang akan mengadakan pembukaan atau pertukaran diplomatik maupun konsuler. Kesepakatan tersebut berdasarkan Pasal 2 Konvensi Wina 1961, dituangkan dalam bentuk : Persetujuan bersama (joint agreement) dan Komunikasi bersama (joint declaration).
2)      Prinsip-prinsip hukum interenasional yang beraku, yaitu setiap negara dapat melakukan hubungan atau pertukaran perwakilan diplomatik berdasarkan atas prinsip-prinsip hubungan yang berlaku dan prinsip timbal balik (reciprositas).


  1. d. Tugas dan Fungsi Perwakilan Diplomatik
Tugas umum seorang perwakilan diplomatik, adalah mencakup hal-hal berikut :
1)      Representasi, yaitu selain untuk mewakili pemerintah negaranya, ia juga dapat melakukan protes, mengadakan penyelidikan pertanyaan dengan pemerintah negara penerima, ia mewakili kebijaksanaan politik pemerintah negaranya.
2)      Negosiasi, yaitu untuk mengadakan perundingan/ pembicaraan baik dengan negara dimana ia diakredetasi maupun negara lain.
3)      Observasi, yaitu untuk menelaah dengan teliti setiap kejadian atau peristiwa di negara penerima yang mungkin dapat mempengaruhi kepentingan negaranya.
4)      Proteksi, yaitu untuk melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan-kepentingan dari pada warga negaranya yang berada di luar negeri.
5)      Relationship, yaitu untuk meningkatkan hubungan persahabatan antar negara pengirim dengan negara penerima, baik di bidang ekonomi, kebudayaan maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fungsi Perwakilan diplomatik, menurut Konggres Wina 1961, adalah mencakup hal-hal berikut :
1)      Mewakili negara pengirim di dalam negara penerima.
2)      Melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima di dalam batas-batas yang diijinkan oleh hukum internasional.
3)      Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
4)      Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima, sesuai dengan undang-undang dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.
5)      Memelihara hubungan persahabatan antara kedua negara.
  1. e. Perangkat Perwakilan Dilpomatik
Pelaksanaan peranan perwakilan diplomatik guna membina hubungan dengan negara lain, menurut ketetapan Konggres Wina Tahun 1815 dan Konggres Aux La Chapella 1818 (Konggres Achen), dilakukan oleh perangkat-perangkat berikut :

No
Nama
Uraian
Keterangan
1.
Duta Besar Berkuasa Penuh (Ambassador)
Adalah tingkat tertinggi dalam perwakilan diplomatik yang mempunyai kekuasaan penuh dan luar biasa.
Ambassador ditempatkan pada negara yang banyak menjalin hubungan timbal balik.
2.
Duta (Gerzant)
Adalah wakil diplomatik yang pangkatnya lebih rendah dari duta besar.
Dalam menyelesaikan segala persoalan kedua negara dia harus berkonsultasi dengan pemerintahnya.
3.
Menteri Residen
Seorang Menteri Residen dianggap bukan sebagai wakil pribadi kepala negara. Dia hanya mengurus urusan negara.
Mereka ini pada dasarnya tidak berhak mengadakan pertemuan dengan kepala negara di mana mereka bertugas.
4.
Kuasa Usaha (Charge de Affair)
Kuasa Usaha yang tidak diperban-tukan kepada kepala negara dapat dibedakan atas :
  • Kuasa Usaha tetap menjabat kepala dari suatu perwakilan,
  • Kuasa Usaha sementara yang melaksanakan pekerjaan dari kepala perwakilan, ketika pejabat ini belum atau tidak ada di tempat.

5.
Atase-Atase
Adalah pejabat pembantu dari Duta Besar berkuasa penuh. Atase terdiri atas 2 (dua) bagian :
  • Atase Pertahanan
Atase ini dijabat oleh seorang perwira TNI yang diperban-tukan Departemen Luar Negeri dan ditempatkan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), serta diberikan kedudukan sebagai seorang diplomat.




Tugasnya yaitu memberikan nasihat di bidang militer dan pertahanan keamanan kepada duta besar berkuasa penuh.

  • Atase Teknis
Atase ini, dijabat oleh seorang pegawai negeri sipil tertentu yang tidak berasal dari lingkungan Departemen Luar Negeri dan ditempatkan di salah satu KBRI untuk membantu Duta Besar.


Dia berkuasa penuh dalam melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan tugas pokok dari departemennya sendiri.
Misalnya, Atase Perdagangan, Atase Perindustrian, Atase Pendidikan dan Kebudayaan.

  1. f. Kekebalan dan Keistimewaan Perwakilan Diplomatik
Asas kekebalan dan keistimewaan diplomatik, sering dipergunakan istilah ”exteritoriallity” atau ”extra teritoriallity”. Istilah ini mencerminkan bahwa para diplomatik hampir dalam segala hal harus diperlakukan sebagaimana mereka berada di luar wilayah negara penerima. Para diplomat beserta stafnya, tidak tunduk pada kekuasaan peradilan pidana dan sipil dari negara penerima.
Menurut Konvensi Wina 1961, para perwakilan diplomatik diberikan kekebalan dan keistimewaan, dengan maksud sebagai berikut :
1)      Menjamin pelaksanaan tugas negara perwakilan diplomatik sebagai wakil negara.
2)      Menjamin pelaksana fungsi perwakilan diplomatik secara efisien.


Kekebalan Perwakilan Diplomatik atau Involability (tidak dapat diganggu gugat), yaitu kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan negara penerima dan kekebalan dari segala gangguan yang merugikan para pejabat diplomatik. Kekebalan diplomatik (Immunity), yaitu antara lain mencakup :
1)      Pribadi Pejabat Diplomatik, yaitu mencakup kekebalan terhadap alat kekuasaan Negara penerima, hak mendapat perlindungan terhadap gangguan dari serangan atas kebebasan dan kehormatannya, dan kekebalan dari kewajiban menjadi saksi.
2)      Kantor Perwakilan (Rumah Kediaman), yaitu mencakup kekebalan gedung kedutaan, halaman, rumah kediaman yang ditandai dengan lambang bendera. Daerah tersebut, sering disebut daerah ekstrateritorial (dianggap negara dari yang mewakilinya). Bila ada penjahat atau pencari suaka politik yang masuk ke dalam kedutaan, maka ia dapat diserahkan atas permintaan pemerintah sebab para diplomat tidak memiliki hak asylum. Hak asylum adalah hak untuk memberi kesempatan kepada suatu negara dalam memberikan perlindungan kepada warga negara asing yang melarikan diri.
3)      Korespondensi Diplomatik, yaitu kekebalan yang mencakup surat menyurat arsip, dokumen termasuk kantor diplomatik dan sebagainya (semua kebal dari pemeriksaan isinya).

Keistimewaan Perwakilan Diplomatik
Pada dasarnya pemberian keistimewaan kepada perwakilan diplomatik, atas dasar ”timbal – balik” sebagaimana diatur di dalam Konvensi Wina 1961 dan 1963. Keistimewaan tersebut, mecakup :
1)      Pembebasan dari kewajiban membayar pajak, yaitu antara lain pajak penghasilan, kekayaan, kendaraan bermotor, radio, televisi, bumi dan bangunan, rumah tangga dan sebagainya.
2)      Pembebasan dari kewajiban pabean, yaitu antara lain bea masuk, bea keluar, bea cukai, terhadap barang-barang keperluan dinas, misi perwakilan, barang keperluan sendiri, keperluan rumah tangga dan sebagainya.
Perwakilan di negara lain dipimpin oleh duta besar yang sekaligus menjadi juru bicara perwakilan asing terhadap pemerintahan di tempat ia bertugas. Duta besar yang diangkat menjadi ketua perwakilan asing itu disebut doyen. Tingkat perwakilan suatu negara ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, berikut ini.
1)      Penting tidaknya kedudukan negara pengutus dan negara penerima perwakilan itu.
2)      Erat tidaknya hubungan antar negara yang mengadakan hubungan itu.
3)      Besar kecilnya kepentingan bangsa/negara yang mengadakan hubungan itu.
Kepala-kepala perwakilan diplomatik yang disebut duta besar, duta dan menteri residen merupakan perwakilan tingkat tinggi yang dapat mengadakan hubungan langsung dengan kepala negara asing tempat mereka bertugas atau ditempatkan (diakreditasi). Kuasa usaha merupakan perwakilan tingkat rendah yang dalam mengadakan hubungan dengan kepala negara tempat ia bertugas, harus melalui menteri luar negeri tempat ia bertugas. Segala aturan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban serta tugas para anggota diplomatik ditetapkan oleh direktur protokol Departemen Luar negeri.
Dalam melaksanakan tugasnya diplomat dapat berfungsi sebagai lambang prestise nasional negaranya di luar negeri dan mewakili kepala negaranya di negara penerima. Selain itu, dia dapat berfungsi sebagai perwakilan yuridis yang resmi dari pemerintah negaranya. Contohnya, dia dapat menandatangani perjanjian, meratifikasi dokumen, mengumumkan pernyataan dan lain-lain. Dia juga dapat berfungsi sebagai perwakilan politik. Dalam melaksanakan fungsi sedemikian, dia menjadi alat penghubung timbal balik antara kepentingan negaranya dengan kepentingan negara penerimanya.
Jadi, fungsi diplomatik dalam arti politis adalah sebagai berikut.
1)      Mempertahankan kebebasan Indonesia terhadap imperialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya dengan melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
2)      Mengabdi kepada kepentingan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil makmur.
3)      Menciptakan persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara guna menjamin pelaksanaan tugas negara perwakilan diplomatik.

  1. Perwakilan Negara di Negara Lain Dalam Arti Non-Politis (Konsuler)
Dalam arti non politis, hubungan satu negara dengan negara lain diwakili oleh Korps Konsuler yang terbagi dalam kepangkatan sebagai berikut :
  • Konsul Jenderal
Konsul Jenderal membawahi beberapa konsul yang ditempatkan di ibu kota negara tempat ia bertugas.
  • Konsul dan Wakil Konsul
Konsul mengepalai suatu kekonsulan yang kadang-kadang diperbantukan kepada konsul jenderal. Wakil konsul diperbantukan kepada konsul atau konsul jenderal yang kadang diserahi pimpinan kantor konsuler.
  • Agen Konsul
Agen konsul diangkat oleh konsul jenderal dengan tugas untuk mengurus hal-hal yang bersifat terbatas dan berhubungan dengan kekonsulan. Agen konsul ditugaskan di kota-kota yang termasuk kekonsulan.



  1. a. Fungsi Perwakilan Konsuler
1)      Melaksanakan usaha peningkatan hubungan dengan negara penerima di bidang perekonomian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
2)      Melindungi kepentingan nasional negara dan warga negara yang berada dalam wilayah kerjanya.
3)      Melaksanakan pengamatan, penilaian, dan pelaporan.
4)      Menyelenggarakan bimbingan dan pengawasan terhadap warga negara di wilayah kerjanya.
5)      Menyelenggarakan urusan pengamanan, penerangan, konsuler, protokol, komunikasi dan persandian.
6)      Melaksanakan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan urusan rumah tangga perwakilan Konsuler.
  1. b. Tugas-Tugas Yang Berhubungan Dengan Kekonsulan
Hal-hal yang berhubungan dengan tugas-tugas kekonsulan,  yaitu antara lain mencakup bidang berikut :
1)      Bidang Ekonomi, yaitu menciptakan tata ekonomi dunia baru dengan menggalakkan ekspor komoditas nonmigas, promosi perdagangan, mengawasi pelayanan, pelaksanaan perjanjian perdagangan dan lain-lain.
2)      Bidang Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, seperti; tukar-menukar pelajar, mahasiswa, dan lain-lain.
3)      Bidang-bidang lain seperti :
  • Memberikan paspor dan dokumen perjalanan kepada warga pengirim dan visa atau dokumen kepada orang yang ingin mengunjungi negara pengirim;
  • Bertindak sebagai notaris dan pencatat sipil serta menyelenggarakan fungsi administratif lainnya;
  • Bertindak sebagai subjek hukum dalam praktek dan prosedur pengadilan atau badan lain di negara penerima.

  1. c. Persamaan dan Perbedaan Diplomatik-Konsuler secara Umum
Persamaan antara perwakilan diplomatik dan Perwakilan Konsuler adalah bahwa kedua-duanya merupakan utusan dari suatu negara tertentu.
PERBEDAAN
No
Korps Diplomatik
Korps Konsuler
1.
Memelihara kepentingan negaranya dengan melakukan hubungan dengan pejabat-pejabat Tingkat Pusat.
Memelihara kepentingan negaranya dengan melaksanakan hubungan dengan pejabat-pejabat tingkat daerah (setempat)
2.
Berhak mengadakan hubungan yang bersifat politik.
Berhak mengadakan hubungan yang bersifat non politik.
3.
Satu negara hanya mempunyai satu perwakilan diplomatik saja  dalam satu negara penerima.
Satu negara dapat mempunyai lebih dari satu perwakilan konsuler.
4.
Mempunyai hak ekstrateritorial (tidak tunduk pada pelaksanaan kekuasan Peradilan).
Tidak mempunyai hak ekstrateritorial (tunduk pada pelaksanaan kekuasaan peradilan).



  1. d. Mulai dan Berakhirnya Fungsi Misi Perwakilan Diplomatik-Konsuler

HAL
DIPLOMATIK
KONSULER
Mulai berlakunya Fungsi
Yaitu saat menyerahkan surat kepercayaan (Lettred Creance/ menurut pasal 13 Konvensi Wina 1961)
(Pasal dan Konvensi Wina 1963) memberitahukan dengan layak kepada negara penerima.
Berakhirnya Fungsi
1)      Sudah habis masa jabatan.
2)      Ia ditarik (recalled) oleh Pemerintah negaranya.
3)      Karena tidak disenangi (dipersona non Grata).
4)      Kalau negara penerima perang dengan negara pengirim (pasal 43 Konvensi Wina 1961).

(Pasal 23, 24, dan 25 Konvensi Wina 1963)
1)      Fungsi seorang pejabat konsuler telah berakhir.
2)      Penarikan dari negara pengirim
3)      Pemberitahuan bahwa ia bukan lagi sebagai anggota staf Konsuler.


Tugas-tugas yang berhubungan dengan kekonsulan, antara lain, mencakup bidang berikut :
  • Bidang Ekonomi, yaitu menciptakan tata ekonomi dunia baru dengan menggalakan ekspor komoditas nonmigas, promosi perdagangan, mengawasi pelayanan, pelaksanaan perjanjian perdagangan dan lain-lain.
  • Bidang kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, seperti; pertukaran pelajar, mahasiswa, dan lain-lain.
  • Bidang-bidang lain, seperti:
1)      Memberikan paspor dan dokumen perjalanan kepada warga pengirim dan visa atau dokumen kepada orang yang ingin mengunjungi negara pengirim;
2)      Bertindak sebagai notaris dan pencatat sipil serta menyelenggarakan fungsi administratif lainnya;
3)      Bertindak sebagi subjek hukum dalam praktek dan prosedur pengadilan atau badan lain di negara penerima.
Dalam kekonsulan, bila dipandang perlu, diangkat konsul kehormatan yang berasal dari bangsa asing atau bangsa sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya, misalnya, dalam hubungan dagang, konsul kehormatan tidak mendapat upah, melainkan mendapat tanda kehormatan atas jasa-jasanya. Perwakilan konsuler juga dapat mewakili negaranya sambil menunggu dibukanya perwakilan diplomatik. Pejabat konsuler dalam hal-hal khusus dan dengan ijin negara penerima, dapat menjalankan fungsinya di luar daerah konsulernya.